Chapter 3

192 117 31
                                    

Budayakan vote, comment, add to library and share
Happy reading all🧚

Aku sudah menyadari dari awal, siapa sebenarnya lelaki di hadapanku ini. Hanya saja aku memilih untuk diam dan mengabaikan memori kelam yang pernah terjadi di saat-saat terakhir masa SMA-ku.

Aku hanya bisa menghela napas. Tak terbesit sedikit pun dalam benakku akan bertemu dengan orang ini lagi. Tentunya aku berusaha untuk tetap profesional sebagai dokter kepada pasiennya.

“Gue udah berubah, Ra. Bukan Brian yang lo kenal 7 tahun lalu ketika masih jadi anak SMA.”

Dia tersenyum. “Gue sama sekali ga nyangka bakal ketemu lo di Bandung, apalagi di pertemukan di rumah sakit dalam kondisi gue yang lagi jadi pasien lo. Gue pikir ga bakal bisa ketemu lo lagi, Ra. Mungkin lo udah pindah menetap di Eropa atau di tempat manapun itu yang mustahil untuk gue temuin.”

“Dalam perjalanan 7 tahun gue mencoba buat melupakan cinta pertama gue, Nara Sienna Az-Zahra ternyata sia-sia. Tuhan masih kasih kesempatan buat gue ketemu, bahkan ngomong panjang lebar sama lo.”

“Mungkin lo masih belum maafin kesalahan gue ya. Gue minta maaf lagi dan lagi, Ra. Cowok kayak gue memang pecundang banget ya, haha.” Tawa yang terdengar sumbang dan sangat menyedihkan.

“Saya sudah melupakan kejadian itu dan saya sudah berdamai dengan semuanya. Tidak perlu repot-repot meminta maaf.”

“Saya pamit dulu. Nanti saya akan kembali lagi. Permisi.” Putusku.

Aku pergi meninggalkan Brian dengan perasaan berkecamuk. Untung saja ada pasien yang masuk lagi, sehingga aku bisa sedikit melarikan diri darinya.

Dalam hati aku begitu mengutuk dia yang dengan entengnya bercerita panjang lebar dan mengingatkanku akan kejadian yang jelas tak bisa ku lupakan seutuhnya. Kejadian traumatis yang begitu membekas di benakku hingga saat ini.

Sejak saat itu aku berharap untuk tidak bertemu kembali dengan manusia bernama Brian Arya Widiatmadja. Tapi entah mengapa hari ini kami dipertemukan kembali.

“Dokter Nara? Halo? Dokter baik-baik saja?” Suster Ria menggoyang-goyangkan tangannya didepan wajahku.

“Eh iya sus, kenapa?”

“Saya dari tadi panggil dokter tapi dokter melamun, kayaknya lagi banyak pikiran ya? Atau mungkin dokter sedang tidak enak badan?” Dari air muka suster Ria tampak sekali bahwa beliau mengkhawatirkanku.

Aku tersenyum lembut. “Maaf ya, sus. Saya baik-baik saja kok.”

Suster Ria menjelaskan. “Pasien anak atas nama Luna sudah diambil sampel darahnya, dok. Hasil tes lab sudah keluar juga, jadi saya panggil dokter karena mau serahkan hasilnya.”

“Oh iya, saya hampir lupa. Terimakasih banyak, sus.“

“Sama-sama. Saya duluan ya, dok.” Pamitnya.

Aku membuka selembar hasil tes lab tersebut. Sesuai dugaan, Luna si pasien anak terkena DBD, juga dehidrasi. Kondisi ini membuatnya harus di rawat inap.

Akhirnya semalam yang panjang telah terlewati. Sebagai dokter jaga IGD shift malam seorang diri ternyata sedikit membuatku kelelahan. Baik secara fisik, juga perasaanku setelah bertemu dengan Brian.

Sekarang jam sudah menunjukkan pukul 5 pagi, saatnya pulang ke rumah. Mungkin yang ku butuhkan adalah hibernasi brutal. Berhubung hari ini jadwal praktik di poliklinik umum libur, karena hari Minggu.

“Akhirnya selesai, saatnya beristirahat.” Seru suster Ria, diikuti dengan perawat yang lain.

“Mata panda saya jadi makin tebal, besok-besok kalau saya ga kelihatan berarti sudah pindah tugas ke Cina sus, jadi panda beneran.” Aku menimpali.

“Ah dokter ini kalau ngomong suka benar.“ Sahut suster Putri.

Aku tersenyum. “Yuk pulang yuk. Saya mau pulang nih, duluan ya semuanya. It was a great job last night. Selamat beristirahat!”

“Terimakasih, selamat beristirahat, dokter Nara.” Ucap suster Ria dan suster Putri yang diikuti oleh perawat lainnya.

Aku hanya merespon dengan memberikan gestur dadah karena sekarang aku sudah bergerak menjauhi mereka.

Setelah menemukan mobilku di parkiran rumah sakit, aku langsung masuk. Seketika melepas snelli yang ku gunakan, lalu ku sampirkan pada jok mobil.

Dan kini aku mulai membelah jalanan kota Bandung yang terlihat lengang dengan mobil kesayanganku. Sehingga aku bisa sampai lebih cepat di rumah.

Hawa dingin menyeruak tatkala aku keluar dari mobil, sesaat setelah memarkirnnya di garasi. Udara pagi memang begitu khas. Dingin dan segar, serta baik untuk pernapasan karena sepagi ini belum ada polusi udara yang muncul.

Tak bisa berlama-lama dengan udara yang semakin terasa dingin, akhirnya aku memutuskan untuk segera masuk ke dalam rumah.

“Duh laper banget. Di kulkas ada apa ya?“ Gumamku sembari membuka pintu kulkas.

Aku hanya bisa termenung saat melihat isi kulkasku benar-benar kosong, hanya ada sebotol air yang sengaja ku dinginkan.

“Oh iya, aku lupa belum belanja kebutuhan dapur minggu ini. Sepertinya masih ada mi instan di lemari atas.”

Aku mengecek lemari penyimpanan makanan di atas kompor. Dan ternyata disana masih ada beberapa bungkus mi instan yang sengaja ku simpan.

“Nah, ketemu.”

Saat ini, mi instan adalah penyelamat perutku yang dari tadi keroncongan, pengen dikasih makan. Juga cuaca dingin seperti ini enaknya makan mi kuah kan?

Langsung saja kita eksekusi. Dengan sat set seperti namanya-mi instan, hanya dalam beberapa menit sudah siap tersaji, sangat menggoda untuk dimakan.

Sebelum makan, aku memilih tontonan dari yutub untuk menemaniku karena di sini begitu hening tanpa ada suara apapun. Pilihanku jatuh kepada anime berjudul Spy x Family.

Aku merindukan anak dan suamiku, Anya dan Loid. Sudah lama sekali aku tidak menjenguk mereka, ada-ada saja alasannya. Semangkuk mi kuah ditemani mereka, sungguh pagi yang luar biasa sempurna.

“Ututu, anak bunda. Makin gemesin aja.”

Tingkah lucu Anya begitu menggemaskan, juga Loid yang semakin terlihat aura bapak-bapaknya membuatku baper terbang melayang menuju tak terbatas dan melampauinya.

Sebuah panggilan video masuk mengacaukan kegiatan reuni dengan keluarga kecilku yang sayangnya mereka tak benar-benar ada di dunia nyata. Ibu Negara, nama kontak yang terpampang di layar ponselku sekarang.

“Halo, ma.” Sapaku sesaat setelah panggilan video itu tersambung.

“Haloooo cantiknya mama. Tumben banget pagi-pagi gini udah bangun.” Terdengar nada bingung dari seberang sana.

“Bukan udah bangun, ma. Tapi belum tidur. Biasa, dapet jaga IGD shift malem.”

Princess mama sekarang punya mata panda ya karena keseringan begadang?”

Aku meringis. “Jelas punya, ma. Malah makin tebel, haha.”

“Padahal masih muda lho, kalah sama mama yang udah tua tapi menolak tua.”

Aku dan mama tertawa bersama. Tawa yang begitu lepas.

“Kayaknya betah banget di Bandung. Emang ada apa sih disana?”

Keningku berkerut. “Ya banyak, ma.”

“Kamu ga kangen mama kah? Ga pulang-pulang ke Tangerang. Princess mama udah jadi orang sibuk sekarang, mamanya sendiri di lupain. Mau jadi Malin Kundang versi cewek kah?” Nah, mulai juga dramanya.

“Engga lah, ma. Maunya Nara juga pulang secepatnya.”

“Pokoknya princess mama harus pulang dengan bawa gandengan. Mama ga terima alasan apapun. Titik.” Putusnya.

Dokter CintaWhere stories live. Discover now