Dalam Diam

11 2 0
                                    

"Sampai detik ini setidaknya aku tahu bagaimana rasanya mencintai dalam diam, memendam perasaan rindu sendirian. Terkadang memendam adalah pilihan satu-satunya agar semua terlihat baik-baik saja. Aku tau bahwa memendam rasa kepadamu begitu sulit dan menyakitkan, tapu mengapa hatiku enggan menyerah hingga detik ini."

*
*
*

Perempuan itu menatap indahnya pesona dunia disekitarnya. Bulir tasbih terus bergulir dalam indahnya jemarinya kala hatinya tak berhenti mengucapkan dzikir dan shalawat. Tatapan tajamnya aliran air yang terus mengalir diantara indahnya peradaban yang ada. Sesekali ia menatap indahnya langit dengan sejuta pesona yang menghiasinya, beberapa burung nampak terbang dengan begitu tenangnya di udara kosong di antara gumpalan awan yang nampak seperti permen kapas yang sering ia makan kala ia masih kecil. Hembusan angin ini tak sama seperti yang biasa ia rasakan, tapi, rasa syukurnya kepada Tuhan masih sama.

"Assalamualaikum," sapa seorang teman yang sudah lama tak ia jumpai.

"Waalaikumsalam," balasnya.

"Masyaallah, sudah lama kita tidak bertemu?"

Perempuan itu mengangguk pelan dengan senyuman hangat nan teduh yang mampu menenangkan hati sang sahabat.

"Kapan kamu akan pergi lagi?" tanyanya.

"Besok insyaallah."

"Jadi, kenapa memintaku bertemu di sini?" tambah sang teman saat menatap sosok perempuan itu dengan segala pesona indahnya.

"Pernah mendengar kisah cinta Hafsah binti Umar dengan Rasulullah?"

"Sayyidah Hafsah Radhiyallahu anha pernah mendapatkan talak 1 dari Rasulullah karena kecemburuannya dengan seorang perempuan bernama Mariyah Al-Qibtiyah, namun diamnya beliau mengundang jibril untuk turun dan membawa perintah dari Allah agar Rasulullah kembali merujuk sayyidah Hafsah karena beliau adalah ahli puasa dan qiyamullail dan beliau merupakan istri mulia Rasulullah di surga kelak."

"Benar."

"Kenapa kamu tiba-tiba menanyakan hal itu?"

"Aku hanya menanyakan sesuatu yang bisa merefleksikan seseorang."

"Tentang siapa? Hafsah binti Umar?"

Perempuan itu tersenyum teduh. Matanya menatap tajam bentangan sungai di hadapannya dengan beberapa dedaunan yang terhanyut di atasnya. Sesekali ia menunduk dan menatap pantulan dirinya di air.

"Tak ada siapa pun yang bisa seperti beliau, hanya saja diriku segan kepada beliau yang terpilih menjadi Ummahatul Mukminin yang menyimpan mushaf Al-Qur'an yang dikumpulkan dari para sahabat padahal ada Aisyah di sana."

"Beliau wanita yang mulia."

"Kisah mereka benar-benar sangat indah."

"Jadi," perempuan itu menoleh dan menghadap sang sahabat dengan senyuman yang merekah. "Akankah kita bisa merasakan kisah indah sebagaimana kisah mereka?"

"Kenapa tidak bisa?"

"Entahlah, bukan kah semuanya tergantung bagaimana pasangan kita?"

"Kamu sedang menyukai seseorang?"

"Tidak ada yang mengetahui isi hati seseorang, bahkan orang itu sendiri. Tidak ada yang tau bagaimana perasaan itu berlabuh. Hanya Sang Pencipta yang memahami artinya."

She Is not CleopatraWhere stories live. Discover now