36

323 51 20
                                    

"KALAU sudah mengantuk, tidur dulu." Jaemin menoleh ke arah Winter yang kini sudah berada di atas kasur.

Winter mengangguk. Ia menampilkan senyum indahnya yang sudah lama tak ia tunjukkan. "Apa tidak apa-apa?"

"Memangnya kenapa? Sejak pulang dari rumah sakit, kamu selalu menanyakan hal seperti itu setiap kali ingin tidur. Inikan kamar kamu, sayang."

Winter hanya memasang wajah. Ia benar-benar merasa lelah. Ternyata menangis selama berminggu-minggu masih membuat tubuhnya merasa cepat lelah sehingga sekarang. "Bilangnya mau ke kamar mandi tadi. Ya sudah, pergi sana." Winter menarik selimut tebal hingga ke paras dada. "Biarkan aku tidur dulu, ya?" Ia berkata pada Jaemin.

Jaemin tersenyum tipis. "Ya, tutup matanya." Ia mematikan lampu dan membiarkan hanya lampu meja menyala. Siapa yang menyangka kalau ia dan Winter akan kembali berbaik ketika mereka berdua sama-sama sakit? Sudah seminggu sejak Winter dan Jaemin keluar dari rumah sakit dan berada di rumah keluarga Winter. Mereka sudah mulai tinggal di kamar yang sama. Namun, Winter selalu bertanya apa mereka bisa tidur bersama atau tidak. Jaemin tahu itu semua terjadi karena apa yang telah ia ucapkan kepada Winter beberapa waktu yang lalu. Jaemin tidak mempermasalahkan semua itu karena sadar kesalahannya juga. Kakinya dibawa ke kamar mandi dengan perlahan setelah melihat Winter sudah memejamkan mata.

🐰❄️

JAEMIN baru saja keluar dari kamar mandi ketika ia mendengar suara isakan kecil. Kepalanya kemudian menoleh ke arah punggung Winter yang membelakanginya. Wajah Winter tidak terlihat namun Jaemin tahu bahwa isakan itu berasal dari Winter. Jaemin menghela nafas perlahan sebelum melangkah ke kasur.

Dengan tangan menggantung di lehernya, Jaemin merasa gerakannya sedikit terbatas. Ia tidak sabar untuk membuang perban di tangannya. Namun, untuk saat ini Jaemin tidak mungkin menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Jadi sesukar apapun, ia akan tetap mencobanya.

"Sayang." Jaemin berseru pelan.

Winter masih diam tak bergerak dengan mata terpejam dengan wajah berusaha bersembunyi di balik bantal.

Jaemin menempatkan tubuhnya pada posisi yang lebih nyaman. Ia memberanikan diri untuk berbaring di samping Winter dengan sisi kirinya. Sayangnya, tangan kanannya masih tidak bisa digunakan untuk memeluk pinggang Winter. Hanya tangan kirinya yang menyelit di bawah leher Winter membuat sang istri kini bertumpu pada lengannya. "Sayang." Dengan nada yang masih pelan, Jaemin memanggil. Ia tahu mata Winter hanya terpejam, bukannya tidur. Jaemin menyadari bahwa Winter sedang menangis. Bahu istrinya sedikit bergetar karena tangisan yang mungkin coba ditahan.

Winter memang tidak tidur. Meskipun matanya terpejam, masih ada air mata yang keluar melalui ekor matanya.

"Kim Minjeong." Jaemin memanggil sekali lagi. "Buka matanya, sayang."

Winter akhirnya memiliki keberanian untuk membuka mata dan air matanya mengalir begitu saja. Jaemin membiarkan air mata itu mengalir. Namun, sebuah telapak tangan dengan lembut mengurai rambut Winter. "Kenapa kamu menangis lagi, ehm?" Ia mendekatkan tubuhnya pada Winter dengan gerakan yang cukup pelan. Wajah yang sudah sembab dan menyimpan sejuta kepedihan itu menghancurkan hati Jaemin. "Mau berbagi dengan aku?" Tanyanya perlahan. Tangannya tidak berhenti membelai rambut Winter. "Apa yang sedang kamu pikirkan?"

Winter hanya menggelengkan kepalanya. Ia menarik nafas sedalam mungkin sebelum menjawab. "Tidak apa-apa."

Tatapan Jaemin mulai meredup. "Jangan berbohong, sayang." Kalau bisa Jaemin tidak ingin wajah Winter semakin sembab karena sering menangis. "Aku sudah di sini, sayang. Kamu bisa mengandalkan aku." Tapi bagaimana mungkin Jaemin meminta Winter untuk berhenti menangis. "Aku mohon, kamu bisa melakukan apa saja tapi biarkan aku merasakan hal yang sama seperti yang kamu rasakan." Jaemin berkata dengan suara pelan tapi terdengar seperti memohon.

Return To Love✔️Where stories live. Discover now