25. Untuk Segala Harapan

34 3 0
                                    

"Nama tokoh, tempat kejadian, konflik ataupun cerita adalah fiktif

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nama tokoh, tempat kejadian, konflik ataupun cerita adalah fiktif. Jika terjadi kesamaan itu adalah kebetulan semata, tidak ada unsur kesengajaan."

©Story of 'Waktu dan Takdir' by @IraKarrella

.
.
.
.
.

.

Pada setiap harapan pada Allah, aku ingin menjalaninya dengan lapang dada.

***

Hamzah berjalan gontai menuju ke suatu tempat yang mungkin membuatnya menemukan jawaban lebih jelas tentang mengapa Hanifa mengambil keputusan sebesar ini. Karena selain dirinya, ada seseorang yang juga sangat berpotensi menyebabkan luka pada perempuan itu jauh lebih besar, kan?

Hamzah tidak mencari pembenaran atas dirinya, ia mengakui turut andil dalam semua situasi rumit yang dialami oleh perempuan itu. Namun, apa salah jika ia ingin mengetahui lebih banyak tentang luka yang ada pada hatinya?

Sungguh, saat pertama kali memutuskan untuk sekadar bertemu dan meminta maaf, Hamzah dikejutkan dengan penuturan Ati dan satpam rumah keluarga Fajar yang mengatakan jika Hanifa telah sempurna mengudara menuju luar negeri kemarin malam. Hatinya mulai menghadirkan kekhawatiran, menyalahkan diri sendiri.

Lagipula, sebagian besar ini memang salahnya, kan?

"Aku egois, ya, Fa?" Dia bergumam dengan kekehan ringan setelahnya. Begitu tiba di depan lorong rumah sakit, mata Hamzah menyapu sekitar dan tak sengaja menemukan seseorang yang dicari, pada lelaki yang pernah membuatnya ingin menyerah pada rasa yang telah hadir sejak pertama kali mengenal lebih dalam Hanifa.

Menghela napas panjang, Hamzah lalu mengambil langkah lebar menghampiri lelaki itu.

"Bang Zahdan?" panggilnya, Zahdan membalikkan badan, menatap Hamzah dengan kerutan tercetak samar di dahi.

"Maaf, siapa?" Bukan Zahdan yang berucap, tetapi seorang perempuan yang baru Hamzah sadari juga ada di sana. Hamzah terdiam memperhatikannya dari atas sampai bawah.

Hingga, raut wajah risih perempuan itu menyadarkannya.

"Bisa saya bicara sebentar sama Abang?" tanya Hamzah pada Zahdan.

"Soal apa? Dan maaf ... kamu siapa?" Zahdan balik bertanya yang membuat Hamzah meneguk ludah kasar.

Sungguh apa benar Zahdan tidak mengingatnya? Padahal saat kejadian berdarah itu, mata Zahdan sesekali fokus padanya yang kala itu berada persis di samping Hanifa.

Waktu, dan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang