Bagian XXIII "Masks"

1.3K 129 5
                                    

DOKYEOM mondar-mandir di teras yang bersebelahan dengan ballroom di mana sebuah pesta sedang berlangsung.

Mondar-mandir sudah menjadi kebiasaan lama sejak ia masih kecil, seorang anak laki-laki yang suka marah-marah dan dikurung di Lehr Manor. Saat semakin marah atau semakin khawatir, semakin kuat pula keinginannya untuk melakukan sesuatu atau bahkan bertindak, dan mondar-mandir bekerja sempurna seperti meditasi. Itu dapat membantunya berpikir.

Dokyeom khawatir akan saudaranya.

Saudaranya.

Sebagian dari dirinya masih tak percaya jika ia telah menemukan saudaranya, setelah hampir dua dekade.

Wonwoo tak seperti yang diharapkan Dokyeom akan menjadi adiknya kelak. Won kala kecil adalah anak yang menggemaskan, baik hati dan mudah tersenyum. Bukan berarti Wonwoo tidak baik hati. Dokyeom yakin sang Adik memang baik, di balik semua sifat buruknya. Namun kecerahan dari matanya... seakan hilang sepenuhnya.

Awalnya, Dokyeom mengatakan pada dirinya sendiri jika itu wajar. Semua anak laki-laki pada akhirnya akan tumbuh menjadi seorang pria, dan wajar jika seorang anak akan kehilangan kepribadiannya yang ceria seiring bertambahnya usia.

Namun, ketika hari berganti menjadi bulan, Dokyeom mulai tak yakin lagi jika itu adalah kondisi pikiran yang wajar bagi Wonwoo. Ini bukan karena saudaranya masih terasa jauh atau terpisah; tidak, ini sesuatu yang lain. Wonwoo telah menunjukkan ketertarikan untuk mengenalnya dan memperbaiki situasi politik Dokyeom yang tengah goyah. Wonwoo bahkan secara sukarela melakukan tugas-tugas kerajaan yang dibenci sang Kakak: hal-hal seperti pergi ke pesta dansa dan bergaul dengan anggota Dewan lainnya. Meskipun tumbuh di biara, Wonwoo masih jauh lebih baik dalam bersosialisasi dari pada yang Dokyeom harapkan, dan selama beberapa bulan terakhir, Wonwoo dengan cepat menjadi kesayangan media.

"Aku tidak mengerti mengapa kau harus khawatir, D." Celetuk Seungcheol, menyadarkannya dari lamunannya. Dokyeom sedang mengamati ballroom dari kejaugan saat duduk di sebuah kursi di teras, sambil menyeruput minumannya dengan santai. "Adik mu pandai menjadi seorang pangeran... Wonwoo pasti terlihat lebih nyaman jika dibandingkan dirimu."

Dokyeom tampak cemberut. "Aku tidak yakin itu nyata," akunya, menatap sang Adik dari kejauhan. Wonwoo tampak tersenyum ketika ia berdansa dengan seorang politisi asing, namun ada yang salah dengan senyumnya. Senyuman itu membuat lonceng peringatan berbunyi di kepala Dokyeom. "Ikatan kekeluargaan kami menjadi lebih kuat, dan aku bisa merasakan ada yang tidak beres. Emosinya tidak sesuai dengan senyumannya."

"Kau mengira adikmu sedang berpura-pura?" Tanya Seungcheol, mata hitamnya kini fokus pada Wonwoo dalam perenungan.

Dokyeom mengusap rambutnya dengan frustrasi. "Aku tidak tahu... Aku tidak cukup mengenalnya untuk bisa mengetahui apa saja kebiasaannya."

"Kau pernah menghabiskan satu bulan bersamanya di rumah aman yang kecil." Ujar Seungcheol.

"Itu bukan situasi yang normal," kata Dokyeom sambil memasukkan tangannya ke dalam saku jaket gelapnya. "Bagaimana aku bisa tahu jika ada sesuatu yang salah kalau aku bahkan tidak tahu seperti apa saat Wonwoo di situasi yang 'benar' itu?"

Seungcheol hanya bersenandung. "Kurasa satu-satunya orang yang tahu hanya Kim."

Dokyeom mencemooh. "Aku tidak akan bertanya kepadanya ketika teman-temanku sedang berperang dengannya."

Seungcheol tertawa kecil, "Itu berlebihan. Ksar dan aku hanya memiliki sesuatu... perselisihan dengan Kim, tapi aku yakin hal itu akan terselesaikan pada waktunya. Ini hanya masalah negosiasi. Kami akan mencapai kompromi yang tepat pada akhirnya."

[✓] Prince's Master (MEANIE Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang