BAB 7. Hari Berdarah untuk Pertama Kalinya (2)

1 0 0
                                    

Matahari bersinar terik tepat diatas kepala, waktu sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Beberapa menit lagi bel tanda istirahat kedua akan dimulai, namun karena memang belum saatnya sekolah masih tampak sibuk dengan kegiatan pembelajaran. Koridor panjang terasa sepi, ruang guru juga sepi dengan hanya ada beberapa guru saja, lalu toilet sekolah terlihat kosong tanpa seorangpun disana yang justru membawa petaka.

Seseorang meletakkan ember yang setengahnya berisikan air, satu tangannya lagi membawa pel. Ia menatap ke lantai dengan seksama, menilai sebanyak apa lantai yang kotor. Beruntungnya ia sekarang, lantai hanya basah oleh air. Toilet belakang sekolah memang jarang dipakai, selain jaraknya yang jauh dari kelas dan ruang guru toilet ini dekat dengan tempat Ezra meregang nyawa. Berusaha menjalankan pekerjaanya dengan baik laki-laki yang masih berusia muda itu mulai menggosok lantai yang basah dengan pel yang ia bawa. Berjalan mundur masuk ke dalam toilet, membuka satu persatu bilik toilet sampai ia berada di bilik toilet yang paling ujung. Tanpa merasa curiga tangannya mendorong pelan pintu bilik agar terbuka. Matanya melebar dengan badan bergetar hebat menatap apa yang ada di dalam sana, mulutnya terasa kelu untuk sekedar berteriak, untuk pertama kalinya ia merasakan kengerian yang luar biasa karena menyaksikan kematian seseorang di depan matanya.

"AAAAA!!"

Suara teriakan keluar dengan susah payah, bel tanda istirahat berbunyi nyaring menambah kegaduhan. Hari itu SMA Nayanika kembali menjadi perbincangan publik, seorang siswa ditemukan tewas dengan kondisi mengerikan. Waktu seolah berputar ke belakang, menuju lima tahun lalu saat Ezra juga meregang nyawa dengan cara yang tragis.

Al berlari dengan cepat, ia orang pertama yang keluar dari kelasnya setelah bel berbunyi. Mengabaikan teriakan gurunya yang melarang untuk keluar, Al terlalu penasaran dengan apa yang terjadi. Sekolahnya menjadi ribut setelah bunyi sirine ambulan dan sirine polisi berdatangan.

"Al," Kyla berlari menyusul dirinya. Mereka berdua memilih kembali berlari menuju toilet belakang sekolah. Sudah ramai orang disana, berkumpul di depan toilet dengan heboh. Kyla mencoba menerobos kerumunan dengan Al yang ia tarik, mereka berhasil berdiri di barisan paling depan. Ada beberapa tim forensik dan pihak kepolisian yang sibuk dengan tugas masing-masing.

"Itu Bu Rika," jari Kyla menunjuk seorang guru perempuan yang sedang mengobrol serius dengan salah satu polisi sepertinya sedang memberikan keterangan.

"Maaf bu, ini ada apa ya?" Al memilih bertanya pada salah satu staf TU yang kebetulan sedang berdiri di sebelahnya.

"Ada murid yang ditemukan tewas, Mas Adam yang nemuin di toilet waktu lagi bersih-bersih." Staf TU itu menunjuk seorang OB yang sedang duduk dengan wajah pucat, beberapa tenaga medis mengelilinginya untuk memastikan kondisinya. "Dia kaget banget kayaknya."

"Jelaslah kaget sampai kayak gitu, kondisi korban aja bikin ngeri." Seorang staf laki-laki yang berdiri di belakang Al ikut menimpali, ia bergidik sebentar.

"Memang kondisinya gimana pak?" Kyla menoleh ke belakang.

"Saya tadi sempet nguping, katanya mulutnya keluar darah terus matanya melotot." Staf laki-laki itu menjelaskan dengan wajah serius.

"Ya Tuhan kasian banget, kalau nggak salah namanya Azri ya?" Staf perempuan yang berdiri di samping Al kembali menimpali yang dijawab anggukan kepala oleh staf laki-laki.

"Bawa hati-hati, kita langsung ke rumah sakit." Suara teriakan menarik perhatian semua orang yang ada disana, seorang polisi memandu petugas medis yang sedang membawa tandu. Jelas itu adalah korban, tubuhnya ditutupi oleh kain putih. Beberapa petugas kepolisian membelah kerumunan untuk membuat jalan. Tepat di hadapan Kyla dan Al mereka melintas, Kyla bisa dengan jelas melihat tangan korban yang keluar dari kain. Hati Kyla bergetar hebat, matanya seketika berkaca-kaca. Nyawa seseorang diambil dengan paksa tanpa persetujuan sang pencipta.

TACENDAWhere stories live. Discover now