6

112 14 0
                                    

BAB SELANJUTNYA BACA DI KARYAKARSA YA SAY.....


Aku meremas kepalaku yang terasa sangat pusing. Sekelilingku berputar dan kabur, bahkan badanku terasa sangat berat saat kugunakan untuk berjalan. Saat ini aku berjalan di sebuah lorong, sepertinya tidak asing meskipun pencahayaan hanya remang-remang. Berkali-kali aku bersadar di tembok, untuk mengurai pusing dan berat yang semakin membuat perutku semakin bergejolak.

Namun beberapa saat kemudian, tubuhku terasa ringan dan aku seperti melayang. Jelas saja, seseorang tiba-tiba mengangkat tubuhku. Ia seorang pria, dengan aroma khas yang sangat familiar. Mengertilah aku sekarang siapa pria yang tiba-tiba mengangkatku tersebut. Pria yang memilik aroma khas yang membuatku nyaman untuk berlama-lama tenggelam di dalam dadanya, pria yang membuatku merasa memiliki rumah yang penuh cinta meskipun itu hanya kudapatkan sesaat dan penuh kebohongan.

Aku terpejam ketika tangan kokoh Reinard membawaku. Bibirku tersungging senyum. Ya setidaknya dalam mimpi ini aku tidak akan menaruh dendam padanya. Aku hanya ingin menikmati suasana menyenangkan ketika tangan kokohnya mendekapku, dada bidangnya memelukku atau mungkin aku akan mendapatkan jackpot dengan mendapatkan kecupan dari bibir sensualnya yang dulu selalu membuatku ketagihan. Reinard memang secandu itu. Pria brondongku yang pada akhirnya hanya bisa membohongi dan menyakitiku.

"Sejak kapan kau suka mabuk Jul?" tanyanya merdu, ketika kami sudah masuk ke dalam ruangan. Kembali ruangan ini begitu tidak asing bagiku. Bukankah ini apartement kami dulu? Waaah, mimpi ini sungguh sempurna. Aku bahkan bisa melihat kembali apartement kami yang hangat dan nyaman. Seolah waktu sedang berjalan mundur, dan kami kembali dalam situasi dahulu. Aku yang penuh cinta dan Reinard yang penuh kebohongan.

"Seingatku kau tidak seperti ini." Ia menurunkanku pelan-pelan. tangannya merapikan kancing kemejaku yang lepas.

Aku mendengus protes dengan menampik tangannya. Padahal aku masih ingin berlama-lama berada di dalam pelukannya. Merasakan sensasi panas dan terbakar yang sudah lebih dari dua tahun ini tidak kurasakan. Reza benar, aku wanita normal yang butuh pelampiasan untuk menuntaskan hasrat seksualku. Hanya saja aku tidak bisa tertarik dengan pria manapun.

"Semua orang bisa berubah Reinard...." Jawabku dengan senyum smirk yang mencemooh. "Apalagi setelah disakiti oleh pasangannya."

Pria itu menaikkan alisnya kemudian bersidekap. Tatapannya menghunus mataku seperti belati yang siap mengoyak. Tajam dan dingin.

"Kemana saja kau beberapa hari ini? Papa terus mencarimu." Aku menunjuk-nunjuk dadanya yang bidang berbalut dengan kemeja putih yang dua kancing atasnya tidak dikancingkan. Menyembul kulitnya yang putih nan menggoda. "Aku pikir kau marah atas ucapanku waktu itu."

"Kapan?"

"Saat di makam anak kita. Eh, salah....salah....maksudku anakku." Aku mendongak menatapnya. "Meskipun kau yang menanam benih, tapi kau jahat padaku dan anakku. Jadi aku putuskan jika dia hanya anakku...."

Pria itu memejamkan matanya frustasi.

"Aku tidak pernah punya keinginan untuk menyakitimu atau bahkan meninggalkan kalian." Sahutnya dengan nada sedikit putus asa.

Aku tertawa. "Akh, mana mungkin aku percaya dengan kalimat seorang pembohong?! Atau...saat ini kau juga akan berbohong padaku jika masih lajang dan masih mencintaiku?" kali ini mataku yang tajam menatapnya. Saat bermimpi seperti ini adalah waktu yang tepat untuk mengeluarkan semua perasaan yang ada di hatiku. "Bagaimana kabar Rena, apakah kalian bahagia...."

"Julia aku dan Rena—"

"Ssstttt.....!" aku menempelkan jari telunjukku di bibirnya. "Bibirmu yang manis ini tidak boleh mengucapkan nama dia. Sedikitpun. Kau tidak boleh menyebut namanya...."

Reinard memiringkan kepalanya.

"Kenapa? Apa kau cemburu?"

Aku mengerutkan alis, kemudian mengangguk cepat. Ini hanya mimpi, aku boleh sesuka hati mengatakan apapun.

"Iya, aku cemburu. Sangaaat cemburu.... Apalagi pada wanita itu. Dasar tidak tau malu." Rahangku mengeras menahan amarah.

"Maafkan aku."

"Kata maaf saja tidak cukup untuk mengobati luka hatiku."

"Lalu?"

Aku menggeleng. "Entahlah.... Hanya saja saat ini aku senang bisa berdua denganmu disini."

"Jadi, apakah kau masih mencintaiku?"

"Cinta?" bisa-bisanya ia menanyakan hal seperti itu.

Reinard mengangguk.

"Emm....tuan....sudah kukatakan bukan? Aku membencimu, tidak mencintaimu. Tidak....tidak....aku tidak boleh masih mencintaimu...." Aku tertawa dengan badan limbung. Manik mataku berhenti tepat di bibirnya yang sedikit terbuka itu.

"Tapi, jangan kecewa.... Aku masih ingin menciummu kok." Langkahku maju untuk menyudutkannya.

"Cium?" bola mata Reinard melebar. "Julia kau—"

"Aku bebas melakukan apapun di dunia mimpi tuan..." aku terus mengayun langkah.

"Mimpi?" pria itu terus berjalan mundur karena aku semakin menyudutkannya.

"Iya....ini mimpi yang cukup indah. Aku bertemu denganmu, lalu kau membawaku ke apartement kita dulu. Dan sekarang kita akan berciuman. Apa kau tidak tau, selama lebih dari dua tahun tidak melumat bibirmu, semuanya terasa sangat hampa?! Aku tidak bisa merasakan gairah dengan siapapun, jadi dalam mimpi ini aku ingin bermain denganmu..." godaku dengan nakal. Kali ini Reinard sudah tidak bisa bergerak mundur karena kakinya sudah terhimpit legan sofa. Selangkah lagi aku maju bisa dipastikan ia akan jatuh di atas sofa itu.

"Julia....kau akan menyesali ucapanmu besok."

"Hah?" aku tertawa mengejek. "Aku tidak pernah menyesal dengan keputusanku. Justru kau yang akan menyesal telah menyakitiku."

"Tapi kau—"

Aku maju satu langkah lalu menangkupkan kedua tanganku di pipinya, tidak memperdulikan apa yang akan dikatakan Reinard selanjutnya. Tanpa berfikir panjang, aku langsung melumat bibirnya, dan bersamaan dengan itu, tubuh Reinard limbung dan terjatuh di atas sofa dengan aku yang berada di atasnya.

"Kau tidak sedang—" Reinard berusaha melepaskan ciumanku, nafasnya terengah. Akh, lelaki pemalu. Jujur saja jika kau juga tergoda dengan ciumanku bukan?

"Bagaimana, apakah ciumanku tidak berubah? Aku tidak pernah berciuman dengan siapapun selama ini...."

"Bisa kau lepaskan aku Julia? Besok pagi kau akan membunuhku!"

"Diamlah. Aku tidak tahan untuk menciummu...." Dadaku naik turun dengan cepat, menahan gelinyar panas yang memenuhi tubuhku. Rasanya seperti terbakar, dan aku sangat bergairah.

Reinard hanya menarik nafas. Ia hanya pasrah ketika bibirku turun menciumi lehernya lalu membuat kiss mark di sisi lehernya sebelah kiri. Pria itu menjadi sangat penurut di dalam mimpi. Tanganku dengan lembut menyusup di dadanya yang bidang, memainkah kulit lembutnya yang kurindukan. Saat tanganku hendak membuka kancing bajunya, tiba-tiba perutku terasa penuh dan mual. Ada yang berjejal-jejal di lambungku minta untuk dikeluarkan.

Lalu.....

"Hoeeeeek!!!"

Aku muntah di tubuh pria itu. Sangat banyak!

***** 

Klandestin 2Where stories live. Discover now