CHAPTER 8

9.4K 840 13
                                    

Setelah menghadiri rapat tim basket, Zayyan menuju parkiran untuk kembali ke mansion, apa lagi hari ini ia tidak mempunyai agenda lain.

Saat ia tiba di parkiran, tubuhnya mendadak kaku, ia baru sadar bahwa tadi ia berpesan pada sang adik bahwa mereka akan pulang bersama, namun di mana adiknya itu, apa lagi tas milik Rayyan yang masih berada di atas jok motornya.

Pantas saja saat rapat tengah berlangsung ia seperti melupakan sesuatu, ternyata ia melupakan janjinya pada sang adik, Zayyan jadi merasa bersalah.

Ia mengambil ponsel yang berada di sakunya, lalu memencet nomor sang adik untuk di hubungi, namun sayang, nomor sang adik tidak dapat di hubungi, alhasil ia memutuskan mencari keberadaan sang adik di sekolah, siapa tahu adiknya masih berada di sini, apa lagi adiknya tidak mungkin melupakan tas sekolahnya.

Zayyan mencari ke penjuru sekolah, tidak ada yang bisa membantunya, karena tadi ia murid terakhir yang meninggalkan ruang tapat, ingin menghubungi kedua orang tuanya guna menanyakan keberadaan sang adik, namun ia takut kena marah oleh orang tuanya, jadi mau tidak mau ia harus mencari keberadaan sang adik seorang diri.

Ia mencari di tempat-tempat yang biasa di kunjungi oleh sang adik, baik itu taman belakang, ruang kelas, bahkan toilet tempat biasa adiknya berada di sana, kadang Zayyan heran, kenapa di antara semua tempat di sekolah, adiknya itu lebih memilih toilet tempat di mana kotoran manusia di buang.

Zayyan tidak menemukan keberadaan sang adik dimana pun, apa lagi hari mulai sore dan pintu gerbang akan segera si tutup, hanya ada satu tempat sekarang yang masih belum ia kunjungi, yaitu gudang sekolah, namun tempat itu tidak mungkin akan di kunjungi sang adik jika tidak ada yang mengajaknya pergi kesana.

Tidak ada salahnya mengecek, jadi Zayyan pergi kesana guna memastikan adiknya tidak berada di sana dan berdoa semoga sang adik berada di Mansion, jika tidak, mungkin Zayyan tidak akan memaafkan dirinya karenaa telah lalai sebagai kakak.

Saat Zayyan hendak membuka pintu gudang, ia sedikit mendengar suara seseorang di dalam sana, namun pintu gudang itu terkunci, jadi ia ingin memastikan bahwa tidak ada orang di dalam sana.

"RAY?" panggil Zayyan lantang.

Berulang kali ia memanggil nama sang adik, sayup-sayup ia mendengar orang meminta tolong di dalam.

Zayyan berusaha membuka pintu, ia sedikit kesulitan karena pintu gudang yang terkunci, ingin meminta tolong pada penjaga namun itu lebih memakan banyak waktu, alhasil ia memilih mendobrak pintu itu dengan sekuat tenaga.

Berulang kali ia mencoba membukanya, dan saat percobaan terakhir, pintu gudang telah berhasil ia buka.

Karena keadaan ruangan gudang yang gelap, Zayyan menghidupkan senter di ponselnya, lalu mendekati sumber suara.

Saat cahaya senter di arahkan ke asal suara tersebut, rasa bersalah Zayyan semakin besar, ia melihat keadaan adiknya yang begitu kacau, apa lagi mata adiknya yang bengkak seperti telah lama menangis.

"Apa yang terjadi?"

"Kenapa kamu berada di sini?"

"Siapa yang melakukan ini padamu?" Pertanyaan beruntun itu Zayyan layangkan pada sang adik.

"KATAKAN SIAPA SIALAN?!" Marahnya karena sang adik tak kunjung menjawab.

"Ti tidak ada, ak aku hanya terkunci sendiri di sini." Jawab Rayyan setelah lama diam.

"JANGAN BOHONG, KATAKAN SIAPA BAJINGAN ITU HAH?" teriaknya di hadapan sang adik.

"TIDAK ADA SIAPA-SIAPA, KENAPA KAKAK SELALU MERAGUKAN UCAPANKU HAH?" teriak Rayyan, sepasang matanya meneteskan air mata.

"APA SALAHKU?, KENAPA KAKAK SELALU MENYALAHKANKU SEOLAH-OLAH AKU YANG MEMANG SALAH SELAMA INI!" luap Rayyan, ia tidak bisa lagi menahan emosi di hatinya.

Zayyan terpaku, baru kali ini ia melihat adiknya berteriak di hadapannya, seingatnya adiknya tidak pernah meninggikan suara untuk orang yang lebih tua.

Zayyan menghampiri sang adik, lalu memeluknya, " maafkan aku...." ucapnya.

Rayyan terdiam, 'kenapa baru sekarang? Zayyan meminta maaf setelah adiknya telah meninggalkan dunia ini?' Tanya Rayyan dalam hati, ia jadi mengerti alasan kenapa Rayyan asli bersikap seperti itu.

Rayyan tidak menjawab ucapan Zayyan, ia berusaha melepas dekapan sang kakak.

"Lebih baik kita pulang hem?!" Ajak Zayyan, ia melepas pelukannya pada sang adik, lalu menggandengnya keluar.

Dalam perjalanan pulang, Zayyan memperhatikan sang adik dari kaca spion motornya, adiknya itu terlihat menangis dan menghapus air matanya sesekali, tidak ada percakapan karena keterdiaman Rayyan.

.
.
.
.

Dian berjalan mondar mandir di ruang tengah, ia khawatir, padahal sudah sore hari, namun kedua anaknya tak kunjung datang, apa lagi tadi Rayyan berpesan bahwa ia akan pulang dengan sang kakak.

Pikiran negatif memenuhi kepalanya, bagaimana jika Zayyan menyakiti Rayyan, apa lagi selama ini yang ia ketahui bahwa Zayyan selalu mencelakai adiknya sendiri.

Sebenarnya tadi ia tidak mempercayai ucapan sang anak, namun jika ia menolak, maka raut bahagia dari Rayyan akan hilang.

Suara deru motor mulai terdengar memasuki halaman mansion, setelah Dian mendengar suara itu, ia bergegas menuju pintu.

Sesaat setelah pintu mansion tebuka, suara tamparan keras terdengar, disana ada Dian yang sejak tadi menunggu kedatangan kedua putranya dengan cemas.

"Habis dari mana?, kenapa baru pulang?, kau apakan lagi adikmu?" Tanya Dian beruntun, apa lagi saat ia melihat wajah Rayyan seperti habis menangis.

"Bun tadi aku....

"Mau alasan apa lagi kamu Zay? Bukan kah sudah cukup selama ini kamu menyakiti adik kandungmu sendiri Zay? Sebenarnya apa alasan kamu melakukan semua ini? Jawab bunda" Potong Dian murka, tangannya mulai terangkat untuk menampar Zayyan, namun di cegah oleh Rayyan.

"BUNDA HENTIKAN!" Teriak Rayyan karena mulai jengah dengan semua yang terjadi.

"Kenapa kamu berteriak hm?" Tanya Dian melembut.

"Bukan kakak yang selama ini melakukannya, bukan kakak yang jahat padaku!" Ucap Rayyan.

"Apa maksudmu?" Tanya sang bunda bingung.

"Selama ini aku telah berbohong pada kalian, bukan kakak yang jahat padaku, aku yang telah jahat pada kakak, aku yang jahat bunda" Jelas Rayyan seraya menunjuk dirinya sendiri.

"Apa alasannya?" Tanya Dian yang mulai mengerti apa maksud dari sang putra.

"Karena aku membencinya..... karena kakak sehat dan aku yang penyakitan, aku sangat membenci fakta itu....." ucap Rayyan sembari menitihkan air mata, lalu beranjak dari sana.

Dian dan Zayyan terpaku atas alasan yang di ucapkan oleh Rayyan, padahal dulu Rayyan bersikap seperti menerima takdir yang telah tuhan berikan padanya, jadi kenapa Rayyan baru bersikap seperti ini sekarang? Mereka bertanya-tanya dalam hati.

Namun sesungguhnya bukan itu alasan sebenarnya, Rayyan hanya berusaha menutupi suatu rahasia yang sampai kapan pun semua orang tidak berhak untuk mengetahuinya.







Double up....🫵🏻🤣

Vote and coment juseyo....

the twins sick figure (END) Donde viven las historias. Descúbrelo ahora