[9] Bandung dan Yogyakarta

22 2 1
                                    

Tuhan, boleh tidak? Untuk sekali ini saja aku memenangi seseorang yang benar-benar aku cintai?

***

Setelah beberapa minggu dijalani dengan penuh pengayaan atau jam belajar tambahan di sekolah untuk mempersiapkan ujian, akhirnya hari yang dituju tiba. Besok hari Senin, hari di mana Ishara dan teman-teman lainnya memulai hari pertama ujian sekolah.

Malam ini seperti biasanya Ishara membuka buku untuk mempersiapkan lebih matang lagi menghadapi ujian esok hari. Ditemani dengan suara seorang gadis yang selalu menyemangatinya.

Iya, gadis itu memang lah Dineshcara. Dineshcara diam saja memperhatikan Ishara yang fokus belajar. Sesekali ia tersenyum tipis lantaran bisa memandangi wajah Ishara dari layar ponselnya, menemani kegiatan laki-laki itu juga merupakan wishlist Dineshcara yang tidak pernah ia sampaikan kepada siapapun termasuk Ishara sendiri.

Embusan napas pelan Dineshcara sudah cukup menandakan betapa senangnya ia malam ini. Bahkan, ia sendiri sudah tidak bisa berkata-kata lagi untuk mengungkapkan seberapa senang dan bahagianya ia sekarang.

Terlihat dari layar ponselnya bahwa Ishara menutup buku yang dipelajarinya. Laki-laki itu juga mengubah posisi duduknya menjadi lebih tegap. Menampilkan senyuman tipis kepada Dineshcara, lalu membereskan semua buku dan peralatan lainnya. Ia sudah cukup lelah membaca tulisan-tulisan dan mencoba memahami rumus. Untuk malam ini, ia cukupkan saja belajarnya.

"Belum ngantuk?" tanya Ishara setelah selesai memasukkan buku yang harus ia bawa ke dalam tas.

Dineshcara menggelengkan kepalanya. Ia tidak mungkin bisa mengantuk jika pemandangan yang dilihatnya seindah ini. Pernah tidak kamu membayangkan bisa memandangi wajah sosok yang kamu kagumi sejak lama di layar ponsel? Bukan melalui sesuatu yang dipostingnya, tapi untuk menemani kegiatannya. Bukankah itu sangat indah?

"Lo besok libur, 'kan?" tanya Ishara lagi. Memastikan benar atau tidak pengumuman yang disampaikan guru pada hari Jumat.

"Belajar di rumah, Kak," koreksi Dineshcara.

Ishara mengerutkan keningnya. "Emangnya kalau di rumah bakalan belajar?"

Dineshcara tertawa pelan. Benar juga. "Selagi gak ada tugas yang dikasih, aku sendiri sih malas buka buku, Kak. Jujur aja, aku mau menikmati hari yang katanya belajar di rumah ini."

"Belajar di rumah bahasa halusnya aja."

Dineshcara mengangguk lagi tanda setuju. Entah hanya perasaannya saja atau bagaimana, yang dikatakan Ishara selalu dirasa benar menurutnya. Bukan hanya malam ini, tapi hari-hari sebelumnya pun ia merasakannya.

"Oh ya, aku mau basa-basi dikit sama Kak Ishara," ujar gadis itu membuat Ishara menaikkan satu alisnya.

"Basa-basi apa?"

Dineshcara mencoba menyusun kalimat di kepalanya sebelum ia ucapkan kepada Ishara yang sudah menunggunya akan mengatakan apa. Berulang kali ia merevisi susunan kalimat yang menurutnya cukup aneh sampai akhirnya ia menemukan kalimat yang tepat.

"Kak Ishara," panggil Dineshcara dengan suara pelan.

"Iya?"

"Buat ujian hari pertamanya, semangat ya. Semoga lancar dan dimudahkan. Aku yakin Kak Ishara pasti bisa kerjain semuanya dengan baik," ungkap Dineshcara.

Ishara terkekeh pelan. Ternyata ini basa-basi yang dimaksud oleh Dineshcara. Menyemangatinya? Sungguh?

"Semoga hasilnya juga memuaskan. Kalaupun gak sesuai sama ekspektasi Kak Ishara, setidaknya Kak Ishara udah coba lakuin yang terbaik."

Prolog Tanpa EpilogWhere stories live. Discover now