Menjemput Kembaran Kecil

120 7 0
                                    

"Aa, Mas, dan Abang siapa yang senggang nanti pas makan siang?" tanya Mama Gigi dari sofa, sedangkan ketiga putranya memilih di karpet.

Ketiganya kompak mengingat-ingat terlebih dahulu jadwal dan menerka kelanjutan kalimat sang Mama.

"Mau belanja, Ma?" tanya Jamal yang sering dijadikan tumbal Aa, adik, dan Papanya saat menemani sang Mama berbelanja. Tak lupa tentu saja terkadang juga menjadi tumbal kartu debit.

"Boleh sih Mama lagi kepengen belanja tapi bukan itu, Mas."

Kening Dimas, Jamal, dan Juan spontan mengernyit secara bersamaan. Alarm siaga berdering, membuat ketiganya saling melemparkan tatapan, dengan kode terlempar melalui dalam hati.

"Mau nyusul Papa, Ma?" tutur Juan berusaha merangkai kalimat positif.

"Tidak juga, toh Papa katanya pulang sore hari ini syutingnya. Jadi Rafa sama Papa pulangnya."

"Terus Mama mau kemana? Rumah Oma Tieta? Oma Amy? Ateu?" Pertanyaan si sulung dengan gelengan kepala kencang dari Mama Gigi.

"Tidak semua tapi tolong ya salah satu dari kalian jemput Aja di sekolah. Soalnya Mama mau ada arisan."

Bak pemanah membidik papannya, netra Jamal dan Juan seketika terarah ke si sulung. Mama Gigi mengikuti arah pandang duo J. Merasa dijadikan objek fokus tiga pasang netra sekaligus, justru membuat Dimas menghela nafas panjang, memutar bola mata kesal, lalu tersenyum pasrah.

"Baiklah, biar Aa jemput sekarang. Car seat Aja terakhir di mobil lo atau Juan, Mal?"

Juan dan Jamal saling pandang, mengingat kursi bayi untuk di mobil milik Rayyanza. Jamal menampakkan lesung pipinya kala mengingat keberadaan terakhir car seat.

"Di mobil papa tepatnya kursi paling belakang deh."

Dimas membuka mulut tak percaya namun spontan kembali berekspresi datar. Mama Gigi menggeleng-gelengkan kepala heran. Ya, beginilah rumahnya dengan dia sebagai tercantik sendiri di rumah. Ekspetasi balita dua tahun adalah perempuan ternyata justru lelaki. Sehingga membuat dia menjadi ratu dan tercantik sendiri di rumah.

"Udah-udah. Tanpa car seat nggak pa-pa kok, A."

"Tapi Ma, nanti kalau adek ngerepg gimana?"

"Turunin tengah jalan tuker sama sekarung dino aja, A," celetuk Juan membuat dia dihadiahi lirikan tajam Dimas.

Eits! Walau dia dan si bungsu selalu bak kucing dan tikus, dengan keakuran berlangsung sesaat. Tetapi percayalah Dimas akan menjadi takhta ketiga setelah orang tuanya untuk si bungsu, lalu ketiga adeknya yang lain.

"Ampun, A."

"Ya udah Mama berangkat, ya? Juan sama Jamal di rumahkan? Atau mau keluar juga?"

Juan meringis mendengar pertanyaan sang Mama yang secara tak langsung. Dia terkekeh lalu tersenyum kikuk.

"Mobil Juan di bengkel lagi Ma hehehe. Makanya ini mau minta tolong anterin Mas Jamal."

Kini berganti Mama Gigi yang memutar bola mata malas. Dia berdecak kesal dengan tabiat si tengah yang ntah mengapa mobilnya hobi nyemplung bengkel. Sedangkan Jamal si paling hanya senyam-senyum.

"Ya sudah kalau kalian hati-hati."

"Ya Ma!" seru lelaki kelahiran 1996, 1997, dan 1998 itu dengan kompak.

Rumah telah dikunci oleh si sulung dan ketiganya telah membawa masing-masing kunci rumah. Memiliki arah berbeda dan jarak tempuh berbeda, membuat Dimas lebih cepat mengemudi takut sang adik keburu keluar dengan cemburu. Atau bahkan telah menangis, maupun sekadar menahan Isak.

"Wah Aja Aa Dimas nih yang jemput," ucap salah satu guru pra-sekolah dengan riang menyambut Dimas.

Dimas tersenyum ramah seraya membungkuk kecil. Lehernya memanjang barangkali melewatkan pergerakan sang adik. Kening mengernyit kala kelas sang adik telah sepi, dan menyisakan beberapa balita perempuan semata.

"Hm Miss, dimana--"

"Aa! Ih kok Aa yang jemput Aja!"

"Aj--"

"Idak! (Tidak!) Aja mau bersama Mas atau Abang saja!"

Doyoung tersenyum datar berusaha mengontrol kesabaran, dan kegemasan hendak melahap pipi tomat sang adik. "Aja, Mas sama Abang di rumah sakit mobil. Kalau Aja mau ntar biar Aa lempar ke mereka aja deh. Tapi saat ini bareng Aa dulu, om?"

"Idak mau ya idak mau! (Tidak mau ya tidak mau!)"

Doyoung memejamkan mata seraya menghela nafas, memupuk kesabaran secepat mungkin agar penuh.

"Aja." Apabila kalian menerka ini suara Dimas maka jawabannya adalah... Tetot tot tot tot tanpa halo. Suster atau pengasuh Rayyanza menegur hingga pembuat Rayyanza pasrah merengek gendong Dimas.

Kembar Beda Generasi Where stories live. Discover now