menepati janji

92 6 0
                                    


"Tolong di lihat kembali ya bu catatan anak ibu selama enam bulan terakhir ini, jikalau masih belum ada perubahan, terpaksa saya pasrahkan kembali anak ibu dan tidak akan saya terima lagi untuk belajar disini."

Pria berkacamata itu menyodorkan beberapa berkas yang terlihat sudah agak berdebu, kedua bola matanya melirik sekilas reaksi wali murid yang sudah bebera kali mampir ke dalam kantor nya.

Reaksi si ibu rumah tangga tak terbaca, bibir merah dengan sedikit sentuhan ombre itu mengkerut tak suka.

"Bapak ini bagaimana, anak saya tidak melakukan kesalahan apapun loh, kok mau di tindak" ujar nya terdengar tak mau kalah.

Pria berkacamata itu hanya bisa tersenyum, menanggapi setiap wali murid yang selalu tak mengerti adalah makanan sehari-hari.

Posisi duduknya sedikit ia perbaiki, mengambil badan tegap dan juga tangan terlipat rapih di atas meja menandakan bahwa dirinya siap menangani wali kelas murid nya hari ini.

"Sebelum nya maaf sekali ibu. Dengan ibu...?"

"Sulis"

"Baik ibu Sulis?"

"Iya" wanita paruh baya itu mengangguk, membuat si pria berkacamata kembali melanjutkan petkataannya.

"Mengenai anak ibu yaitu nak JJ. Saya dengan senang hati membenarkan bahwa anak ibu tidak pernah melakukan kesalahan ataupun membuat onar di sekolah." ujar nya. "Terlepas dari baik atau buruk nya anak ibu, saya disini hanya ingin menyampaikan bahwa, nilai anak ibu setiap tahunnya selalu menurun. Disini saya ingin bertanya pada ibu Sulis selaku wali dari nak JJ. Apakah ibu sering memberi nya arahan? Agar nak JJ selalu belajar dan juga memiliki target untuk mencapai cita-cita?"

Bu Sulis terdiam mendapat pertanyaan seperti itu. Jujur saja, dia bahkan tidak terlalu peduli dengan kegiatan sekolah atau keseharian anaknya itu.

"Bagaimana ibu?"

Pertanyaan itu terdengar mudah di jawab namun juga susah.

"Ya saya juga sering suruh anak saya belajar, tapi anak saya hanya iya-iya saja lalu masuk ke kamar, saya pikir mungkin dia belajar di kamar nya."

Jawaban ibu Sulis terdengar begitu di paksakan.

"Apakah ibu yakin?"

"Yakin lah, kan saya ibu nya. Mungkin anak saya cuma lagi capek belajar aja, makannya nilai nya turun"

Pria berkacamata itu hanya mengangguk, kemudian memberikan beberapa lembar kertas ke hadapan wanita paruh baya itu.

"Ini adalah hasil nilai ulangan harian anak ibu selama enam bulan terakhir, bukannya ada perubahan, nilai anak ibu justru semakin turun setiap bulannya. Saya harap, bu Sulis dapat melakukan yang terbaik untuk anak ibu sendiri kedepannya. "

"Pak, dimana JJ?"

Wanita paruh baya itu menyimpan kembali tas hitam kesukaannya ke dalam lemari. Menghampiri sosok pria matang dengan setelan kemeja dan juga dasi yang masih tersampir rapih di antara kerah leher nya.

Pria itu menunjuk satu ruangan dengan jari telunjuk nya, lalu melirik sekilas pada wanita paruh baya yang ber status sebagai istri nya.

"Kenapa lagi memang bu?" Tanya pria itu.

Bu Sulis mendengus, membeberkan semua kertas ulangan hasil anaknya selama enam bulan terakhir.

"Masa ibu hari ini di panggil cuma buat lihat nilai JJ, ibu kira ada apa pak" jawab si ibu.

Pria itu memperhatikan beberapa kertas dengan hampir semua memiliki tinta merah.

"Loh ini nilai nya ga jelek-jelek banget, kenapa sampe di panggil ke sekolah?"

Bu Sulis mengangkat bahu, kemudian berteriak memanggil anak sulung nya dengan sekuat tenaga.

"JJ kesini kamu! Ada yang mau di obrolin sama bapak dan ibu!"

Pintu berwarna gading tulang itu terbuka. Menampilkan sosok remaja SMA dengan tinggi badan yang menjulang.

Sosok remaja itu, atau biasa di panggil dengan sebutan JJ menguap. Menggaruk beberapa kali rambut kusutnya yang tak terasa gatal.

"Kenapa bu?" Tanya remaja laki-laki itu.

Kedua kakinya ia bawa menuju sofa di dekat sosok ibu dan bapak nya.

Bu Sulis berdecak tak suka, melihat kelakuan anak nya yang selalu bergadang kadang membuat kepala nya pening karena susah untuk di nasehati.

Pria yang menjabat sebagai kepala rumah tangga itu berdeham, kemudian menyesap kopi hitam nya yang hampir habis.

"Kamu sebenernya niat ga sih nak buat sekolah?" Tanya pria paruh baya itu.

JJ yang mendapati pertanyaan seperti itu mengangguk, kemudian menggeleng.

Sang ibu hanya bisa merotasikan bola matanya kesal. "Kamu kalau di tanya itu jawab yang bener, ibu kira kamu dapat masalah di sekolah karena kamu nakal, ternyata cuma karena nilai mu jelek, di pikir ibu ga malu apa tiap bulan dateng ke sekolah mu terus cuma buat liat nilai jelek mu itu."

JJ hanya terdiam, tak mengindahkan perkataan kedua orang tuanya.

"JJ / nak "

Ibu dan bapak nya dengan tak sengaja memanggil secara bersamaan, membuat JJ menatap kedua nya dengan ekspresi datar.

Pria paruh baya itu kembali berdeham, kemudian menepuk bahu si anak sulung dengan tenang.

"Bapak tau kamu ga mau sekolah karena sudah bukan waktu nya kamu buat belajar di SMA, tapi bapak minta tolong sama kamu, bapak minta tahun ini kamu lulus SMA ya? Memang kamu ga malu sama teman-teman seusia mu yang sudah pada kuliah? Jadi, tolong belajar yang rajin ya? Bapak tau kamu sebenar nya bisa, cuman kamu malas. Bapak tidak akan memaksakan kehendak bapak, yang bapak ingin cuma satu, tahun ini kamu harus lulus sekolah, dan adekmu ga bakal malu lagi punya kakak kaya kamu yang ga naik kelas, ngerti?"



to be continued.

- 𝐌 𝐈 𝐍 𝐔 𝐒Where stories live. Discover now