09. Bisa sembuh?

6 0 0
                                    

Jl. Kusuma Sentani No. 2

Setelah terbebas dari para sampah itu, Gisel akhirnya sampai pada tujuannya yakni di kediaman Jessica—ibu dari pasiennya. Gisel tidak terlalu terkejut saat mengetahui bahwa Jessica tinggal di perumahan Sentani yang harga sebidang tanah di perumahan tersebut mencapai ratusan juta. Jadi, itulah kenapa perumahan Sentani disebut perumahan elite karena tidak hanya harga tanah yang mencapai ratusan juta, penghuni dari komplek perumahan tersebut berasal dari latar belakang keluarga kaya raya.

Setelah terdiam cukup lama Gisel akhirnya memencet bell dan yang membuka pagar ternyata seorang pria paru baya berseragam satpam.

Belum Gisel berucap satpam tersebut langsung bertanya apakah dia Gisel. Meskipun sedikit heran Gisel mengangguk sebagai jawaban.

"Mari Nona, Nyonya Jessica sudah menunggu anda di dalam," kata satpam itu mempersilahkan Gisel masuk.

Setelah mengantar Gisel satpam itu pergi, Gisel kembali memencet bell dan tak lama keluar seorang wanita paru baya yang memakai seragam pelayanan, dia menyambut Gisel dengan senyum ramah.

"Nona, silakan masuk, Nyonya sudah menunggu di dalam." Setelah berucap pelayan itu menuntun Gisel untuk masuk ke dalam rumah mewah tersebut yang seperti museum saking luasnya, desain interiornya bergaya vintage yang terlihat sangat clasic, tapi juga nyaman memandangnya.

Gisel yang menginjak lantai marmer yang mengkilat tersebut merasa sedikit tidak nyata, dia merasa telah masuk ke dunia baru perasaan seperti itu membuat Gisel sedikit menggeleng menertawai dirinya sendiri yang sangat norak, karena meskipun kaya vila keluarga prayoga tidak seperti ini.

"Nona tunggu di sini, saya panggilkan Nyonya karena Nyonya sekarang berada di dapur menyiapkan makan malam." Gisel mengangguk saja kemudian duduk di salah satu sofa karena telah dipersiapkan, kemudian salah satu pelayan yang terlihat cukup muda menyajikan minuman berwarna orange yang Gisel yakin itu pasti jus jeruk. Setelah berterima kasih Gisel langsung menyeruput minuman tersebut karena jujur saja dirinya belum berbicara sejak tadi yang membuatnya sedikit tidak nyaman. Seperti orang bisu saja dirinya.

"Eh, anak Bunda ternyata udah di sini, maaf ya, Sayang gak nyambut kamu Bunda baru beres masak, Bunda sengaja masak secara pribadi karena kamu datang pertama kali di rumah Bunda," ujar Jessica sembari melepaskan pelukannya dari Gisel, sementara gadis itu hanya tersenyum tipis.

"Gak pa-pa kok Bunda Jessica, saya juga baru saja sampai," balas Gisel lembut.

"Oh iya, kamu pasti belum makan malam kan? Ayo, makan dulu kebetulan Bunda baru aja masak kita makan bareng yuk," ujar Jessica kemudian berdiri dari duduknya dan menarik Gisel menuju ke meja makan.

Gisel pasrah saja ditarik oleh Jessica toh memang dirinya belum makan, karena rasa lelah dan kantuk mengalahkan rasa laparnya, tapi sekarang dia malah merasa lapar. Sesampainya di meja makan, di sana dia melihat dua pria berbeda generasi, Gisel tahu pasti yang duduk di kepala keluarga adalah suami Bunda Jessica dan yang duduk di sebelah kanannya adalah putra mereka yang tak lain adalah pasiennya sendiri.

"Papa, coba liat siapa yang Mama bawa," ujar Jessica yang mengalihkan atensi kedua pria tersebut yang memiliki reaksi yang sangat berbeda.

"Eh, Nak Ana! Yuk, makam malam, kamu pasti lapar, 'kan, oh iya kenalin nama Om, Wisnu," kata pria paru baya tersebut sembari mengulurkan tangannya di depan Gisel, tanpa sungkan Gisel menerima uluran itu dan juga memperkenalkan diri.

"Gisel Om, terima kasih sambuntannya," balas Gisel sembari tersenyum hangat. Wisnu hanya tersenyum, dia salut dengan anak ini meskipun dia ada dokter pribadi putranya tak ada rasa sombong, tidak ada rasa bangga atau rendah diri yang terlihat.

Setelah acara perkenalan singkat itu Jessica langsung membawa tubuh mungil Gisel untuk duduk di kursi dekat pria yang Gisel yakin adalah Nathan—pasiennya.

"Nah, karena semuanya sudah berkumpul, mari kita mulai makan malamnya," ujar Wisnu yang mengakhiri obrolan di meja makan karena aturan di keluarga mereka saat makan tidak ada yang diizinkan untuk berbicara sama halnya dengan Gisel yang memang tidak suka berbicara saat makan.

Meskipun sedikit kurang nyaman duduk di dekat Nathan karena berasa ada yang menatapnya dengan pandangan tajam. Dari sudut matanya Gisel melihat bahwa pria itu makan dengan sangat elegan, Gisel tampak kagum dengan table manner pria itu yang sangat luar biasa jari-jarinya yang memegang sendok dan garpu pun terlihat sangat lentik bahkan pembuluh darahnya tampak samar terlihat di bawah terpaan cahaya lampu. Gisel sempat membatin bahwa pria ini sangat sempurna, tapi nasibnya sangat malang. Setelahnya Gisel tidak terlalu berpikir jauh dia kembali fokus menikmati makanannya.

Setelah makan malam usai Gisel ingin membantu untuk mencuci piring, tapi Gisel langsung ditarik oleh Jessica ke ruang tamu dirinya tidak dibiarkan untuk menyentuh piring kotor, katanya dia adalah tamu di rumah ini dan Jessica ingin mengobrol dengannya. Gisel pasrah saja ditarik ke ruang tamu karena satu hal yang Gisel ketahui setelah bergaul dengan Jessica adalah wanita paruh baya itu tidak suka jika dibantah.

"Bunda Jessica," panggil Gisel pelan sembari duduk di dekat wanita cantik itu yang sedang asik membaca buku.

"Udah selesai?" tanya Jessica sembari menyimpan buku yang telah dirinya baca di atas meja. Gisel mengangguk karena dirinya tadi sempat izin untuk beribadah karena menurutnya sesibuk apa pun kita jangan sampai lupa kepada Tuhan.

"Bagaimana dengan rencana perawatan putra Bunda Sayang, apa kamu sudah memutuskannya?" tanya Jessica lembut membuka obrolan.

Gisel yang sudah siap dengan dengan jawaban dari pertanyaan Bunda Jessica langsung saja akan menjawab hanya saja langsung diinterupsi oleh sebuah suara yang sangat datar.

"Saya ingin mendengarnya karena sayalah pasien di sini," ucap Nathan saat dia telah tiba di ruang tamu berhadapan dengan dua wanita yang sama-sama cantik.

"Ayah juga mau dengar." Kali ini Wisnu yang datang yang masih mengenakan baju kokoh dengan peci hitam yang tersemat di kepalanya.

Gisel yang mendapati semua anggota keluarga sudah berada di depannya di mulai menjelaskan. "Karena pasien sudah mengalami kelumpuhan selama 2 tahun maka banyak saraf yang telah rusak, meskipun saya tahu pasien telah menjalankan operasi sebanyak 2 kali dari kurung waktu dua tahun ini, hal tersebut tidak berpengaruh pada kondisi pasien karena ada beberapa saraf vertebra toraks yang telah terputus dan juga sisa sumsum tulang belakang yang telah rusak serta lima saraf vertebra lumbal, lima saraf vertebra sacrum yang telah terputus jika ingin pasien berjalan kembali maka harus menyambung saraf tersebut."

Baik Nathan, Jessica dan Wisni menyimak penjelasan dari Gisel mereka tidak terlalu mengerti dengan kedokteran, tapi satu hal yang mereka tangkap bahwa kondisi Nathan sudah di level yang sangat sulit untuk disembuhkan. Gisel menatap ketiga orang di depannya terutama kepada pria yang berwajah datar tersebut memang sangat tidak berperasaan membicarakan kondisi pasien di depannya langsung. Namun, dirinya cukup terkejut bahwa Nathan memiliki penguasaan diri yang sangat luar biasa.

"Jadi, Nathan tidak bisa kembali sembuh, Sayang?" tanya Jessica dengan suara yang bergetar.

"Meskipun kondisi pasien sudah seperti ini, tapi saya bisa menjamin bahwa tingkat keberhasilan operasi 95 %, dan pasien bisa kembali berjalan seperti biasa. " Gisel tidak berbohong dengan apa yang dia ucapkan. Mungkin bagi orang biasa untuk menyembuhkan Nathan merupakan kemustahilan, tapi jika mereka tidak bisa belum tentu dirinya tidak bisa. Apa lagi dia memiliki Qi batin di dalam dirinya yang membuatnya percaya diri dengan keberhasilan operasi tersebut.

Ketiga pasang mata tersebut menatap Gisel dengan pandangan terkejut. Karena dokter Nathan sebelumnya hanya bisa menjamin keberhasilan operasi 30℅ saja itu pun tidak bisa membuat Nathan bangun dari kursi roda, mereka hanya bisa membuat Nathan sedikit merasakan perasaan pada kaki Nathan, tapi tidak bisa membuatnya berjalan seperti semula.

"Kamu serius, Nak?" tanya Wisnu yang sudah sadar dari keterkejutannya.

Gisel mengangguk sebagai persetujuan, lalu kembali berucap, "Tapi, saya baru bisa melakukan operasi tiga bulan ke depan karena saya harus menstabilkan kondisi pasien terlebih dahulu," jawab Gisel singkat.

Extraordinary Girl : AnaWhere stories live. Discover now