CHAPTER 2

29 13 5
                                    

Chapter 2: Perang Dingin.

🐺

"Benar kalian keluargaku?" tanya Sabiru.

White mengangguk cepat. Jantung wanita itu terpacu cepat takut akan reaksi Sabiru.

"Bagaimana bisa ... maksudku, kenapa bisa aku adalah anak kalian sementara aku tinggal di rumah keluarga ini?" tanya Sabiru.

White membisu, membuat semua orang yang ada di sana ikut terdiam. Mereka rasanya bingung ingin menjawab seperti apa.

Black yang menyadari keheningan di sekitarnya lantas berkata, "Ceritanya panjang, sayang. Namun, Ayah harap kau akan menerima kami."

Sabiru menghembuskan napas panjang.

"Bilang saja jika kalian dulu membuangku, dan sekarang hendak memungutku kembali."

Black hanya tersenyum kecil mendengar sindiran putri bungsunya itu.

"Tidak begitu, Sabiru. Ayah hanya tidak ingin mengingat masa lalu," jawab Black.

Sabiru menatap Black dan White. "Lalu, kalian mau apa sekarang?" tanya Sabiru.

"Kami ingin kau kembali ke rumah kita, sayang," jawab White.

Sabiru terkekeh pelan, dan berkata, "Aku tidak akan kembali jika kalian tidak bercerita."

"Terserah dirimu. Jika kau tidak ingin dibawa secara baik-baik, maka kami akan membawamu secara paksa," imbuh Black.

Sabiru berdecak. "Tidak sopan," cemooh Sabiru. "Pergi kalian dari kamarku," sambungnya.

"Kau yang tidak sopan," sela Red.

Sabiru menatap Red dengan pandangan menilai. Cukup tampan, tetapi tidak sopan.

"Kau yang tidak sopan. Tidak diajak berbicara, tetapi menyela pembicaraan orang lain," gerutu Sabiru.

Red hendak membalas ucapan Sabiru. Namun, mendengar Black berdeham Red lantas mengunci mulutnya rapat-rapat.

"Kami akan keluar, tetapi besok kami akan menjemputmu. Persiapan barang yang ingin kau bawa," ujar Black.

Sabiru berdecak. Wajahnya memerah pertanda bahwa gadis berambut pirang itu sedang marah.

"Coba saja jika kau bisa melawan Ayahku," ejek Sabiru.

Black tersenyum kecil.

"Kita lihat saja besok."

🐺

Pagi-pagi sekali, Sabiru harus diganggu oleh satu keluarga yang mengaku sebagai keluarga aslinya. Rasanya Sabiru ingin membanting mereka satu persatu karena membangun Sabiru yang masih lelap di hari libur ini.

Sabiru menatap malas pada satu keluarga yang mengganggu tidur paginya. Bukan hanya Sabiru, satu keluarga itu juga merepotkan ayah dan ibu Sabiru. Ariel sampai-sampai membuatkan mereka sarapan yang berbahan dasar daging sapi. Satu keluarga itu benar-benar merepotkan.

"Sabiru, jangan menatap mereka dengan pandangan seperti itu, Nak," tutur Armand.

Sabiru menatap Armand dengan pandangan tidak terima. "Mereka mengganggu tidur pagiku, Ayah," ujarnya

SabiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang