VI

4 1 2
                                    

Pagi ini terhitung sudah tiga kali Biru memanggil Senja ke ruangan nya, entah itu untuk menanyakan pekerjaan– yang sebenarnya biasa diperiksa oleh Gevan, atau sekedar meminta pendapat Senja mengenai hal-hal sepele.

"Woi Biru, ayo lah makan siang.."

Biru yang sedang fokus menatap layar laptop refleks menoleh ke arah suara yang sangat ia kenal.

"Bentar deh gue lagi ngerjain ini dulu"

Marlo mengangguk sambil berjalan mendekati meja sahabat nya itu.

"Atau lo mau makan disini aja? Biar gue telepon ob"

"Bebas deh, kalau lo emang sibuk banget gue makan disini aja"

Ujar Marlo yang sudah duduk di sofa. Pria jangkung itu baru hendak menyandarkan punggung nya namun suara ketukan pintu mengalihkan fokus nya.

"Tuan Biru, ini laporan yang tadi anda minta"

"Oh, iya letakkan aja disitu"

"Terimakasih"

Senja tersenyum sekilas pada Marlo sambil berlalu hendak keluar.

"Senja?"

"Iya?"

"Udah makan siang?"

Kening Senja mengkerut, ia lantas melirik Marlo sebelum menatap Biru yang entah sejak kapan sudah berdiri dihadapan nya.

"Rencana nya sih saya mau makan siang sama anak-anak, kenapa? Tuan mau nitip sekalian?"

Biru menggaruk leher belakang nya yang tidak gatal.

"Engghh gak apa-apa gak usah"

"Oh, baik kalau gitu saya permisi dulu"

Setelah Senja pergi, Marlo yang sejak tadi memperhatikan akhirnya tertawa.

"Itu cewek yang lo maksud?"

"Gak usah ketawa deh lo"

Sungut Biru, kesal.

"Kaku banget pedekate lo, kayak bukan Biru yang gue kenal"

Biru hanya bergumam, dalam hati ia setuju dengan ucapan Marlo. Karena biasanya pria berhidung runcing itu terkenal sebagai playboy di kalangan wanita-wanita klab malam.

"Ya gue kan emang bukan serius mau ngajak dia pacaran"

Ucap Biru sedikit berbisik.

"Tau, tapi maksud gue kalau lo pedekate nya kayak gitu mana bisa tuh cewek luluh. Mau sampai kapan? Lo sendiri kan yang bilang kalau lo dikejar waktu karena bokap udah nungguin"

"Masalahnya dia anak baru, bro, gak mungkin juga langsung gue gebet"

Marlo menghela nafas.

"Lo mau nitip apa cepetan"

"Mau kopi depan rs aja deh, yang waktu itu lo bawa"

"Tapi besok jadi kan temenin gue?"

"Gampang itu mah, kalau gue gak bisa ntar biar sama Reno aja"

"Okee, gue balik dulu"

Senja tersentak kaget saat ia berbalik dan menemukan Biru berdiri dibelakang. Pria itu tampak lebih santai dengan setelan jaket jeans yang digulung sampai siku.

"Tuan Biru.."

"Eh, maaf bikin kaget ya?"

Senja terkekeh kecil.

"Kamu belum pulang?"

Senja melirik arloji nya.

"Atau lagi nunggu di jemput?"

"Oh? Engga tuan, saya lagi nunggu ojek online"

Keduanya terdiam.

"Senja"

"Ya?"

"Besok ada rencana keluar?"

"Sebenarnya ada sih, besok saya mau pergi sama teman-teman saya ke central park. Memang nya kenapa tuan?"

Biru tersenyum singkat.

"Satu rencana gue gagal"

Bisik Biru dalam hati.

"Oh gak apa-apa saya nanya aja"

"Kalau gitu saya duluan ya"

"Baik tuan"

Daffa sesekali melirik Senja yang sibuk bercerita. Jika bisa ia bahkan rela mendengarkan Senja mengoceh selama 24 jam penuh.

"Ya kan, gimana menurut lo?"

"Hah?"

Senja merenggut kesal dan bersiap memukul atau mencubit Daffa yang sudah sibuk fokus dengan permainan di ponsel nya.

"Hahahaa iya gue dengerin kok. Jangan lo ambil hape gue!"

Ujar Daffa setengah berteriak.

"Ya terus gimana menurut lo?"

Daffa meletakkan ponsel nya lalu mengerutkan kening.

"Mungkin posisi lo emang lagi dibutuhkan makanya dia manggil-manggil lo terus? Atau....sebenarnya kerjaan lo lagi di evaluasi sama dia?"

Masuk akal, Senja pun menyetujui ucapan Daffa. Semua hal yang dilakukan Biru pasti berhubungan dengan kerjaan dan tidak ada unsur yang menjurus ke hal lain.

Tapi bagaimana dengan ucapan Biru sebelum pulang tadi?

"Eh iya, gue kayaknya besok gak bisa nemenin lo deh"

"Yah, kok gitu? Gak asyik ah lo"

"Gue besok harus gantiin shift teman gue, mendadak banget tadi dia nelepon gue sebelum lo nyampe"

Senja menghela nafas pasrah.

"Besok coba aja telepon Reno, setau gue libur deh dia besok"

"Ya udah deh"

Setelah itu kedua orang tersebut pun diam sambil sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing.

"Daf, baliknya gue ikut lo ya"

"Ke kost gue?"

Jawab Daffa sambil tertawa.

"Anterin ke kost gue maksudnya!"

Tanpa protes ataupun mengaduh bahkan setelah menerima pukulan kecil, pria bermata bulat itu mengangguk sambil tersenyum.

"Tunggu gue sukses, gue bakal buat lo jadi wanita paling bahagia di dunia"



...

Not FineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang