24. Mencari Pengharapan

30 4 0
                                    

"Nama tokoh, tempat kejadian, konflik ataupun cerita adalah fiktif

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Nama tokoh, tempat kejadian, konflik ataupun cerita adalah fiktif. Jika terjadi kesamaan itu adalah kebetulan semata, tidak ada unsur kesengajaan."

©Story of 'Waktu dan Takdir' by @IraKarrella

.
.
.
.
.

.

Aku mencari pengharapan Allah dengan belajar mengikhlaskan segala hal yang tidak dapat aku raih. Pada takdir-Nya yang kemudian membuatku sadar, jika hatiku memang terlalu rapuh tanpa kehadiran-Nya.

***

"Fa, kamu beneran mau nyusul orang tua kamu ke luar negeri dan tinggal di sana? Untuk beberapa waktu yang kamu sendiri nggak bisa prediksi sampai berapa lama?"

Hanifa yang baru mengeluarkan koper hitam besar miliknya dari dalam lemari menoleh sekilas pada Ririn lalu meletakkan koper tadi ke atas ranjangnya.

"Kamu mikirnya pasti aku melarikan diri dari masalah, ya?" tanya Hanifa, membuat Ririn menggeleng kuat, yang pada akhirnya dibalas oleh tawa kecil.

"Nggak apa-apa, karena mungkin itu benar. Aku pasti terlihat pengecut di mata kamu sekarang, kan, Ri?"

"Hanifa—"

"Aku nggak menentang itu, beneran. Aku memang manusia pengecut yang selalu lari dari masalah. Tapi untuk kali ini, entah kenapa aku yakin gak akan menyesalinya, Ri."

Ririn terdiam, tak menyela apapun.

"Karena aku sadar, memang nggak ada lagi yang mau aku harapkan di sini. Tapi banyak yang aku cintai! Dan aku nggak mau karena besarnya cinta yang aku punya, buat aku jadi mikir kalau itu akan selamanya. Tanpa ngeliat kalau ada takdir-Nya selalu lebih baik." Hanifa menghela napas panjang. Lega mengucapkan kalimat sepanjang itu.

Ririn yang tadi tak berani mengucap satu katapun, tersenyum tipis. "Tapi kamu bakal balik, kan?"

"Pasti!" kata Hanifa dengan kesungguhan. "Aku bakal balik lagi, nggak akan mampu untuk selamanya meninggalkan tempat yang buat banyak cerita indah dalam hidup aku. Setelah semuanya selesai, aku balik Insyaa Allah."

"Aku hanya ingin memperbaiki diri, niat, dan kesalahan besar yang udah aku buat," sambung Hanifa lagi dengan seulas senyum. Ririn menatapnya datar. Namun, detik setelahnya dia membalas senyum Hanifa lalu mengangguk-anggukkan kepala mengerti.

"Yaudah. Kalau kamu rasa itu yang terbaik, sebagai seorang sahabat, aku cuma mampu untuk support dan berdoa selalu. Semoga kamu dalam lindungan Allah Ta'ala."

"Aamiin ..." Tak terasa, mata Hanifa berembun. Dia memeluk tubuh Ririn dan menangis di sana. Mengingat lagi yang terjadi tempo hari saat Ririn mengetahui tentang keputusannya.

Waktu, dan TakdirWhere stories live. Discover now