Normal day

219 30 4
                                    

Lusa setelah kejadian yang cukup menghebohkan itu berlangsung, pada hari Senin tepatnya. Keadaan kosan pada pagi hari ini nampaknya terlihat lumayan sepi. Hanya ada sosok Harsa dan Jendra yang kini tengah berada di dapur untuk menyiapkan sarapan pagi, bagi para penghuni kos yang lain.

"Loh dek, kok udah bangun? Masih pagi lo ini." tanya Hanbin yang di kejutkan oleh penampakan Yegan yang baru saja memasuki area dapur.

Bukannya segera menjawab, Yegan kini malah terlihat sedikit bersandar pada tembok di dekatnya. Sedangkan salah satu tangannya juga ikut beranjak untuk memijat kening yang rasanya sedikit di landa pening.

"Loh dek, kalo masih sakit mending balik ke kamar lagi aja deh." saran Harsa lagi, sedangkan Jendra yang berada tak jauh dari tubuh yang termuda, segera menuntun anak itu untuk duduk di kursi meja makan yang tersedia.

"Nggapapa bang, ini cuma pusing sedikit kok. Mungkin karna kebanyakan tidur aja." jawab Yegan meyakinkan.

"Yakin dek?" tanya Jendra yang hanya di balas anak itu dengan anggukan pelan.

"Si Ginan belom bangun ya?" tanya Harsa memulai obrolan.

"Oh, bang Ginannya emang blom bangun bang."

"Abang belum selesai ya bikin sarapannya? Ada yang perlu Yegan bantu?" tanya anak itu tak enak, pasalnya sekarang dirinya kini malah enak-enak duduk di kursi, sedangkan kedua orang di depannya itu terlihat kembali pada kesibukan awal mereka, yaitu memasak sarapan.

"Udahlah cil, duduk aja. Entar bukannya ngebantuin, yang ada malah tambah ngerusuhin lagi." ejek Jendra jail sambil mengacak puncak kepala yang lebih muda, membuat Yegan yang mendengar itu segera mencebikkan bibirnya kesal.

Ternyata pemikiran awalnya tentang kakak tertuanya yang berwajah galak itu salah besar, kenyataannya pemuda berumur kurang lebih 25 tahun itu hanyalah seseorang yang usil dan juga kadang kekanakan-kanakan.

"Nih dek, makan duluan aja." ucap Harsa yang sebetulnya cukup pelan, membuat Yegan yang awalnya sedang melamun berakhir sedikit berjengit kaget dibuatnya. Setelahnya, pandangan matanya kini tertuju pada semangkok bubur ayam dengan beberapa potongan kecil sayur yang baru saja di letakkan pada meja di depannya.

"Bubur lagi bang? Ngga ada yang lain apa?"

"Udah makan aja, anak kecil kan emang harusnya makan yang lembut-lembut aja." ledek Jendra kembali yang langsung mendapatkan tatapan sinis dari yang lebih muda.

"Makan itu dulu aja ya dek, takutnya perutnya masih belum enakkan." kini giliran Harsa yang menjawab, membuat Yegan akhirnya mengangguk mengerti.

Setidaknya ia harus menghargai bukan usaha yang sudah di lakukan para kakak kosannya yang lain. Bahkan mereka dengan tulus sudah mau membantu dan menjaganya saat dirinya tengah sakit, bukankah seharusnya ia berterima kasih untuk itu semua?

Sedikit menganggukkan kepalanya, Yegan yang ingin kembali melontarkan perkataan terimakasihnya itu terlihat kembali mengangkat kepalanya untuk menatap salah satu dari dua sosok yang lebih tua di depannya. Tapi, belum sempat satu katapun terucap dari bibirnya, Yegan dapat dengan jelas merasakan ada sebuah tangan yang kini tengah bertengger apik pada dahinya.

"Masih agak anget ini. Abis makan, obatnya di minum lagi ya dek." ucap Marchel yang ternyata baru saja ikut bergabung, setelahnya pemuda itu lantas mendudukan dirinya di kursi kosong tepat disebelah yang termuda.

"Udah enakan?" tanya pemuda itu lagi dengan tatapan yang sedari tadi tak lepas dari wajah kebingungan Yegan.

Sedikit merasa canggung dan kaget, anak itu pun hanya menjawab pertanyaan tersebut dengan anggukan pelan, sedangkan salah satu tangannya yang sedari tadi memegang sendok terus mengaduk bubur di depannya itu tanpa memiliki sedikit pun niat untuk memakannya.

Rumah Pulang Donde viven las historias. Descúbrelo ahora