07. [Pasien]

21 1 3
                                    

Pagi menjelang, bulan telah menyelesaikan tugasnya dan digantikan oleh sang surya yang menyinari bumi tanpa lelah. Menandakan aktivitas pagi akan segerah dimulai. Seperti halnya dengan sosok gadis berparas cantik yang sedang mematuk dirinya pada cermin besar yang ada di kamar tersebut.

Gadis itu nampak cantik dengan dress selutuk tanpa lengan. Penampilannya dilengkapi oleh jam tangan mahal yang melekat pada tangan kanannya, menambah kesan anggun pada diri gadis itu yang tak lain adalah Gisel. Sekali lagi, ia memastikan tidak ada yang kurang pada penampilannya. Gasiel kemudian menyambar tas samping di atas meja rias yang tak jauh darinya.

Pagi ini, Gisel sangat cantik. Dia sudah tak takut lagi oleh sang Kakak dan Ibu tiri yang selalu menyuruhnya berdandan seperti ondel-ondel yang ada hanya make up natural yang membawa kesan anggun dan tenang secara bersamaan seakan orang tak dapat berpaling dari wajah ayunya.

"Mau kemana kamu?" tanya sebuah suara.

Gisel tak repot-repot membalas pertanyaan dari wanita yang sangat dia benci.

Lyara menatap tajam pada sosok Gisel yang tak menggubris pertanyaannya. Karena, gadis itu sudah tidak mematuhi perintahnya untuk memakai make up tebal.

'Makin berani saja dia!'

Di ruang keluarga itu telah diisi Ibu, Kakak dan mantan kekasihnya. Ck, kekasih dari mananya? dari Hongkong?

Setelah itu, Gisel berlalu keluar meninggalkan mereka yang mungkin sedang berbincang masalah pernikahan Celine dan si b*jat Marcel.

"Hufttt, akhirnya bebas juga dari mereka," uuca Gisel menghela nafas legah.

Gisel lalu memasuki taksi yang telah dirinya pesan, melaju ke jalan raya menuju kampusnya.

"Hy Gis, tumben pagi udah datang?" tanya Helena sahabat Gisel yang melihat sahabatnya telah duduk dengan khidmat di ruang kelas.

"Biasa, males di rumah terlalu lama, emang kenapa kayak jarang liat gue datang pagi aja kalau ada matkul pagi, hm, " ujar Gisel membalas pertanyaan dari sahabatnya itu.

"Hm, gak pa-pa sih, cuma basa-basi doang. " Helena meletakkan tasnya di kursi sebelah Gisel duduk, dirinya, Gisel dan juga Rezha selalu duduk berdampingan.

"Btw, Gis, ada yang beda lo sama diri lo pagi ini," tutur Helena dengan raut wajah serius sembari menatap Gisel saksama.

"Apa? Sama aja perasaan," tanya Gisel kepada Helena karena dirinya merasa tak ada perbedaan yang berarti terjadi pada tubuhnya, dia tak pernah melakukan operasi plastik.

"Lo udah lepas tuh topeng ondel-ondel, capek yah makainya? Gue kira muka lo berutusan dan berjerawat parah ternyata enggak."

"His, jahat amat, gue cuma terpaksa pakai bedak tebal-tebal, gue belum bisa kasih alasannya," balas Gisel sembari menatap Helena dengan tatapan permintaan maaf.

"Iya-iya, maaf deh, tapi suer lo cantik banget, Gis. Mirip boneka barbie, iya gak, Zha." Puji Helena sembari meminta persetujuan Rezha yang ternyata juga telah bergabung bersama mereka.

"Iya, Hel, nggak nyangka ternyata Gisel tuh cantiknya kebangetan, yah, sampai ngalahin Selena Gomes," balas Rezha setuju, tapi diiringi tawa meledek. Namun, dalam hatinya dia memang sangat mengakui jika Gisel sangat cantik hari ini jauh dari fantasinya.

"Hadeuh, gue kira kalian muji dengan tulus, ternyata cuma diledekin padahal niat traktir, tapi gue batalin aja deh rencana gue buat traktir kalian," ujar Gisel pura-pura kesal dengan kedua sahabatnya tersebut.

"Wah serius nih, oke lo cantik, gue sampai jatuh cinta sama lo saking cantiknya. Jadi 'kan traktirnya, sekarang?" tanya Rezha menahan tawa. Dia tidak sungguhan meledek sahabatnya itu, dia hanya ingin bercanda saja.

Extraordinary Girl : AnaWhere stories live. Discover now