1. Laksana Sabda

1.5K 153 18
                                    

Maret, 2015

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Maret, 2015.

Jika mengikuti kalender yang berlaku, maka hari ini adalah hari suci umat Hindu yang dirayakan setiap Tahun Baru Saka; Nyepi namanya. Ketika umat lain sedang melakukan pemujaan suci terhadap dewa-dewa yang membawa intisari amerta air hidup, maka puluhan manusia di tempat yang tidak manusiawi ini justru sedang berteriak meminta ampun dari penyiksaan.

Bukan, tempat ini bukan neraka yang mereka sebut berada jauh di akhirat sana. Namun jika harus dikatakan, tempat ini berkali-kali lipat lebih buruk dari nerakanya Tuhan.

Erangan dan riak kesakitan terdengar, asalnya dari halaman belakang wisma yang pagi tadi rerumputannya baru dibersihkan. Sesekali ada suara kabel dan selang yang diayun sampai mendarat pada tubuh orang, diikuti jeritan ampun yang tak digubris sama sekali oleh para algojo berhati setan.

"Tai lu sirem dulu, anjing!"

Laki-laki itu tampaknya terlalu asyik menyaksikan penyiksaan yang terjadi lewat ventilasi besi dekat toilet kamar. Tahinya sudah menumpuk. Di tempat ini, segala sesuatunya mestilah diperhitungkan dengan benar. Air yang mengalir dari keran jauh lebih kecil dari ekor anak hamster. Satu ember kecil yang menampung air itu harus bisa menyiram habis kotoran pada kloset dalam sekali coba makanya lelaki tadi harus menimbun hajatnya sampai banyak sebelum dihanyutkan.

Dampaknya, ruangan berukuran 4x3 meter tanpa sekat ini jadi berbau busuk. Jika per orang buang hajat dua kali dalam sehari, bisa dipastikan bahwa udara di kamar ini akan tercemar sebanyak dua belas kali. Aromanya tidak usah ditanya, bahkan bisa sampai mampir ke kamar sebelah sehingga tak jarang akan hadir huru-hara.

"Regu mana itu yang pukuli orang, Sab?" Yang tangan kanannya dihiasi tato bergambar naga itu bertanya.

Mata lelaki yang dipanggil 'Sab' ini memicing. Jarak pandang dari lantai tiga ke bawah cukup jauh, apalagi orang-orang biadab berbaju hitam yang perutnya pada buncit itu kompak memakai baret merah hati sehingga wajah mereka agak sulit dideteksi.

"Sepertinya Regu 3, Beh. Saya liat, si Tonggos pengawasnya." Susah payah dia memakai celana kolor yang dipelorotkan sampai setengah paha. Prosesi buang hajatnya sudah selesai. Sayangnya, baunya masih tertinggal dan kawan sekamarnya terlihat menutup hidung menggunakan leher baju.

"Anak baru ya yang digebuki itu?" Akrabnya dipanggil Babeh, mungkin karena wajahnya yang boros seperti babeh-babeh. Padahal usianya baru 40 tahun. Tapi warna rambutnya sudah didominasi abu keputihan dengan badan yang gempal karena diabetes bawaan.

"Iya, sedang ditelanjangi. Punggung mereka dipecut pakai selang, tradisi." Toilet di kamar warga binaan ini sudah seperti panggung pertunjukan. Letaknya di paling belakang, sekatnya cuma berupa triplek tipis yang gampang sekali patah. Posisi klosetnya lebih tinggi dari lantai, mereka juga tidak mengerti kenapa desainnya harus seaneh ini. Biar kalau bocor airnya langsung rembes ke lantai yang ditiduri orang-orang mungkin ya?

NEGERI ANGKARAWhere stories live. Discover now