CHAPTER 15

30 6 0
                                    

"Revan, maksud lo apa?!"

Zeya kesal karena sejak tadi Revan tidak mau berhenti, bahkan hanya untuk menjawab pertanyaannya. Melihat Revan menaiki tangga menuju rumah pohon, Zeya tak punya pilihan selain mengikutinya. Ini pertama kalinya Zeya memasuki rumah pohon yang sering diceritakan Revan.

Saat Zeya mencapai tangga terakhir, ia terkejut dengan betapa apiknya desain rumah pohon itu. Dari luar saja sudah terlihat estetik, Zeya harus mengakui selera Revan benar-benar patut diacungi jempol.

Begitu masuk, Zeya makin terkagum dengan interiornya. Ada ranjang yang cukup besar untuk dua orang, dan berbagai perabot lain yang menyatu dengan ruangan kecil itu. Tanpa memedulikan satu per satu, Zeya langsung membayangkan betapa nyamannya tempat ini untuk bersembunyi dari dunia luar.

"Gue mau request dong, tambahin kulkas disini," Zeya tiba-tiba berceletuk, melupakan rasa penasarannya sebelumnya.

Ia menunjuk salah satu sudut ruangan yang kosong. Revan hanya melirik dan mengangguk singkat. Zeya tidak memperhatikan anggukan itu karena masih terbuai melihat benda-benda yang mengisi rumah pohon tersebut.

"Ini rumah pohon atau rumah beneran sih? Gila banget!" gumam Zeya dalam hati.

Setelah puas mengelilingi ruangan, Zeya duduk di sofa kecil yang terletak di sudut ruangan. Tiba-tiba, Revan menghampirinya dan menyerahkan sebuah paper bag mini yang tidak Zeya duga sebelumnya. Walaupun bingung, Zeya tetap menerima tas itu dan membukanya. Alisnya langsung mengerut saat melihat liontin di dalamnya.

"Gue beliin yang baru, gak usah pake barang murahan kayak kemarin," ucap Revan tanpa basa-basi.

Mendengar itu, Zeya langsung menatap tajam ke arah Revan. "Lo bilang barang murahan? Itu pemberian dari Ezra, tau! Kenapa lo seenaknya buang liontin itu?" Zeya menahan amarah, mencoba tidak meledak di depan Revan.

"Kan udah gue bilang, lo gak cocok pake barang murahan," jawab Revan dengan santai, seolah perasaannya tidak terganggu sedikit pun.

Revan kemudian mengambil liontin dari tangan Zeya dan langsung memakaikannya ke leher Zeya. Zeya hanya bisa terdiam, merasa tak kuasa untuk menolak.

"I hope you like it," bisik Revan lembut di dekat telinga Zeya.

Setelah itu, Revan mundur perlahan, mengusap kepala Zeya dengan lembut sebelum berbalik meninggalkannya.

Zeya tidak tahu bagaimana harus bereaksi. Seharusnya ia merasa senang. Ya, seharusnya begitu... Tapi, ada sesuatu yang mengganjal di dalam hatinya.






✩₊˚.⋆☾⋆⁺₊✧





Setelah libur sehari, Zeya kembali bersekolah seperti biasa. Namun, ada yang berbeda kali ini—ia dijemput oleh Revan. Hal yang mengejutkan karena sebelumnya, Revan tidak pernah mau berangkat bersama.

"Lama," komentar Revan singkat saat Zeya akhirnya naik ke motornya.

Zeya mendengus kesal. "Lain kali kalau mau jemput, bilang-bilang dulu."

"Hm, kalau gak lupa," jawab Revan dengan nada santai yang semakin membuat Zeya gemas ingin menghajarnya. Apa yang terjadi dengan Revan akhir-akhir ini? Kenapa cowok itu makin menyebalkan?

Setelah Zeya duduk, Revan melajukan motornya dengan tenang. Di tengah perjalanan, Zeya tiba-tiba berceletuk, "Lo lagi kerasukan apa, Van?" Suaranya penuh keheranan.

Echoes of Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang