20. Lily

114 23 6
                                    

London, kota metropolitan dengan sejuta pesona. Memiliki keindahan alam serta pariwisata yang mumpuni, menjadi daya tarik tersendiri bagi Ibu Kota Britania Raya ini.

Di tengah sejuknya cuaca sore London, seorang gadis cantik tengah duduk termenung di sebuah taman rumah sakit yang indah. Aera duduk di atas kursi roda dengan Jimin yang tak pernah lepas dari sisinya. Sejak Jimin tiba di London, ia rela meninggalkan beberapa pekerjaannya demi menemani gadis terkasihnya.

Senyuman terpatri di wajah cantik sang gadis kala ia tengah menikmati seburat jingga yang menghiasi samudera angkasa. Rona kemerahan itu muncul menandakan akan terjadi pergantian dari terang menjadi gelap.

"Oppa, lihatlah! Langitnya indah sekali," pekik kekaguman sang gadis sembari menunjuk langit di depannya.

Sebuah sandyakala terbentang indah di luasan langit sore. Sungguh keindahan yang dapat memanjakan mata siapapun yang melihatnya.

"Benar. Cantik sekali, seperti dirimu," Jimin berujar  di selingi dengan rayuan untuk sang gadis.

"Ck.. berhenti menggoda ku, Oppa!" Aera berdecak sebal, namun siapa sangka wajahnya memerah tak bisa ia kondisikan.

Jimin terkekeh samar, "Aku berkata apa adanya."

Bagi Jimin, entah ini keberuntungan atau bagaimana, namun dengan kondisi Aera saat ini, ia bahagia sebab dirinya bisa lebih dekat dengan sang gadis. Jimin sangat memanfaatkan kondisi Aera untuk membuat Aera selalu berada di dekatnya. Ia dengan sepenuh hati memberikan perhatian-perhatian kecil untuk Aera dengan harapan Aera bisa luluh padanya.

"Oppa, kenapa kita bisa di jodohkan?" Aera bertanya penasaran.

"Sebab perjanjian kedua orang tua kita, Ra-ya, tapi di samping itu, aku pun sangat mencintai mu."

"Aku sangat terkejut jika selama ini ternyata aku telah di jodohkan."

"Kenapa? Kau tak ingin?" Jimin bertanya seraya menaikkan sebelah alisnya. Ia menunggu jawaban Aera dengan takut-takut

"Entahlah, Oppa. Sejujurnya aku hanya ingin cepat pulih, aku ingin kembali mengingat semuanya."

Bukan tanpa alasan, namun Aera merasa ketika berdekatan dengan Jimin, ia merasa seperti ada perasaan yang bertentangan dengan apa yang ia lakukan. Ia merasa hanya ingin berjauhan dengan sang pria. Namun, Aera mengabaikannya, ia hanya menganggap kedekatannya dengan Jimin ini sebagai salah satu cara untuk memulihkan ingatannya.

"Pelan-pelan saja, kau pasti sembuh."

Entah apa yang tengah di rasakan oleh Jimin saat ini. Perasaan tidak karuan muncul dalam benaknya. Jimin menginginkan Aera sembuh, namun ada sedikit rasa takut jika nantinya Aera benar-benar pulih dari amnesianya.

"Aku ingin kembali berkuliah, Oppa, tapi sepertinya Appa belum mengizinkan ku," ucap Aera dengan menampakkan ekspresi kecewanya, "padahal dokter bilang, itu bisa sebagai salah satu cara untuk terapi ku." imbuhnya.

"Coba biar aku bantu untuk berbicara dengan Paman Shin. Apa kau ingin kembali ke Seoul?"

"Tentu saja! Kehidupan ku kan memang di sana, Oppa."

Jimin mengulum bibirnya. Terbesit rasa takut di benaknya jika nantinya Aera harus kembali ke Seoul. Ia takut Aera akan bertemu Yoongi yang dapat membuat sang gadis mengingat Yoongi kembali.

"Kita kembali ke kamar, oke?"

Tanpa menunggu jawaban dari Aera, Jimin segera mendorong kursi roda Aera guna kembali ke kamar rawat sang gadis. Hari mulai berubah menjadi gelap, di tandai dengan rona jingga yang mulai pudar. Mentari perlahan tenggelam, mengistirahatkan dirinya sejenak dan akan berganti tugas dengan sang rembulan.

FATED || MYGWhere stories live. Discover now