kebahagiaan yang kau dambakan

415 52 0
                                    

Kebahagiaan..

Kira-kira dimanakah kebahagiaan itu berada? 

Taufan tak pernah mengerti, bagaimana bentuk kebahagiaan itu? 

Lucu, padahal orang-orang bilang, dialah salah satu bentuk dari sebuah kebahagiaan. 

Namun baginya, saudara-saudaranya adalah kebahagiaannya. 

Kebahagiaan sekaligus rasa sakit nya. 

'kebahagiaan' yang perlahan menghancurkannya. 

Ia tatap langit yang biru itu, beberapa awan putih tersebar diantara nya, membuatnya terlihat seperti sepasang sayap besar yang dapat membawanya terbang bebas kemana saja. 

"Hali..kebahagiaan itu, seperti apa bentuknya?" Tanya nya pelan. Terlalu pelan sampai sang kakak tak dapat mendengarnya. 

Ia tersenyum, "..kira-kira kapan aku akan bahagia?" Tanya Taufan pelan. 

Hari itu, angin yang berhembus tidak sedikitpun membuat hatinya tenang. 

.

.

Lagi, Taufan terdiam di atap sekolah, menikmati angin yang berhembus, juga bintang-bintang yang bertebaran, menghiasi langit dengan kerlipan nya. 

Kenapa ia ada di sekolah pada malam hari? 

Ia pun tak tahu, semuanya terasa sangat cepat maupun lambat. 

Rutinitasnya. 

Menjadi samsak untuk dipukul dan dihajar sesuka hati oleh penindas disekolahnya. 

Taufan bukannya pasrah, ia sudah cukup melawan. 

Melawan 30 anak lelaki itu sendirian. 

Dan sayangnya ketua geng itu, sang biang kerok itu, anaknya pejabat. 

Ancaman tentang dia yang akan menyakiti saudara-saudara Taufan cukup untuk membuat Taufan mau tak mau menerima perlakuan itu. 

Tak ada pundak untuk bersandar, tak ada yang dapat memeluknya dikala hatinya gundah. 

Ia tahu saudara-saudaranya memiliki impian yang ingin mereka capai, jadi ia tidak ingin mengganggu fokus mereka dalam hal itu. 

Biarlah hal ini menjadi hal yang ia telan sendiri. 

Sendirian, menerima semua ini. 

Toh, sebenarnya ia merasa akhir-akhir ini hidupnya begitu berat.

Toh, ia juga merasa bahwa semakin hari jarak antara dirinya dan saudaranya semakin jauh.

Toh sekarang, ia tak lagi menginginkan apapun. Hanya kebahagiaan saudaranya, itu lebih dari cukup baginya. 

Ia tersenyum, rasa sakit yang ia terima karena benturan bertubi-tubi mulai menghilang.. rasanya angin malam begitu baik padanya. 

Ah..

Pandangannya menggelap, seakan film yang telah mencapai akhirnya. 

Memori indah yang membawanya pergi, lari dari rasa sakit. Menuju kenangan masa lalu dimana hidupnya sungguh sederhana. Hanya ia dan saudara-saudaranya, bermain dan tertawa bersama tanpa peduli akan dunia. 

Ia bahagia..

Ah..iya, 

Walau begitu.. aku juga ingin bahagia.. 

Aku ingin hidup dalam kebahagiaan.. 

Tapi, akhir yang bahagia juga tidak terlalu buruk.. 

Angin lembut itu membelai rambutnya, membawa sebuah pesan tak terucap kepada saudara-saudaranya nya. 

"Kalian harus bahagia, agar aku juga bisa bahagia.”

.

.

.

Halilintar berdiri di atap sekolah itu, tempat yang membawa seluruh memori buruk untuknya. Tempat dimana sang adik pertama menghembuskan nafas terakhirnya, dimana ia menerima ketidakadilan dalam diam, dimana isakan tangisnya tak dapat didengar oleh sang kakak. 

"Taufan.." ucapnya pelan, membawa karangan bunga yang dibalut dengan bungkusan indah berwarna biru.

"Kakak pulang." Ucapnya lagi, kini duduk di tempat dimana angin dapat mudah menerpa surai brunettenya.

"Kakak disini." Lanjutnya lagi.

"Kakak sudah berusaha keras, kini tak akan ada yang bisa menindasmu lagi Fan, tidak ada yang bisa mengancam kita.." lanjutnya dengan suara yang bergetar. 

"Kakak sudah disini, adik-adik yang lain juga sudah kembali, jadi.." 

"Jadi kapan kau akan kembali Fan? Ke rumah, rumah kita yang hangat, bukan tempat dingin seperti ini." 

Boboiboy oneshots (mostly Taufan Angst) - IDNWhere stories live. Discover now