5

107 14 2
                                    

BAB 6 dan seterusnya sudah bisa kalian baca di KARYAKARSA


Papa sudah diperbolehkan pulang dan menjalani perawatan di rumah selama menunggu hari operasi. Lagipula saat ini kondisi papa sudah stabil. Papa hanya tidak boleh terlalu capek dan terforsir dengan pekerjaan, sehingga seluruh urusan kantor, semua dikendalikan papa dari rumah. Sebenarnya, sebelum aku dan Reinard bercerai, papa sudah merencanakan untuk melimpahkan seluruh perusahaan untuk menantu tersayangnya tersebut. Namun karena akhirnya kami harus bercerai, apa yang papa cita-citakan akhirnya pupus. Sehingga diperoleh satu keputusan, bahwa Rosa-lah yang akan menjadi penerus. Karena aku memang tidak suka bekerja di bidang yang papa tekuni. Namun jika memang Rosa tidak mampu, mungkin suatu hari aku juga akan turun tangan untuk membantu.

Pagi ini adalah sarapan pertama kami di rumah setelah bertahun-tahun kami tidak makan bersama satu meja. Seperti biasa, masakan mama selalu menjadi masakan nomor satu di lidahku. Aku tidak memungkiri bahwa selama di Canada aku sering tidak bisa makan dengan nikmat. Ya karena lidahku itu Indonesia banget dan masakan mama adalah satu-satunya yang kurindukan.

"Biasanya Reinard akan datang untuk sarapan, tapi mungkin hari ini dia sibuk." Beberapa kali papa membuang pandangannya kearah pintu depan. Mungkin ia menantikan kedatangan pria itu untuk sarapan bersama. Namun sampai acara sarapan kami usia, pria itu tidak kelihatan batang hidungnya.

"Mungkin sibuk pa, dia ada operasi." Mama muncul dengan segelas air putih dan obat yang papa minum. "Apa enggak kasih kabar?"

"Enggak. Dia hanya bilang jika tidak bisa ikut sarapan bersama pagi ini." Sahut papa penuh kekecewaan. Ia mengambil obat dan air putih dari tangan mama kemudian meminumnya.

Aku yang sejak tadi duduk di samping papa hanya membisu. Pura-pura tidak dengar. Mataku tertuju pada Rossa yang asyik bercengkrama dengan kucingnya di pinggir kolam renang.

Sebenarnya aku ingin bertanya kepada mereka tentang apa yang terjadi dengan Reinard selama dua tahun ini. Hanya saja aku tidak ingin papa ataupun mama mengira aku masih menyimpan banyak harapan padanya. Lagipula jika hubungan Reinard dan keluargaku masih baik, mungkin karena mereka memang nyaman satu sama lain. Reinard memang menyayangi kedua orangtuaku, dan orangtuaku pastilah juga merasakan hal yang demikian.

"Jul, kamu enggak ngomong sesuatu yang menyakitkan kan sama dia?" Tanya papa tiba-tiba yang membuatku langsung menoleh dengan gugup.

"Apa—maksud papa?!" aku langsung teringat pertemuanku dengannya di makam dua hari yang lalu. Bahkan aku juga masih ingat kalimat pedasku padanya. Setelah itu, kami kembali bertemu di rumah sakit ketika papa akan pulang. Sebagai dokter penanggung jawab, ia memang harus menjelaskan banyak hal kepada pasien dan keluarganya. Tapi aku memang merasa ia sangat dingin padaku. Yah.....hanya seperti pembicaraan antara keluarga pasien dan dokternya.

Tidak taunya, dia memang marah padaku.

"Mungkin kamu ngomong sesuatu yang bikin dia marah." Mama duduk di seberangku dan papa. Wanita itu menatapku sambil tersenyum tipis.

"Enggak ma....tenang aja lah. Julia enggak mau banyak berinteraksi dengan dia." Sahutku cuek.

Papa dan mama saling pandang, keduanya kemudian menghela nafas bersamaan.

"Oh ya Jul, gimana kalau kamu sering ke kantor. Belajar tentang perusahaan. Kamu kan nganggur, atau kamu mau kembali ke firma hukum?" papa mengalihkan pembicaraan.

"Iya, Rosa masih kuliah dan juga sepertinya papa belum mampu untuk kembali ke perusahaan."

Aku terdiam sesaat.

"Itu bukan passion Julia. Lagian, Julia juga bakalan balik ke Canada lagi kok. Ada firma hukum yang menawari Julia pekerjaan disana, dan mungkin bisa Julia coba. Jadi selama disini, Julia bakal nganggur aja lah."

Klandestin 2Where stories live. Discover now