29 - Sesuatu yang Besar dan Berat

8 1 0
                                    

Semua tatapan sedang tertuju ke Yudha. Ariani bahkan menahan napas menunggu lelaki itu bersuara.

"Kami hanya teman yang dipertemukan oleh hobi." Sebaris senyum menghiasi jawaban Yudha, berusaha tampak meyakinkan, meskin hatinya mendadak kemarau. Sesuatu yang dia bawa dari Jogja ke Makassar ini, akarnya tidak kokoh lagi.

Diam-diam Ariani menghela napas lega. Dia merasa aman, meski tidak tahu pastinya aman dari segi apa.

Situasi yang sempat menegangkan itu terselamatkan oleh kedatangan seorang pelayan yang langsung menyodorkan buku menu kemudian menyiapkan pocket note dan pulpen untuk mencatat pesanan.

Setelah urusan memesan selesai, Yudha langsung angkat topik. Di sini jelas sekali terlihat kemampuan public speaking-nya sebagai ketua komunitas besar yang sudah sering tampil di depan umum. Tegar dan Maryam mengimbangi dengan baik. Rupanya pengetahuan umum kedua orang itu lumayan luas. Hanya Ariani yang keseringan diam. Entahlah, dia merasa masih ada sesuatu yang mengganjal di tengah pertemuan ini.

"Jadi Mas Tegar ini tukang ojek?" tanya Yudha sesaat setelah makanan mereka diantarkan. Setelah ngobrol random beberapa saat, dia benar-benar baru tahu profesi model siluet yang membuatnya penasaran itu.

Tegar yang ditanya, Ariani yang deg-degan. Dia khawatir Tegar akan tersinggung dengan cara Yudha bertanya.

Tegar mengangguk. "Benar, Mas."

"Tapi selain ngojek, dia juga tutor bahasa Korea di salah tempat kursus yang cukup tersohor di Makassar ini." Maryam sigap menambahkan. Dia tidak sudi sahabatnya diremehkan, sekalipun Yudha tampaknya bukan tipe orang yang suka memandang orang dari profesinya.

"Keren, keren!" Yudha manggut-manggut. "Tapi selain itu, emang punya pengalaman jadi model?"

Tegar menggeleng sambil tersenyum geli. "Nggak, Mas."

"Tapi pose Mas di foto siluet itu bagus banget, loh. Terlihat jujur, tulus, sederhana, tapi berkelas. Nggak sembarangan orang bisa kayak gitu."

"Semua itu berkat arahan Rian." Tegar menoleh ke arah Ariani, tepat ketika cewek itu juga menoleh ke arahnya. "Jadi, dia yang hebat." Tegar tersenyum, tapi Ariani kembali menatap piringnya.

"Tapi beneran nggak apa-apa, kan, Mas kalau fotonya kami pajang di pameran?"

🍁🍁🍁

Assalamualaikum.

Mohon maaf sebelumnya, bab ini hanya berupa cuplikan. Kalau kamu penasaran dengan lanjutannya, silakan baca di:

* KBM App
* KaryaKarsa

Di semua platform nama akunku sama (Ansar Siri). Ketik aja di kolom pencarian. Kalau akunku udah ketemu, silakan pilih cerita yang ingin kamu baca. Atau langsung ketik judul cerita juga boleh.

Cara gampangnya, langsung aja klik link yang aku sematkan di halaman depan Wattpad-ku ini.

Aku tunggu di sana, ya.

Makasih.

Salam santun 😊🙏

Semerdu Alunan AzanmuWhere stories live. Discover now