Hongjoong itu orangnya gak suka basa-basi, to the point banget, bahkan urusan cinta pun tak luput.
Tiba-tiba langsung ngajak jadian orang yang dia suka, sampe yang diajak kesedak kuah bakso pedes yang lagi dimakan dan batuk-batuk.
"Mau gak?"
"Biarin...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Ngerjain tugas di kafetaria, keknya itu dah jadi kebiasaan buat Wooyoung, ya mau gimana lagi, manusia pinter yang bakal dia contekin selalu ngerjain tugas di kafetaria.
Saking sayangnya Dosen sama Hongjoong, sampai-sampai di kafetaria dikasih sarana, yang tadinya cuma tempat makan doang, sekarang ada spot yang bisa menunjang tugas, kek printer, termasuk kertasnya, dan semua ini gratis.
Enak banget, yang bikin sebel cuma satu. YANG BISA NGAKSES CUMA ORANG PINTER AJA BJIR! Printernya gak bakal bisa kepake tanpa kartu akses yang disediakan universitas. Dan yang dapet kartu akses cuma orang-orang pinter doang.
Ya, tujuannya emang bagus sih. Selain untuk memberi motivasi agar para mahasiswa belajar dengan giat supaya mendapat banyak fasilitas gratis, juga untuk mencegah para makhluk tidak modal yang ambil kesempatan ngeprint tugas gratis.
Cih, sangat tidak ramah untuk mahasiswa berotak pas-pasan seperti Wooyoung. Sebel, kesel, iri, tapi ya mau gimana lagi. Dengan brutal kedua jarinya bergerak ke sana kemari di atas keyboard laptop.
Gila banget, gak cuma nulis, ngetik pun cepet banget, bahkan jauh lebih cepet. "Pelan elah Joong, susah nih nyonteknya," keluh Wooyoung.
"Bacot, tukang nyontek gak tau diri," balas Hongjoong.
"Bjir, sakit." Untung yang dikata Wooyoung, jadi gak mempan, lanjut nyontek, tapi tiba-tiba Hongjoong nutup laptopnya dan jalan menuju tempat yang terdapat printer. "Bujuk buset, tunggu lah Joong, nebeng ngeprint."
"Gak. Udah mah nyontek, gak modal."
"Kali ini aja elah, akhir bulan ini woi, aku miskin:(" rengek Wooyoung. Salah sendiri sih, awal bulan boros banget beli ini itu, miskin kan jadinya. Duid dia cuma cukup buat makan aja, mana awal bulan masih beberapa hari lagi.
"Ck, yaudah cepet."
Wooyoung senyum lebar, balik ngetik brutal, ngetik apa aja yang nongol di otak dia, bodo amat bener apa engga, yang penting setengahnya dah pasti bener karena nyontek.
Padahal otak Wooyoung gak pas-pasan amat, walau gak nyontek pun, nilainya aman, tapi emang rada-rada orangnya, kalau ada jalan mudah, ngapain mikir sendiri, super betul.
JAN DITIRU YA DIK ADIK!
Kelar ngetik, Wooyoung langsung ngekor di belakang Hongjoong. Kelar ngeprint, masih ikut nebeng jilid, ruangan buat jilid juga cuma bisa diakses sama Hongjoong soalnya, hehe.
"Akhirnya kelar. Makasih ya Joong," ujar Wooyoung tulus.
Tapi cuma dibales gumaman aja sama Hongjoong.
Tak lama, pacarnya Wooyoung dateng, jelek banget mukanya ditekuk. "Jnck, tugas makalahku banyak yang dicoret bjir, typo doang loh dahal, tinggal kasih tau aja typonya di mana, malah satu halaman dicoretin semua," curhatnya pada dua orang di sana.
Tapi yang nyimak cuma Wooyoung, Hongjoong-nya bodo amat.
"Hong, siap-siap nenangin Seonghwa deh ya. Aku punya firasat buruk," ujar San pada Hongjoong. Sok-sokan bilang firasat buruk, aslinya dia tahu Seonghwa bakal ngamuk karena dia lihat Dosen killer coretin semua halaman makalah Seonghwa, mana abis itu Seonghwa-nya dikasih wejangan panjang banget lagi.
Hongjoong cuma ngangguk aja.
Gak lama, yang diomongin dateng.
Mukanya lebih jelek dari San, seriusan jelek banget, bibirnya manyun, matanya merah nahan tangis. Ya, gemes banget kalau di mata Hongjoong mah.
"Seonghwa?" panggil Hongjoong lembut. "Kenapa, heum? Cerita sama aku sini."
"Hiks."
Hongjoong emang udah siap dengerin semua keluh kesah Seonghwa, cuma gak expect Seonghwa bakal nangis duluan. Untung aja di kafetaria cuma ada mereka berempat. Udah sore sih, jadi yang kelar kelas langsung pada balik, ibu-ibu kafetaria juga dah pada tutup.
"Hongjoong hiks,"
"Iya."
Seonghwa mendekat dengan cepat, dengan muka beleran dia nunjukkin makalahnya. "Ho hiks do snif snif nya hiks nget, sa hiks ku ret snif hiks se hiks pa snif kan hiks ku hiks dah snif ju hiks ke hiks hiks nget hik huaaaaaa."
San dan Wooyoung yang ikut denger cuma bisa melongo. APA ITU WOI?! BAHASA PLANET MANA?! Baru tahu mereka kalau Seonghwa ada keturunan alien.
"Oh gitu. Tugas kamu dicoretin semua padahal kamu sudah berusaha keras ngerjainnya?" ujar Hongjoong.
Seonghwa ngangguk.
Bikin dua manusia di sana makin lebar aja mangap-nya. BUSET GILA! HONGJOONG NGERTI?!! YANG KATANYA GAK PEKA! TAUNYA PAHAM BAHASA ALIEN!
"Udah gak apa, nanti aku bantu ngerevisi tugasnya, ya? Udah jangan nangis," ujar Hongjoong menenangkan, membawa Seonghwa ke dalam pelukan, mengusap pelan punggungnya dengan pelan.
"Iya. Udah ya, berenti nangis, aku bantu hari ini juga, kita kerjain di rumah aku aja yang lengkap fasilitasnya, ada printer dan segala macemnya.
"Nanti diperjalanan aku belikan bakso," bujuk Hongjoong agar Seonghwa berenti nangis.
Seonghwa ngangguk, masih sesenggukan tapi air matanya dah berenti ngalir. "Mau bakso yang gede."
"Iya, aku belikan bakso yang gede semua."
Seonghwa terkekeh pelan dalam pelukan Hongjoong. "Aku sayang Hongjoong."
"Aku juga mencintaimu, Seonghwa."
Idih, romantis betul, saking manisnya sampe bikin dua setan di sana pulang duluan, takut diabetes.
|
Sementara itu.
Ada dua makhluk yang lagi jalan menuju halte bus, yang satu lempeng, yang satu lagi curi-curi pandeng. Ada perasaan mengiri gitu sih liat Hongjoong yang peduli banget, kan Wooyoung pengen diperhatiin juga kadang-kadang.
"San."
"Apaan?"
"Aku miskin."
"Udah tau."
'Jnck,' batin Wooyoung, padahal udah berekspektasi bakal ditanya mau jajan apa engga. Tapi yah, mau gimana lagi, udah kodratnya, dan Wooyoung cinta.
