Part 4

213 30 196
                                    

Guys, aku minta tolong sama kalian, jangan lupa vote dan tinggalkan komentar sebanyak-banyaknya di tiap part ya. Biar ceritaku keliatan rame 🙏🏻

*****

Dress pilihan Maddalen jatuh pada warna hitam. Disaat semua orang menggunakan yang cerah sebagai bentuk ikut bahagia, ia memilih melambangkan kedukaan. Hatinya yang dipaksa untuk mati menerima kenyataan pilu.

Maddalen berangkat bersama supir dan rombongan keluarga serta sahabatnya. Tidak menutupi mata sembab menggunakan kacamata hitam, ia biarkan saja semua orang bisa melihat seberapa sedihnya kehilangan orang yang dicintai. Bahkan memoles wajah dengan make up pun tidak.

"Kau polos sekali, apa tidak mau menggunakan lipstik agar tak terlihat pucat?" tawar Yvonne yang berangkat satu mobil dengannya.

"Tidak, biarkan seperti ini," tolak Maddalen tanpa menghadap lawan bicara. Sepanjang perjalanan hanya melamun ke arah luar.

"Begitu juga sudah terlihat cantik," puji Mommy Scherie.

Bukannya senang disanjung, Maddalen malah merasa miris. "Cantik apa gunanya? Kalau pada akhirnya pria yang ku cinta menikah dengan wanita lain." Akibat itu, dia selalu memandang dirinya tidak lebih baik dari pilihan Colvert.

Tidak ada lagi cakap. Mereka memilih diam karena obrolan apa pun hanya akan berakhir ditanggapi menggunakan kalimat menohok.

Kendaraan roda empat itu sampai juga di tempat pernikahan.

"Ayo turun," ajak Yvonne sambil melepas seatbelt.

Maddalen masih tak sadar dengan lokasi pengucapan janji suci. Dia tidak membaca detail undangan, hanya sebatas nama saja yang diperhatikan. Ketika kaki terbalut heels lima centimeter itu menjejak keluar dan pandangannya tertuju pasa bangunan besar yang indah di depan mata, seketika badan membeku dan sulit bergerak.

"Katedral?" gumam Maddalen lirih. Masih tak percaya kalau Colvert akan melangsungkan sakramen yang amat sakral dan tak terceraikan kecuali maut memisahkan.

Yvonne menjentikkan jari di depan wajah sahabatnya agar tak bengong. "Hei ... ada apa?"

"Kau yakin Colvert menikah di sini?"

"Ya."

Maddalen ingin ambruk. Mendengar kabar pria yang dicintai mau menikah saja sudah cukup mencengangkan. Sekarang malah semakin membuatnya tak keruan.

"Kenapa mereka tidak menikah di Catatan Sipil saja?" Maksud Maddalen setidaknya tak melibatkan Tuhan. Kalau sudah sampai ke Katedral, berarti hubungan Colvert dan Lovy memang mau serius, bukan berencana suatu saat cerai.

"Aku juga tidak tahu," ucap Yvonne.

Maddalen memejamkan mata sejenak untuk mengumpulkan kekuatan hati. Dia perlu mamaksakan diri. Tapi, disaat itu bertepatan dengan suara seorang pria memanggil.

"Maddy ... terima kasih karena kau mau datang ke sini." Itu Colvert, dia berjalan gagah dan tenang menghampiri sosok wanita yang dipikir tidak akan hadir dalam acara pentingnya.

Maddalen membuka mata, menatap ke arah sumber suara. Colvert berjalan tidak sendirian. Pria itu baru datang bersama wanita bergaun putih yang sangat indah, beserta kedua orang tua masing-masing.

Maddalen tidak menanggapi karena kini sedang terpaku pada calon istri sahabatnya. Lovy Anderson. Dia akui wanita itu terlihat cantik, kalem. Tidak ada celah untuk ia hujat sedikit pun.

"Tentu saja Maddy datang. Cintanya padamu sangatlah luar biasa, sampai rela melepasmu untuk meraih kebahagiaan meski bukan bersamanya." Yvonne yang menjawab sambil merangkul Maddalen.

Broken SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang