009 || JENGGALA

297 12 2
                                    

009ヾ

Bubaran kelas, ketiga laki-laki yang hampir mempunyai tinggi badan sama itu memilih untuk langsung berjalan menuju area parkiran. “Mangkanya ... Jangan songong, lu Gal.” ujar Brayn ketus.

Gala menghela napasnya, “Gue emosi.”

“Buang kebiasaan buruk lo yang selalu ngebawa masalah di luar ke Sekolah. Apalagi ngebawa masalah di Sekolah ke rumah.” ujar Tino seraya duduk di atas motornya.

Gala hanya bergumam, “Lagian juga lo ada salahnya, Bray. Tanpa permisi lo main tangan. Tai lah.”

Brayn berdecak, “Lo yang tai. Biasanya juga nggak perlu di permasalahin. Bahkan lo juga pernah ngelakuin hal lebih dari gue. Tai.”

Seraya memasang sarung tangannya, kedua bola mata Gala merotasi, “Lo kenceng, tai.”

“Lo pernah lebih kenceng dari itu, tai.” protes Brayn.

“Lo ta—”

TAI! Gue mau balik! Lama-lama kuping gue penuh sama tai. Sialan lo pada.” Tino langsung menancap gas meninggalkan Gala dan juga Brayn. Bodo amat. Tino pusing lama-lama sama mereka berdua itu. Baru juga baikan masa sekarang harus mempermasalahkan pertaian.

Saat Brayn hendak menaiki motornya, Gala menepuk bahu laki-laki itu, “Gue bener-bener minta maaf sama lo.”

Brayn mengangguk, “Iya-iya. Gue udah maafin lo kok dari tadi juga. Sekali lagi gue ingetin sama lo, Gal. Kalo gue nggak maksa sama sekali lo buat ngikutin arahan gue. Dan maaf juga, gue tadi udah ngolok Sava.”

Kali ini Gala yang mengangguk, “Iya.” ujarnya lalu ikut menaiki motornya.

“Dan Gal,” Brayn yang sudah menaiki motornya kembali turun  menghampiri Gala, “Gue yakin lo bisa dapetin Sava. Sesusah-susahnya cewek di dapetin. Cewek nggak akan pernah  nggak bisa buat ngebedain yang mana yang serius nantinya. Jadi, gue dukung lo.” ujarnya lalu benar-benar pergi dari sana.

Brayn benar. Tapi kali ini Gala yang ragu. Gala takut kalau Sava tidak akan pernah bisa membuka hatinya untuk laki-laki itu. Sava emang susah di tebak. Itu yang mencolokan kalau Sava berbeda dengan yang lainnya.

Perlahan laki-laki itu merunduk menatap lengan kirinya di atas pedal, Gala merasa kalau  akhir-akhir ini dirinya mudah kebawa perasaan. Laki-laki itu berdecak lalu mengacak rambutnya. Biasanya juga Gala tidak seperti ini.

“Hai, Kak Gala ....”

Gala menoleh ke arah samping. Dimana di sana ada seorang gadis yang tengah tersenyum ke arahnya. Senyumnya lebar bak momo di film horor. Begitu pikir Gala.

“Kak Gala kok belum pulang? Kenapa?”

Gala berdecak, “Mau gue nginep sekaligus pun itu urusan gue.”

“Hm ... Tapi kan kalo nginep di sini serem, Kak.”

Gala yang melihat mimik wajah gadis itu di buat se-imut mungkin pun merasa sebal, “Ya itu urusan gue.”

“Iya, Tania tau itu urusan Kakak. Tapi apa Kak Gala nggak akan pernah mau ngelirik posisi aku di sini Kak? Kak, apa salahnya si Kakak buat coba ngebuka hati Kakak. Banyak lho kak, bahkan bukan cuma banyak yang di Bumantara ngejar Kakak. Tapi kenapa Kakak nggak mau lirik salah satu dari mereka?”

Gala menghela napasnya, “Kayaknya pertanyaan lo salah deh.”

Kedua alis gadis bernama Tania itu tertaut, “Salah?”

“Harusnya lo nggak nanya dan minggir dari sini sekarang juga. Stop ngebahas hal yang nggak perlu di bahas di depan gue.” lalu Gala memakai helmnya. Sebelum laki-laki itu menancap gas, “Gue tau lo mulai ngusik Sava. Jadi stop dari sekarang sebelum gue sendiri yang turun tangan. Berhenti stalk dia diam-diam.”

Tania mengatupkan bibirnya. Tunggu, dari mana Gala mengetahui itu?

******

Sesampainya di rumah, Gala langsung memasukinya. Di sana laki-laki itu dapat melihat keberadaan Sava dan Melati tengah melakukan sesuatu. Perlahan laki-laki itu mendekatinya, “Asalamuallaikum ....” ujarnya seraya menyalimi Melati.

“Iya ... Wa'alaikummussalam, Gal. Udah pulang?”

Gala mengangguk, “Udah Mah. Lagi pada ngapain?” tanya nya mencerna apa yang sedang di lakukan Melati dan juga Sava.

Melati mengangkat serangkaian bunga dari plastik yang di pegangnya, “Ini Mamah lagi bikin kerajinan bareng Sava. Mau ikutan?”

“Kayaknya kalian harus udahan dulu deh, Sava kan harus ngajarin Gala, Mah.” ujar Gala seraya melonggarkan dasi yang melilit di lehernya.

Melati berdecak, “Sebentar lagi ini. Ah, kamu mandi dulu sana, terus makan. Baru deh langsung belajar. Sava nya kan lagi sibuk dulu bareng Mamah, Gal. Ih, kapan lagi coba bisa kayak gini. Besok juga Mamah kerja di luar kota nyusul Papah lagi. Mamah kan pengen kangen-kangenan dulu sama Sava.”

Mendengar pernyataan Melati barusan membuat Sava terkekeh. Dan itu tidak lepas dari pandangan Gala. Ah, manis sekali gadis itu!

“Mamah lupa kalo Sava juga sama-sama baru pulang kerja? Dia juga pasti cape, Mah. Nggak ngasih dia istirahat sebentar gitu?”

“Ah, nggak Gal. Aku seneng kok bikin kerajinan bareng Ibu. Cape aku langsung ilang!”

Melati tersenyum mengelus pipi Sava singkat, “Noh denger.”

Gala berdecak, “Yaudah kalo gitu Gala juga mau ikutan,” laki-laki itu duduk di sofa tepat di samping Sava. Sedangkan Melati, wanita itu sama duduk di sofa namun berseberangan terhalang oleh meja yang di atasnya di penuhi oleh alat dan bahan kerajinan tersebut.

Sava melirik Gala singkat oleh ekor matanya, gadis itu refleks terpejam ketika posisi Gala sangat intens dengannya. Taunya laki-laki itu hanya mengambil gunting yang posisinya di ujung meja tepat di depan Melati.

Menyadari itu, diam-diam Gala tersenyum miring, “Gala bantu gunting plastiknya, ya?” laki-laki itu langsung mengerjakannya.

“Ikutin arahan petunjuk cara gunting yang bener. Awas aja kalo kamu bikin yang aneh-aneh.” ancam Melati.

“Iyalah, Mah. Percayain aja sama Gala.” ujar laki-laki itu terfokus pada plastik dan gunting di tangannya.

“Jadi gimana keputusan kamu buat peraturan baru di toko, Sav? Kamu sanggup?”

Mendengar itu membuat Gala menajamkam pendengarannya. Peraturan baru?

“Em ... Untuk itu Sava masih mikirin, Bu. Bagus juga ada kemajuan di toko buat buka sampe malem, yang ngebuat Sava keberatan ya itu tadi, perubahan pada jam kerja.” ujar Sava lalu melirik Gala yang masih fokus pada pekerjaannya singkat.

“Nah itu, Ibu takutnya kamu malah nggak bisa lagi jadi gurunya Gala. Kamu nggak pa-pa Gal, kalo Mamah cariin guru baru buat ngajar les privat kamu?”

Pertanyaan Melati membuat Gala mendongak menatap wanita itu, “Jawaban Gala, jawaban Sava.”

Sava kembali menoleh ke arah Gala membuat tatapan mereka saling bertubrukan. Apa lagi ini? Kenapa Gala merasa semakin ada saja hal yang berusaha menjauhkan dirinya dengan Sava. Setidak pantas itu kah untuk Gala dan Sava bersatu?

TBC

JENGGALA • [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang