𝟎𝟗. 𝐂𝐞𝐧𝐭𝐢𝐦𝐢𝐞𝐧𝐭𝐨𝐬 𝐂𝐫𝐞𝐜𝐢𝐞𝐧𝐭𝐞𝐬

894 145 152
                                    

Jangan di skip ‼️

Sebelumnya aku mau mengingatkan yagesya.. untuk vote!, klik tanda bintangnya sebelum membaca supaya tidak lupa, mungkin bagi kalian vote itu ga penting, tapi bagi Author itu penting guys :(

Vote itu tanda kalian mengapresiasi karya author, kadang aku sedih aku udah meluangkan waktu untuk melanjutkan cerita, karena ingin memberikan yang terbaik untuk kalian, tapi terkadang vote aja susah, padahal tinggal pencet tanda bintang ajah 😭

Gratis ga di pungut biaya lagi, kenapa aku terapin target vote? Ya karena aku ingin kalian menyadari bahwa vote itu sepenting itu buat author..

Jadi author harap ketersediaannya, kerelaan jari kalian untuk klik tanda bintangnya saat membaca 🙏

Thanks sudah membaca karya yang tak seberapa ini.

Happy reading !

°

Sinar mentari mulai menelisik diantara dedaunan hijau rimbun yang mengitari mension mewah pria berkulit pucat itu. Suara burung yang sudah dirindukan tempo hari ntah darimana mereka berlibur, kini serasa kembali menguar untuk memperjelas suasana pagi yang asri ditengah hutan belantara.

Sedangkan dibawah selimut tebal dua sejoli masih saling merengkuh, memberikan kehangatan satu sama lain setelah kemarin sempat beradu fisik, memang konyol sekali pasangan itu, setelah aksi baku hantam yang terjadi seolah mereka adalah musuh bebuyutan, sekarang keduanya justru terkapar di ranjang yang sama.

Suga menggeram halus dan menggerakkan tubuhnya perlahan, ia mulai membuka maniknya sedikit demi sedikit, saat pupilnya melebar, ia menangkap sosok bidadari maut dihadapannya yang masih terlelap damai, sehingga ia baru menyadari sesuatu, ternyata yang terjadi semalam memang bukan mimpi.

Daripada beranjak dari kasur untuk membuat segelas kopi seperti biasanya, ia lebih tertarik memandangi wajah puan itu, meneliti mahakarya tuhan yang babak belur tersebut dengan lamat, akan tetapi bagaimanapun kacaunya, itu tidak mengurangi kecantikannya samasekali sehingga membuat sang empu menarik sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman tipis.

Suga mengelusi pipi ranum Livory yang sudah tidak membengkak walau masih terlihat jelas luka-lukanya, sejenak ia merutuki dirinya sendiri, kenapa ia kemarin tega melukai wajah puan ini, seharusnya ia berpikir seribu kali lipat sebelum memukulinya, memang bajigur (bajingan kurang ajar) dirinya itu.

Manik Livory terbuka perlahan seiring dengan elusan telapak tangan sang empu, merasakan pagi ini adalah pagi yang berbeda, pagi dimana ia terbaring di ranjang bersama pria penjahat, walaupun ini sudah kedua kalinya ia bangun ditempat yang sama dengan pribul itu.

"Sebegitu cintanya kah?" tembak Livory hingga membuat Suga terkekeh, lalu mengangguk.

"Terimakasih sudah menyatakan cinta, pribul ku"

"Pilihlah nama panggilan yang bagus Vory, misalnya my hunny, my love, itu biasanya yang ku temui di jalan-jalan, perempuan selalu memanggil kekasihnya seperti itu, tapi kenapa harus, pribul ku" kesalnya.

"Aku menyukainya, kenapa? tidak terima? tidak mau?" goda Livory seolah berpura-pura kesal, padahal dalam hatinya berteriak suka sekali dengan cara pria itu mencintainya. Ia tak menyangka pria penjahat sekelas Suga Torucelli akan kekanakan saat ia menjalin kasih dengan seorang wanita. Konyol tetapi menggemaskan.

"Baiklah nona cinta, apapun nama panggilanmu akan aku terima, jadi hari ini kita sudah baikan?"

"Aku belum menjaminnya seratus persen sih, aku masih ingin boxing denganmu"

Secret Lust [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang