Chapter 1

1.8K 73 2
                                    

Mama udah pulang dari rumah sakit. Sekarang lagi istirahat di rumah. Lo gak usah khawatir.

Kinara menggigit bibirnya sambil menatap layar ponsel. Tak peduli seberapa ramai kondisi Light Cafe malam ini, Kinara hanya diam berdiri di lokernya. Punggungnya bersender di dinding, pikirannya masih berisik. Ini bukan perkara ibunya, karena dokter sudah menyatakan kondisinya baik-baik saja. Namun, ini tentang apa yang orang tuanya bicarakan sebelumnya.

“Ra, lo yang megang lantai atas, kan? Bentar lagi acaranya mau dimulai. Semangat, ya!” ujar Feby menepuk-nepuk bahu Kinara. Wanita itu hanya tersenyum simpul, sambil melangkahkan kakinya menuju loker. Waktu istirahatnya telah usai, dan dia harus bersiap untuk menangani acara kantor yang diadakan di lantai dua kafe ini.

“Kok lo jadi nyuruh gue buat nikah sih? Harusnya tuh lo, Kak. Inget umur lo udah berapa?”

 

“Va, maksud gue gak gitu. Lo kan udah punya pacar dan kalian juga udah pacaran lama. Kenapa gak diseriusin aja? Please, ini demi Mama sama Papa. Lo gak liat –“

 

“Kalau lo peduli sama mereka harusnya tuh lo yang bergerak, Kak. Lo gak sadar atau pura-pura bego sih? Yang bikin mereka khawatir tuh lo. Gue udah punya segalanya, karir, pasangan, sosial. Lo? Umur segini Cuma jadi pelayan kafe, pacar aja gak punya!”

Kinara menutup lokernya dengan kesal. Dia memakai kembali celemek sepinggang khusus pelayan Light Cafe. Mungkin dia memang marah dengan perkataan adiknya tadi pagi. Namun, jika Kinara pikirkan kembali, semua itu benar. Wajar jika orang tuanya masih sangat mengkhawatirkan dirinya, meski usia anak gadis sulung mereka ini sudah menginjak 27 tahun.

Kinara memaksakan senyumnya ketika dirinya sudah berada di lantai dua untuk melayani tamu-tamu yang datang. Tak peduli seruwet apa pikirannya saat ini, Kinara harus melakukan tugasnya sebagai pelayan yang penuh semangat dan ramah. Walaupun, kadang-kadang dia juga tak bisa mengontrol diri sendiri.

Karena malam ini adalah acara yang sudah dipesan, maka menu yang disajikan pun sudah ditentukan. Kinara dan teman-temannya hanya perlu mengantarkan dan berjaga-jaga jika ada tamu yang meminta sesuatu pada mereka.

“Ra, liat deh. Cowok-cowok kantoran gini keren, ya? Coba aja cowok gue staf kantoran juga,” bisik salah satu rekan Kinara yang berjaga bersamanya.

Kinara yang awalnya sedang memerhatikan layar proyektor di salah satu sisi dinding, seketika mengedarkan pandangannya ke sekitar. Melihat para staf kantor yang kebanyakan pria bersetelan jas rapi. Terlihat sopan dan berwibawa. Namun, Kinara sama sekali tak tertarik. Khususnya, untuk menjalin hubungan dengan pria. Mereka licik, manipulatif, dan selalu memandang rendah perempuan.

“Tolong, nanti ini disambungkan ya.”

Seperti mengenal suara itu, Kinara refleks menoleh ke arah sebelah kirinya. Dia terbelalak kaget, begitu melihat Amelia berada di acara ini juga.

“Amel?”

Perempuan dengan setelan kasual dan rambut panjang yang diurai itu menoleh ke arah suara yang memanggilnya. Kemudian, seulas senyum terlihat di wajahnya.

“Eh, lo Ra. Kebagian jaga acara ini ya sekarang?” tanya perempuan yang dipanggil Amel itu.

“Iya. Agak mendadak sih, gue gak tahu lo ada di sini juga. Oh, lo sama suami lo ya di sini?”

Amelia menganggukkan kepalanya. Namun, raut wajahnya terlihat tak begitu ceria menanggapi pertanyaan Kinara. Dan tentu saja, sebagai sahabat, Kinara mengetahui alasannya. Sahabatnya ini, mungkin sudah mengetahui perselingkuhan yang dilakukan suaminya, seperti apa yang Kinara katakan. Namun, dia tak memiliki cukup bukti untuk itu. Jelas, Kinara merasa prihatin pada sahabatnya. Harus selalu menemani sang suami meski sudah dikhianati.

My Crazy HusbandDonde viven las historias. Descúbrelo ahora