#11 · Badai

151 33 15
                                    




🖤🖤🖤



Suasana hening di sebuah lorong rumah sakit saat malam hari, nampaknya tidak membuat Ji Ran takut untuk duduk sendirian di sebuah bangku panjang yang tersedia di sana. Entah sudah berapa kali ia menghela napas panjang bahkan entah sudah berapa kali ia menangis sendirian hingga matanya bengkak—setelah sore tadi dokter yang memeriksa kondisi Nami menyampaikan secara mendetail kepada Ji Ran mengenai keadaan putri kecilnya.

Setelah diperiksa lebih lanjut. . ternyata putri anda mengidap kelainan motilitas gastrointestinal di mana terjadi masalah pada saraf atau otot usus sehingga menghalangi makanan, cairan, dan udara bergerak melalui lambung dan usus.”

“..Seiring berjalanannya waktu—anak anda akan kekurangan gizi karena saluran pencernaannya tidak bisa menyerap nutrisi dari makanan.”

Mendengar penjelasan tersebut, Ji Ran merasa seperti ditampar dengan keras. Bagaimana mungkin putrinya yang masih kecil sudah mengidap penyakit seperti itu?

Saat memikirkan semua itu, Ji Ran tidak kuasa menahan air matanya. Ia kembali terisak sendirian sambil memukul pelan dadanya yang terasa sakit. Membayangkan bagaimana menderitanya Nami atas penyakitnya itu—membuat Ji Ran ingin sekali merayu Tuhan agar dia saja yang menanggung penyakit itu, jangan putrinya.

*

“Ji.”

Suara lembut dari ibu Namjoon berhasil menyadarkan Ji Ran dari lamunannya.

“Ibu.” sahut Ji Ran yang sedetik kemudian memeluk ibu mertuanya dan menangis tersedu-sedu. Ibu Namjoon pun ikut menangis bersama Ji Ran bahkan Kyung Min adik perempuan Namjoon pun ikut menangis bersama mereka.

“Bagaimana kondisi Nami?” tanya sang mertua. Ji Ran hanya menggeleng lemah lalu menyerahkan surat diagnosa yang diberikan dokter tadi sore padanya.

“Namjoon sudah tahu?”

Ji Ran kembali menggeleng dan menjawab, “Aku sudah menelponnya beberapa kali tapi tidak dijawab.”

Aish! Anak itu.”

Ji Ran menghela napas panjang lalu mengajak ibu mertua dan adik iparnya masuk ke dalam ruangan di mana Nami sedang dirawat di sana.

Aigoo, cucuku.” ucap ibu Namjoon sambil menghampiri cucu satu-satunya yang terbaring lemah di atas ranjang dengan infus yang terpasang di pergelangan tangannya.

Dengan lembut ibu Namjoon mengusap kepala Nami lalu mengecup kening cucunya itu dengan lembut, “Nami anak kuat. Nami pasti sembuh.”

Di sisi lain Kyung Min mendekati Ji Ran lalu merangkul kakak iparnya itu, “Eonnie harus kuat. Nami pasti segera pulih kembali.”

“Heum, gomawo Kyung Min-ah.”

*

Beberapa jam setelah itu, Ji Ran pun menyuruh ibu mertua dan adik iparnya untuk beristirahat di hotel karena mereka pasti lelah setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh.

Kini tersisalah Ji Ran sendirian menjaga Nami yang tampak sangat lemah.

“Mama.”

“Ya sayang?”

Dengan susah payah Nami menjawab sambil menahan sakit di perutnya, “Nami rindu papa.”

Ji Ran diam sejenak lalu tersenyum dan menyahut, “Sebentar mama telepon papa.”

Nami hanya mengangguk lalu membiarkan Ji Ran menjauh dari sana untuk menelpon Namjoon.

Cukup lama Ji Ran menghubungi suaminya itu namun tidak kunjung dijawab oleh Namjoon. . . sampai pada panggilan ke lima barulah panggilan itu dijawab.

“Halo.”

Ji Ran seketika tersentak lantaran suara yang menjawab diseberang sana adalah suara wanita yang sama seperti suara yang menjawab panggilan Ji Ran kemarin pagi.

“Halo.” sapa suara itu lagi. Segera Ji Ran tersadar dan menyahut, “Halo.”

“Ini siapa?”

Mwo? Harusnya aku yang bertanya kau siapa? Kenapa kau yang menjawab panggilan di ponsel suamiku?”

Seketika juga wanita itu terdiam tak menjawab.

“Halo.” ucap Ji Ran lagi karena tak mendapat respon apa-apa dari seberang sana.

Ji Ran hendak bertanya sekali lagi identitas wanita itu namun tiba-tiba wanita itu berkata dengan suara pelan namun masih bisa di dengar oleh Ji Ran

“Sayang, istrimu menelpon.”






• To Be Continue •


• To Be Continue •

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Keluarga Cemara ✔️Where stories live. Discover now