6

597 78 7
                                    

Jeno termenung diam, matanya menatap hamparan rumput luas dengan pandangan yang sulit di artikan.

Langit sudah mulai gelap, menandakan bahwa hampir cukup lama dirinya berada di tempat yang sudah ia coba jauhi ini.

Makin gelap suasana langitnya, semakin gelisah hatinya pula.

Jaehyun akan segera pulang, anggota keluarga nya yang lain pun juga.

Apa kata pertama yang akan ia ucapkan nantinya? Bagaimana cara menjelaskan kepada mereka, bahwa ia bukanlah Lee Jeno atau lebih tepatnya Jung Jeno.

Dirinya bukanlah seorang yang akan dengan mudah terbiasa dengan adanya anggota keluarga di sekelilingnya.

Hidupnya selama ini hanya terisi teman teman geng nya yang hanya sekedar sebagai adik ataupun kakak.

Peran ibu, ayah, atau lainnya. Jeno sama sekali tidak ingat bagaimana rasanya mendapati dampak dari peran mereka, ia bahkan tidak terlalu tau peran orang tua terhadap anaknya seperti apa.

Tak pernah ada satupun bayang dirinya menjadi anak kesayangan, anak yang di perhatikan oleh orang tua serta sanak saudara.

Jeno tidak pernah membayangkan hal itu. Karna dirinya terlalu sadar, rasanya itu semua terlalu mustahil untuk di gapainya.

Kalau ia mencoba untuk membayangkannya, sama saja ia memberi sakit pada dirinya sendiri.

Karna nantinya ia akan hidup diiringi bayang bayang ke haluannya yang ingin hidup di sebuah keluarga penuh kasih sayang yang selalu menjadi idaman setiap orang.

Dan berakhir hancur karna tersadar sampai matipun ia tak akan pernah merasakan secara nyata semua ke haluannya itu.

Mungkin di kehidupannya ini ia bisa merealisasikan bayangannya untuk hidup di sebuah keluarga.

Tapi, keluarga si tubuh yang ia tempati tak suka pada si pemilik tubuh. Walau jiwa tubuh ini sudah terisi olehnya, tidak ada kemungkinan besar kalau nantinya kehadiran nya akan di terima dengan baik.

Jeno benar benar takut sekarang.

Takut yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.

Takut untuk hidup di sebuah keluarga, takut yang benar benar tidak pernah terbayangkan oleh sosok tak berkeluarga sepertinya.

Ayah?

Ibu?

Nenek?

Kakek?

Sepupu?

Om, tante?

"Jen!"

Jeno terlonjak dari duduk nya saat teriakan melengking Renjun mengagetkannya.

"Yang lain udah pada ngumpul, ayo cepetan." Renjun mendekat ke arah Jeno.

"Jen?" Panggil Renjun karna tak kunjung dapat jawaban dari sosok yang di panggil.

Renjun mengambil duduk di sebelah Jeno, matanya dapat dengan cepat menangkap raut kerisauan yang tanpa sadar Jeno tampilkan.

"Keluarga tuh gimana? Enak gak punya orangtua? Renjun, punya saudara itu menyeramkan gak sih?"

Renjun terdiam mendengar pertanyaan tak terduga dari Jeno.

"Rasa takutnya tuh beda, Ren. Ketika gua mau ngehadepin musuh musuh gua, gak pernah rasanya gua ngerasa takut kaya gini."

"Ini beda, rasanya beda banget."

"Apa mereka bakal lebih seram di banding musuh musuh gua dulu?"

"Renjun, gua lupa rasanya. Semuanya."

Jeno menatap Renjun lekat.

Obsidian milik Jeno menatap telak Renjun. Buat pemuda rubah itu hanya bisa terdiam.

***

"Beneran bukan Jeno yang gua kenal ternyata."

Renjun masih belum berpindah dari tempatnya duduk.

Sedangkan Jeno sudah pergi sedari tadi untuk pergi ke kamarnya.

"Segitu takutnya dia sama yang namanya keluarga."

Renjun bangkit dari duduknya, berjalan memasuki mansion dan langsung menuju rung tengah.

Dari kejauhan netra nya dapat menangkap presensi kehadiran teman temannya.

Tapi matanya tak hentinya juga mengecek pintu kamar Jeno yang dari lantai bawah sudah terlihat.

Dirinya heran, selama ini ia sama sekali tidak pernah memperdulikan Jeno.

Tapi kekhawatiran bocah itu sekarang dapat membuatnya merasa khawatir juga.

Apa karna dia bukan lagi Jeno yang ia tau?

Buatnya memang ada perbedaan, dari mulai perilaku, gaya bicara, dan juga sorot matanya.

"Jen, semuanya masih punya rasa benci ke lu."

"Begitupun gua."

***

Jeno tau sangat apa penyebab Jung Jeno mengubah marganya menjadi Lee.

Karna keluarganya.

Lebih tepatnya, semua perilaku keluarga nya terhadap sosok Jung Jeno.

Seperti yang akan dihadapi Lee Jeno sekarang.

Saat dirinya hampir tertidur dikamar tadi, tubuhnya sudah lebih dulu di tarik paksa.

Apa dirinya kaget?

YAIYALAH!

Rasanya Jeno ingin langsung menghajar orang yang seenaknya menarik tubuhnya dengan kasar.

Suara gaduh lantai bawah yang sempat terdengar olehnya seketika jadi hening saat sosoknya mulai tertangkap oleh netra mereka

Jeno hanya bisa menahan nafasnya sekarang.

"Halo, neraka." Gumam Jeno pelan, saat pandangan nya tanpa di sengaja bersitatap dengan seseorang yang menatapnya dengan tajam.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 16 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

UNTITLEDWhere stories live. Discover now