Part 4 Sepercik Rasa

40 6 2
                                    

Sesuai yang Saddam perintahkan, seluruh anggota Harith yang kurang lebih berjumlah 41 orang itu, berkumpul di markas.

"Sorry, telat."

Semua anggota menoleh ke ambang pintu. Menatap seseorang yang tak lain adalah Rea.

"Agrea? Ngapain di sini, Neng? Nyasar?" tanya Karfino salah satu anggota Gepenk.

Saddam berdehem, mengkode Rea agar masuk dengan gerakan kepalanya. "Sherakiel Agrea, dia gue terima masuk Gepenk. Namun, belum secara resmi. Setelah resmi lo bakal dapat jaket sebagai tanda anggota kaya mereka." Saddam menunjuk para anggotanya. Jake hitam berlambang utama Pedang, neraca dan slogan Genk mereka.

Agrea mengangguk, cukup tau bahwa menerima orang baru bukanlah hal mudah.

"Oke langsung gue mulai. Seperti yang kalian tau, Death Lion nyerang sekolah kita. Akibatnya beberapa fasilitas sekolah rusak. Dan mereka ngasih peringatan kita untuk siap-siap. So, kita bikin strategi buat balas dendam."

"Markas, tempat utama mereka kumpul. Kita serang tempat itu," saran Damar.

"Jangan, itu artinya kalian sama aja dengan mereka."

Sontak semua pandangan mengarah pada Rea yang berbicara. Aruna terkekeh pelan, menatap sinis ke arah Rea. "Wow, gue harap lo bukan salah satu dalang dari kejadian ini atau mata-mata Death Lion?"

Kini banyak tatapan mengintimidasi mengarah pada Rea. Namun, Rea tetap bersikap tenang. Menjadi Selebgram membuatnya terbiasa dengan berbagai tatapan orang-orang. "Aruna, gue kira lo cewek pinter. Dengan kalian nyerang markas Death Lion, mereka bisa menyebar luaskan berita itu. Yang akhirnya berdampak pada nama Gepenk. Akan banyak spekulasi bahwa Gepenk sama aja dengan Death Lion, suka bikin rusuh. Yah, walau kita sama-sama tau
mereka yang nyerang duluan."

"Jangan berbelit! Langsung ke intinya!" decak Damar kesal.

Rea menoleh menatap laki-laki itu. "Santai, Bro. Maksud gue, main dengan cara halus. Gue dengar SMANDU lagi cari dana buat acara sekolahannya. Setelah fasilitas sekolah kita yang rusak beres, kita bisa bantu menyumbang dana ke sekolah mereka. Otomatis, nama Gepenk akan membaik dan jadi boomerang buat mereka. Karena, sekolah yang mereka rusuhin malah ngebantu acara itu."

Dareen bertepuk tangan dengan heboh. "Wow! Ide yang bagus tuh! Setelah itu pasti mereka malu!"

"Aduh, Rea, udah cantik pinter lagi. Jomblo gak?" Kali ini Nathan angkat bicara, menggoda wanita itu.

Saddam berdehem keras, menghentikan candaan mereka. "Ide lo bagus, gue usahain fasilitas sekolah bisa perbaikan besok. Kita pakai uang caffe. Tapi kalau mereka tetap bikin masalah, kita gak bisa tinggal diam. Thanks sarannya, Rea."

Rea tersenyum simpul. "Oke udah tugas gue sebagai anggota juga kan?"

"Oke rapat selesai. Yang mau pulang silahkan, yang masih mau di sini silahkan. Thanks buat hari ini. GEPENK!" teriak Saddam

"Kami datang untuk memberantas hingga tuntas!” jawab serempak anggota Gepenk. Setelahnya, beberapa anggota berpamitan pulang dan beberapa lagi memilih untuk menetap.

"Rame juga ya yang lebih milih main di sini daripada pulang." Rea mengedarkan pandangannya. Menatap anggota Gepenk yang tengah bercanda gurau.

Sea mengangguk sembari memasukkan snack ke dalam mulutnya. "Rame terus di sini. Lebih betah mereka kalau di sini."

Rea menoleh, menatap Sea yang asik dengan Snack di tangannya. Menantikan perempuan itu melanjutkan ucapannya.

"Gepenk itu solidaritas dan kekeluargaannya tinggi. Yah, walau berisik dan suka bully sesama anggota, tapi kami saling sayang. Gepenk itu rumah bagi mereka yang rumahnya gak utuh. Berisiknya rumah asli mereka adalah neraka, sementara berisiknya Gepenk adalah sebuah tawa. Itu kenapa mereka betah di sini." Sera angkat bicara, menjelaskannya pada Rea.

HARITHWhere stories live. Discover now