Bersama

198 31 0
                                    

Kini seluruh penghuni yang sedang berada di kosan tengah berbondong-bondong memasuki kamar Yegan, bahkan Guno yang tadinya sedang ada janji mengerjakan tugas bersama teman, juga akhirnya memutuskan untuk pulang dan ikut menyusul bergabung. Hati remaja itu kini mulai diserang oleh perasaan bersalah.

Sedangkan Ginan yang mengetahui hal itu, seketika mengurungkan niat awalnya untuk mengomeli yang lebih muda.

"Ko Hao masih belum pulang ya bang?" tanya Ginan lagi dengan mata yang sesekali melirik ke arah jam dinding.

"Belom Pin, sabar dulu napa. Lo udah nanya sampe 4 kali loh ini." jawab Tara sedikit kesal.

Mendapat teguran dari yang lebih tua membuat Ginan hanya bisa memberikan permintaan maaf sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia kini masih belum bisa merasa tenang melihat kondisi sang adik yang rasanya kian memburuk.

Wajah pucat Yegan yang masih terlelap itu sesekali terlihat terusik, sedangkan tubuhnya yang panas semakin banyak mengeluarkan keringat walau nyatanya anak itu malah terlihat sedikit menggigil kedinginan.

"Bunda... bunda.." lirih anak itu dalam tidurnya, membuat Ginan yang awalnya melamun segera tersadar dan mulai mengelusi punggung sang adik.

Saat di rasanya Yegan sudah mulai tenang, keempat pemuda itu akhirnya bisa sedikit menghela nafas lega.

"No minta tolong gantiin air kompresannya ya." ucap Harsa sambil menyerahkan baskom ditangannya, membuat Guno yang sedari tadi hanya asik memperhatikan itu, segera mengangguk patuh dan beranjak.

"Ini ko Hao masih lama ngga ya?" tanya Ginan tidak sabar.

"Sabar Pin, masih di perjalanan kayaknya." kini giliran Harsa yang menjawab, di karenakan Tara yang sedari tadi sedang berbalas pesan dengan sang Koko sudah kepalang kesal untuk menjawabpi pertanyaan berulang itu.

"Loh si Riki mana Pin? Bukannya tadi pulang bareng sama kamu ya?" tanya Harsa yang baru tersadar akan hal itu. Pasalnya kini, di kamar itu hanya ada Yegan, Ginan, Harsa, dan Tara, sedangkan Guno yang tadi dimintai tolong kini tengah berada di kamar mandi untuk mengganti air kompresan.

"Ngga tau juga gua bang, tu anak emang dah kayak jalangkung. Dikit-dikit ilang, tapi entar nongol lagi kok." jawab Ginan acuh tak acuh, sedangkan Harsa yang mendengar itu hanya bisa menggelengkan kepalanya heran.

"Ini bang." ucap Guno yang baru saja kembali sambil memberikan
sebaskom air yang terasa hangat itu.

Sebenarnya jika di tanya mengapa ketujuh pemuda yang baru saja mengenal Yegan itu sangat peduli pada si bungsu? jawabnya hanya satu, yaitu karna Ginan. Entah bahkan sudah berapa banyak wejangan dan cerita yang pemuda itu katakan pada ketujuhnya, sampai membuat seluruh penghuni kosan yang sudah di anggapnya sebagai keluarga kedua, lama-lama juga ikut merasa prihatin. Bahkan tak jarang juga, perilaku atau pun tindakan yang seringkali Ginan ambil dalam menghadapi setiap masalah sang adik sepupu, juga berasal dari saran-saran yang mereka berikan.

Baru beberapa menit setelah Harsa kembali mengompres kening Yegan, dari arah pintu depan kosan terdengar suara mobil yang tengah terparkir di halaman, membuat keempat pemuda itu seketika saling memandang dengan keheranan.

"Sapa tu? Perasaan dari suara-suaranya ni, kayaknya mobilnya si Riki deh." ucap Tara setelah beberapa saat menerka-nerka.

"Lah bukannya tadi si Riki dah pulang? Sama kamu kan Pin." tambah Harsa sambil menoleh kearah Ginan, sedangkan anak itu sendiri hanya bisa mengangguk mengiyakan.

"Yaudah bang, biar aku cek aja." putus Guno sambil beranjak berdiri, tapi baru saja anak itu hendak keluar ruangan sambil memegang gagang pintu.

Pintu di depannya itu sudah terlebih dahulu di buka dari luar, menampakkan sosok ko Hao yang terlihat panik, sedangkan dibelakangnya terdapat Riki, dan seorang pria paruh baya yang tak mereka kenali.

Tanpa membuang waktu dan menjelaskan terlebih dahulu apa yang terjadi, pemuda yang tadinya tengah ditunggu-tunggu itu segera beringsut masuk mendekati ranjang sang adik. Tak lupa juga, Riki yang berada tepat di belakang ko Hao juga terlebih dahulu mempersilahkan pria paruh baya itu untuk mengikuti langkah sang koko, sebelum akhirnya, dirinya juga ikut beranjak masuk.

"Loh Rik, siapa tu?" bisik Tara sambil menyenggol pelan pundak Riki, membuat pemuda yang sedari tadi diam saja itu segera menoleh.

"Dokter." jawab Riki cuek, membuat Tara dan Guno yang sempat mendengar bisikan itu segera berpandangan heran.

"Silahkan dok." ucap ko Hao mempersilahkan, membuat Harsa dan Ginan yang awalnya sedikit menghalangi, segera beringsut menyingkir.

Mendengar itu, sang dokter segera beranjak mendekati tubuh Yegan. Menggunakan beberapa peralatan yang memang sedari tadi di bawanya, pria paruh baya itu akhirnya mulai menjalankan tugasnya.

Selang beberapa menit dari itu, suara sang dokter yang sepertinya telah selesai memeriksa mulai memecahkan keheningan yang sempat singgah beberapa menit yang lalu.

"Hmm, setelah saya periksa, sepertinya ini hanya demam biasa. Atau apa mungkin pasien memiliki riwayat penyakit tipes?" tanya sang dokter.

"Setau saya sepertinya tidak dok." jawab Ginan sedikit tak yakin, walaupun dirinya bisa dibilang sangat atau paling mengenal sang adik, tapi mereka tidak mungkin selalu bersama dalam 24 jam bukan.

"Baiklah, jika seperti itu. Saya sebenarnya sedikit tidak yakin, namun bisa dibilang mungkin ini hanya faktor kelelahan saja. Tapi jika nanti suhu tubuh atau keadaan pasien juga tidak kunjung membaik, saya sarankan lebih baik membawanya untuk berobat ke rumah sakit terdekat."

Mendengar itu yang lainnya hanya mengangguk mengerti.

"Kalau begitu saya akan memberikan beberapa resep obat yang bisa kalian tebus di apotek terdekat." ucap sang dokter sambil mengeluarkan kertas dan pulpennya, belum sempat tangan pria paruh baya itu menulis, suara Guno yang sedari tadi hanya diam saja terlebih dahulu menginterupsinya.

"Dok, apakan tidak bisa jika obatnya bukan pil?" tanya Guno gugup.

"Oh, apakah pasien memiliki masalah jika memakai pil?"

"Bukan begitu. Hanya saja saya merasa, sepertinya adik saya tidak terlalu menyukainya. Terlalu pahit katanya." jawab Guno kembali, membuat sang dokter akhirnya terlihat mengangguk mengerti.

"Baiklah saya akan mencoba merekomendasikan obat berbentuk kapsul saja."

Setelah mengatakan itu dan memberikan beberapa resep obat, pria paruh baya itu pun akhirnya berjalan meninggalkan ruangan. Tak lupa juga para penghuni kos yang lain terlebih dahulu mengucapkan terimakasih, sedangkan beberapa dari mereka juga ikut mengantar pria paruh baya itu sampai keluar kosan.

"Lihat kan Pin, adek lo nggapapa kok." ucap Tara mencoba menangkan sambil menepuk pelan pundak yang lebih muda. Sedangkan Ginan yang mendengar itu terlihat mengangguk samar, setidaknya mendengar penuturan sang dokter beberapa saat yang lalu itu dapat membuat perasaannya sedikit merasa lebih tenang.

"Yaudah, biar gue aja yang tebus obatnya." ucap Riki yang baru saja ikut bergabung.

"Ikut Rik." tambah Guno yang langsung di balas Riki dengan tatapan malas.

Belum sempat kedua orang itu kembali beranjak pergi, suara pelan itu seketika menghentikan pergerakan mereka yang hendak beranjak.

"Makasih ya." ucap Ginan setelah beberapa saat terdiam.

"Udah tugas kita buat saling jaga." kini giliran ko Hao yang menjawab sambil mengusak pelan puncak kepala yang lebih muda, sedangkan yang lainnya juga ikut menyetujui perkataan tersebut.

"Adek lo, berarti adek kita juga Pin." ucap Tara kembali, membuat Ginan akhirnya mencoba menunjukkan senyuman terbaiknya.

"Makasih, gue beruntung punya kalian semua." ucap Ginan tulus.

"Udah ah, ngga bisa gue liat Lo melow-melow kayak begini." canda Guno sambil berpura-pura bergidik ngeri, membuat keadaan yang awalnya terasa sedih itu kian berganti dengan beberapa gelak tawa.



Segini dulu.
Sorry for typo dan jangan lupa vote and komennya ya.....
Makasih.

Rumah Pulang Donde viven las historias. Descúbrelo ahora