07 - Stellar

12 4 3
                                    


"Sori, Kakak yang di sana

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Sori, Kakak yang di sana ... Aku mencium aroma sedap di sini. Apa bisa minta daging asapmu? Kami kehabisan."

Yang bertanya adalah seorang perempuan, mungkin sekitar usia awal 20-an. Berpakaian layaknya petualang yang biasa melintasi Direland, tetapi rambut dan pakaiannya terlalu bagus dan bersih. Makin mencurigakan karena kancing kemeja yang dibiarkan terbuka sampai tengah dada.

Ducky tidak melepaskan genggaman dari revolver di balik jaketnya.

"Kami? Ada berapa orang bersamamu, kenapa mereka tak ikut kemari?" tanya Ducky, meraih tongkat sebagai ganti pisau, berpura-pura hanya ingin mengatur nyala api.

"Yang lain menjaga api di dekat tenda. Tak lucu kalau api kami juga mati ketika minta bahan makanan, bukan?" ucap perempuan itu sambil mendekat dengan langkah kenes, lalu mengempaskan diri begitu saja di dekat Ducky.

"Kaaak," panggil perempuan itu lagi. Suaranya dimanis-maniskan. "Kami hanya minta sedikit tambahan makanan, tak perlu sekaku itu. Aku bisa masakin sesuatu untukmu juga sebagai gantinya."

Dengan agresif perempuan itu meraih dan memeluk salah satu lengan Ducky yang memegang tongkat pengatur perapian. "Atau kita juga bisa bersenang-senang dul- ..." Bisikan mesranya terhenti. Perempuan itu terkesiap karena ujung pipa logam revolver teracung dengan suara klik lembut, dari pelatuk yang ditarik ke belakang.

"H-hei ... Aku cuma minta sedikit bahan makanan. Tak perlu paranoid begitu!" seru perempuan itu, panik. Seraya beringsut mundur perlahan dengan kedua tangan diangkat.

Ducky mungkin tak punya banyak pengalaman menghadapi perempuan. Akan tetapi dia tahu betul, tampangnya bukanlah sesuatu yang bisa dengan mudah menarik minat lawan jenisnya. Kalau ada yang mendekat, apalagi bersikap mesra yang berlebihan, dapat dipastikan mereka memiliki rencana tersembunyi.

Bahkan Suster Tilia sekalipun. Memang sangat berbeda dengan apapun niat rendahan yang ada dalam benak anjing betina yang masih berusaha membujuk dengan cara lain itu. Sekarang perempuan itu terang-terangan menawarkan tubuhnya seraya membuka lebih banyak kancing kemeja.

Memuakkan. Dia mengira hanya dengan menunjukkan organ berlemak itu semua lelaki akan tunduk? Begitu yang ditulis dalam jurnal Ducky, nanti setelah situasi kembali tenang dan terkendali.

Tiba-tiba seseorang merangsek maju dari arah lain dengan parang yang cukup besar untuk menebas leher manusia. Ducky juga bergerak, menusukkan tongkat penggorek perapiannya pada lengan lawan. Tusukannya sampai lebih dulu. Lolongan kesakitan lawannya bertambah karena Ducky menyiramkan air mendidih, ketika lelaki itu masih memaksa maju menyerang.

Sumpah serapah meluncur mudah dari mulut perempuan yang sampai dengan beberapa detik lalu menggumamkan kata-kata rayuan. Ducky harus berguling menghindari pisau yang dilemparkan ke arahnya. Letusan senjata api menyalak beberapa kali, diikuti dengan suara tubuh yang roboh.

"Kau ada pistol dengan banyak peluru, apa kau harus melukai wajahnya seperti itu?!" jerit perempuan yang sibuk menarik-narik tubuh lemas lelaki penyerang Ducky. Histeris dengan air mata bercucuran. Sampai tak menyadari bahwa peluru hanya menyerempet saja.

Padahal aku hanya bermaksud mengancam, tetapi si Amatir itu malah panik sendiri dan malah bergerak ke jalur tembakan. Lalu dia pingsan karena terlalu shock. Bodohnya.

"Oh, kalian pasangan?" gumam Ducky acuh-tak acuh. "Tega juga begundal itu menyuruh pacarnya merayu lelaki lain." Dia menambahkan seraya melemparkan sebagian besar isi bawaannya ke atas ATV.

"Kalau bukan karena uang yang kau bawa, mana sudi aku menunjukkan dadaku padamu!" isak perempuan itu lagi, berusaha membebat luka di samping perut dan kaki pasangannya.

"Ya, maaf ... Tapi aku juga tak sudi melihat lemak di badanmu."

Serentetan makian kembali terdengar. Ducky sudah tak terlalu peduli, dia lebih memikirkan tentang siapa yang akan datang berikutnya selain pasangan bejat di hadapannya. Sambil tetap waspada dia mengganti isi peluru revolvernya.

Beberapa menit berlalu. Tak juga ada tanda-tanda kedatangan orang. Angin masih membawa aroma api dan asap dari jauh.

"Hei, rekan kalian tidak datang?" tanya Ducky pada akhirnya.

"Tidak akan ada yang datang," isak perempuan yang kini berwajah sembab itu. "Kami hanya menyewa seorang tukang bawa barang. Dia yang jaga api di kemah."

Alis Ducky terangkat sedikit. Membawa porter berarti dua orang di hadapannya adalah scavenger, pengumpul artefak. Kenapa mereka tiba-tiba ganti profesi jadi perampok, perlu dicek lebih lanjut.

Tak masalah kalau sekadar tindakan impulsif karena—mungkin–melihat dirinya menyewa ATV yang cukup mahal, di koloni sebelum ini. Yang menjadi masalah bila ada yang sengaja membisikkan pekerjaannya yang menghasilkan banyak uang pada mereka. Siapapun itu, sepertinya tidak ingin misinya berhasil.

"Seharusnya kami tak mengikuti saran orang asing itu," keluh si Perempuan. Memeluk kedua kakinya sendiri.

Ducky jadi tidak tahu harus prihatin atau tertawa pada tebakannya sendiri.

Pasangan bodoh itu kembali ke tenda mereka sendiri segera setelah yang lelaki siuman. Ducky memaksanya membayar ganti rugi senilai 4 butir peluru yang dihamburkan sia-sia akibat ulah mereka.

"Orang pelit sepertimu tidak akan disukai wanita!" maki si Perempuan sebelum memapah pasangannya pergi.

"Kalau semua perempuan yang ada modelannya sepertimu, aku tak peduli jadi tidak populer juga," balas Ducky. Tak kalah pedasnya.

Ducky's Today MenuWhere stories live. Discover now