21

231 22 0
                                    

Happy reading

️❣️

Unknown.
Mau dinner bareng?

Kharis B.
Gue ada urusan nanti sore. Kita bicara pas malam aja.
Awas kalo lo gak datang lagi.

Tressa menatap dua pesan yang baru saja masuk ke ponselnya, perempuan cantik itu duduk menyandarkan diri pada sofa di ruangannya, sekarang sudah pukul empat sore dan dia baru saja selesai melakukan operasi beberapa saat yang lalu.

Kemudian ponsel itu mati. Sepertinya dia lupa mengisi dayanya tadi.

Helaan nafas terdengar, Tressa bangkit dari duduknya menuju meja kerja dan segera mengisi daya batrai ponsel. Perempuan itu mengusap perutnya yang terasa agak sedikit lapar dan tiba-tiba menginginkan sesuatu yang manis. Seperti coklat atau biskuit krim.

Ia buka laci meja kerjanya, mengacak-acak bagian dalam laci itu, berharap menemukan sesuatu yang dapat ia makan. Tressa membeku sejenak begitu jenarinya menyentuh sebuah benda mungil, cincin dari Noah yang memang dia lepaskan secara terburu-buru tadi. Ahh... Biasanya dia akan segera mencari benda itu dan memakainya begitu operasi selesai, tapi entah mengapa dia malah melupakannya hari ini.

Saat ingin memakainya kembali dia tiba-tiba teringat dengan Rahadyan, entah mengapa. Mungkin karna dia telah berjanji untuk memberikan kesempatan pada pria itu.

Tressa menghela nafas, ia kembali ingin memasangnya pun tiba-tiba pintu ruangan terbuka setelah di ketuk berapa kali.

"Dokter... Kenapa ga angkat telphone?" Gilang masuk dengan tampang resahnya, Tressa yang melihat itu pun secara spontan menjatuhkan cincinnya ke dalam laci lalu ia tutup kembali.

"Kenapa?"

"Itu, pasien dokter Bian yang kemarin tiba-tiba kejang dan muntah darah dok," Tressa mengerutkan keningnya, ia segera menghampiri Gilang yang masih berdiri dengan raut wajah resah.

"Dokter Bian kemana emangnya?"

"Dia ada seminar dok, katanya dia bakalan cepat ke sini cuma sekarang jam-jam macet." Perempuan itu mengangguk, segera berjalan keluar dari ruangannya dengan Gilang yang terus mengekor di belakang.

Hingga waktu terus berjalan, sudah hampir pukul sembilan malam, Tressa meraih tas selempangnya dan segera melangkah menuju parkiran bawah dimana Kharis menunggu. Pandangan perempuan itu terus terpaku pada layar ponselnya, membalas beberapa pesan dari dokter residen, dokter jaga, dan dokter atasannya yang lumayan membludak.

Bahkan ketika memasuki mobil milik Kharis pun dia masih saja terpaku pada layar ponselnya.

"You don't wanna talk?" Kharis adalah yang pertama membuka suara tepat lima belas menit setelah mobil yang mereka kendarai keluar dari pekarangan rumah sakit.

"Talk about what?" Tressa masih terus fokus pada ponselnya, menanggapi Kharis seadanya hingga membuat pria itu mendengus sebal.

"Are you two dating or something?" Tressa melirik Kharis sejenak.

"No."

"Terus apa dong?!" Kharis bertanya dengan nada frustasinya. Tressa yang mendengar itu pun segera mematikan ponsel, ia menatap wajah Kharis intens sebelum membuka suara lagi, terkadang sikap ingin tau atau biasa di sebut 'kepo' milik Kharis membuatnya kesal. Pria di sampingnya itu suka sekali mencari tahu dan menyimpan berbagai informasi di dalam otaknya, bahkan jika itu tidak penting sekalipun.

Tak heran jika dia di juluki bapak informan Reseda. Ia mengetahui segala macam urusan yang bahkan tak ada kaitan dengan dirinya, seperti kasus perceraian kepala perawat di bangsal penyakit dalam, masalah finansial para pembersih di gedung Radiologi Central dan lain sebagainya. Mungkin Kharis merasa harga dirinya akan jatuh apabila dia mengetahui segala hal dari orang-orang rumah sakit sementara dirinya yang merupakan salah satu sahabat terbaik pria itu tak ia ketahui.

Sound Of HeartbeatWhere stories live. Discover now