34. Kontroversial

6.8K 1.2K 71
                                    


34. Kontroversial

Mereka berdua belum berada dalam tensi yang membahayakan ketika Adrian datang. Marina masih duduk dengan anggun, meskipun wajahnya sudah tidak menunjukkan kesan yang baik. Sedangkan Winka tampak cuek dan menatap wanita itu dengan begitu gagah berani.

Sungguh Adrian tidak paham kenapa Marina sampai nekat mendatangi Winka. Wanita itu tidak punya kuasa apa pun terhadap kakaknya. Marina juga harusnya paham kalau Winka bukan jenis manusia yang mudah untuk dipengaruhi. Winka Winata sebelas dua belas pintarnya dengan Bram Winata. Bahkan Galih yakin kalau IQ kakaknya jauh lebih tinggi ketimbang ayah mereka. Buktinya, gadis itu lebih pandai memilih pasangan hidup daripada Bram.

"Ma, ngapain?" Adrian agak lumayan panik.

Marina mendongak, menatap sang anak. "Jemput kamu."

"Aku belum mau pulang."

Galih menyusul dan mencoba mencerna situasi. Pria itu bertukar pandangan dengan Winka. Gadis itu memberi kode untuk menyimak saja. Lagipula, ini adalah waktu yang tepat bagi Adrian untuk berkomunikasi dengan ibunya.

"Mama bakal rawat kamu."

"Aku baik-baik aja di sini."

"Kamu jangan buat Mama jadi kayak orang jahat," pinta Marina. Mereka saling menatap "Pulang sama Mama!"

"Kenapa baru sekarang?"

"Mama pikir, kemarin kamu masih butuh waktu untuk menenangkan diri. Mama berusaha beri kamu ruang sendiri."

Marina tidak salah, tetapi Adrian sudah memutuskan. "Aku nggak bisa."

"Adrian!"

"Aku belum bisa." Pria itu mencoba menjelaskan. "Beberapa masalah terus berputar di kepalaku. Aku nggak bisa berhenti berpikir dan berusaha untuk memecahkannya. Berada di dekat Mama berpotensi memberiku keraguan tentang langkah-langkah yang harus aku ambil. Aku nggak boleh bias dalam menentukan pilihan."

"Tapi, kamu anak Mama. Mama nggak bisa biarin kamu pergi gitu aja dari hidup Mama."

Ada kekuatan ketika tangannya digenggam oleh Winka dan bahunya disentuh oleh Galih. Adrian tahu bahwa apa yang akan dia lakukan pasti menyakiti Marina. Adrian bukannya tidak tahu berterima kasih kepada wanita yang telah melahirkan dirinya, tetapi dia juga tidak bisa menyingkirkan hati nurani dan membutakan matanya begitu saja.

"Aku nggak ke mana-mana. Aku tetap dalam jangkauan Mama. Hanya saja, keinginan dan jalan yang kuambil berseberangan dengan Mama."

"Kamu mau tinggalin Mama?"

"Nggak." Adrian tentu tidak sampai hati. "Aku justru sedang cari jalan keluar supaya kita bisa sama-sama terus. Supaya kita bisa hidup berdampingan tanpa saling membenci dan menyakiti."

"Kamu nggak bisa begini ke Mama cuma gara-gara kamu lebih berpihak ke Winka."

"Mbak Winka nggak pernah menjadi sekedar 'cuma' dihidupku, Ma. Dia jauh lebih berharga daripada itu." Genggaman yang semakin kuat. "Mbak Winka adalah benang matahari pertama sebelum subuh. Dia adalah suara yang memanggilku buat pergi dari kesepian. Dia satu-satunya orang yang mengulurkan tangan ke aku dengan suka rela, padahal aku sumber kesakitan untuknya. Mbak Winka adalah 'segalanya'. Satu-satunya hal yang ingin kuperjuangkan," kata Adrian dengan sungguh-sungguh.

"Dia akan menikah dan nggak akan ada selamanya untuk kamu. Cuma Mama yang akan ada di sisi kamu."

"Mama pun nggak akan selamanya. Kita pasti akan berpisah. Lalu apa bedanya?"

"Kamu nggak boleh tega ke Mama."

"Justru karena aku nggak pernah tega." Adrian sungguh-sungguh menderita. "Karena aku menyaksikan sendiri bagaimana Mama menyakiti diri sendiri dan mengabaikan kesakitan Mama. Mama berusaha melempar kesalahan kepada orang lain untuk menutupi rasa bersalah dan juga berusaha menggunakan Juna untuk menyelamatkan Mama." Sebuah pukulan telak telah diberikan.

Win-Ka-WinWhere stories live. Discover now