I

66 3 0
                                    

"Kamu lebih pilih mama atau papa?" Pertanyaan konyol itu terlontar dari bibir mama saat aku masih berumur 8 tahun dan hanya bertujuan untuk candaan,  Namun situasi sekarang bukan timing yg pas untuk melontarkan candaan konyol seperti itu. Pertanyaan pilih mama atau papa kali ini lebih dingin, dan bermaksud serius. Aku bukan anak 8 tahun yg akan ditanyai seperti itu oleh orang tuaku dengan tujuan bercanda, sudah terlambat 10 tahun untuk pertanyaan konyol itu. Aku sekarang remaja 18 tahun yg sudah tau arti sebenarnya dri pertanyaan itu dan ku simpulkan artinya bahwa kedua orang tuaku ingin berpisah.

Awalnya aku tak tau apa masalahnya hingga mama memutuskan meninggalkan papa, kupikir mereka berdua mungkin sudah tidak saling mencintai. spekulasi ku bertahan seperti itu sampai papa dengan tak tau malunya membawa perempuan bernama Josephine  dan anak perempuannya, Isla ke rumah. Kejadian tersebutlah yang membuatku terjebak dengan pertanyaan konyol itu lagi. Untuk jawaban dari pertanyaan tersebut tentu saja  aku memilih mama. Reaksi papa biasa saja cenderung lega, dan mama hanya berekspresi datar.

Kehidupan ku setelah perceraian mereka berjalan dengan normal, hal yang berbeda hanyalah fakta bahwa hubungan ku dengan mama merenggang. Aku tidak tau bagaimana awalnya tapi yang ku tahu kerenggangan itu dikarenakan figur wajahku yang cenderung mengikuti papa, Mama tidak suka. Dia sering meninggalkan ku di rumah sendiri dan lebih memilih dimanapun itu dimana tidak ada bayang bayang masa lalunya, aku salah satunya. Papa juga berhenti menghubungi ku, mungkin sibuk dengan keluarga barunya. Bohong jika aku tidak sedih, jika tidak percaya tanyakan saja pada bantal ku yg sering menjadi korban air mataku setiap malamnya.

Kata orang orang anggaplah hidupmu adalah sebuah roda, ada masa dimana kamu berada di paling atas dan akan ada masa di mana dirimu berada pada fase paling bawah, namun roda hidup ku selalu di bawah entah tersangkut batu atau rodanya sedang rusak. Perceraian kedua orang tuaku adalah awal dari fase "paling bawah ku" Lalu berlanjut sampai kehidupan sekolahku, contohnya sekarang ini, tugas yang ku kerjakan dengan segenap kekuatan keringat dan darahku tertinggal di rumah, alasan klise tapi berbahaya. Aku tak mungkin meminta mama untuk mengambil kan nya di rumah, beliau bahkan enggan menyimpan nomor ku.

Ku lirik jam dinding di kelas, sial tersisa 20 menit sebelum miss susan masuk ke kelasku, bisa di pastikan beliau akan menghukum ku, Oh tidak, aku tidak mau di permalukan lagi di depan kelas. Banyak kemungkinan buruk mulai memenuhi benakku, Maka dengan secepat kilat aku berdiri dan berlari keluar sekolah, panggilan dari Mary ku hiraukan, si gila gosip itu hanya akan memperlambat jalanku. Mataku tertuju ke gerbang sekolah yang melambai memanggilku untuk pulang, tapi hei aku tidak akan membolos pelajaran apalagi kelas miss susan, aku hanya akan melewati gerbang itu, menahan angkutan umum dan mengambil tugas sialan itu.

Tap, Tap

Sepasang kaki ku melewati gerbang, Usain Bolt pasti bangga padaku, lihat betapa cepat lariku. Namun tiba tiba, rasa menusuk di dadaku menghentikan laju lariku. Oh Tuhan, apa lagi ini. Dadaku serasa sedang di hantam dengan sesuatu, sesak dan sulit bernafas. Kakiku melemah, seketika badanku berlutut sambil tanganku meremat seragam ku, gila rasanya aku akan mati. Mataku memburam, oksigen seperti sukar mendekati ku. Netra coklat ku berair, aku ingin menangis ini terlalu sakit, "mama" Benakku meneriaki nama mama sebelum semuanya gelap dan sunyi.

Art : Louise of Orléans potrait by Franz Xaver Winterhalter

House Of CicileWhere stories live. Discover now