Yang Sebelumnya Tak Terlihat Olehku

5 1 0
                                    

Laki-laki mata merah yang entah kenapa mengeluarkan aura dingin itu masih belum berbicara sepatah katapun. Matanya masih memandang buku yang ada di genggamannya meski jelas-jelas aku ada di hadapannya. Seekor ulatkah aku di matanya?

Kalau saja bukan karena keajaiban otak mama―setidaknya itu yang kusebut―aku tak akan di sini menghadapinya. Sungguh, alam bawah sadar mama membuatku sering bertemu laki-laki ini selama ia terlelap. Aku tahu kalau posisi laki-laki di seberangku itu tak beda jauh dengan Kak Erza yang biasanya sering menemaniku di sini. Tapi terakhir kali datang, ia malah menitipkan anak ini.

"Shinei Nouzen namanya, panggil saja Shin," jelas Kak Erza, "Kutitip sini, temani saja meski ia tak mau bicara padamu."

Meski sudah diingatkan demikian, aku tidak tahu kalau setiap kali bertemu dengan laki-laki ini. Ia benar-benar tak mengeluarkan sepatah katapun. Bagaimana mungkin mama mencintai dia dalam kehidupan ini?

Aku melirik buku yang ada di genggamannya. Buku dengan judul yang aku kenal namun tak tahu isinya. Well, inilah kemampuan sebagai anak mama. Aku tahu apa yang diingatnya. Setidaknya begitu.

Aku makhluk yang muncul setiap mama terlelap. Anggap saia dewi mimpi dalam diri mama. Seseorang yang muncul untuk menjaga agar mimpi mama yang kurang baik bisa ditahan agar setidaknya tidak membuat mama terlarut dalam dunia nyata.

"Kau benar-benar tak mau bicara, Shin?" Akhirnya aku memberanikan diri untuj bertanya.

Terkejut ketika ia menoleh sekejap kemudian bersuara, "Kau mau mengusirku?"

"Itu bukan hal yang bisa kulakukan." Aku membalas begitu ia bicara. Masih takjub. "Lagipula keberadaanmu tergantung mama. Semakin ia memikirkanmu, tanpa sadar―"

"Orang seperti itu ada ya?" ia memotong, bertanya dengan tanya yang cukup membuatku terkejut.

"Aku tidak tahu bagaimana sifatmu yang sebenarnya. Masih belum tahu meski seharusnya aku tahu. Hanya saja, siapapun yang ia pikirkan, pasti orang-orang yang sangat berharga untuknya. Orang yang menurutnya punya kebaikan lebih dari siapapun. Jadi, jelas ia ada."

Aku mengoceh terlalu panjang.

"Dan kau ... termasuk dan mungkin berada di bagian teratasnya sampai sekarang."

Setidaknya, itu yang mulai aku rasakan. Entah sejak kapan senyuman dan debar dalam hati mama mulai sampai. Dan kali ini terkait dengan sosok di depannya. Juga, separuh sosok lain.

Tanpa sadar, aku mengerti.

"Terima kasih telah hadir di hidup mama meski kau enggan. Hanya saja, lewat kau, orang itu bisa bertahan lebih lama dari yang ia duga. Lewat kau, ia ingin bertahan dan menemukan apa yang ingin ia lakukan di tengah gelapnya jalan yang bahkan tak bisa terlihat cahaya akhirnya. Oleh karena itu, keberadaanmu lebih berharga dari yang kauduga," jelasku. "Begitu, kan?"

Ekspresinya tak berubah banyak. Tapi sepintas aku melihat kerlip di matanya yang membuat laki-laki berambut hitam itu terlihat seperti ... tipikal orang yang mama sukai. Orang baik-baik yang super baik. Dan membuatku berpikir, "Kauboleh tersenyum kalau kau mau."

Dan ... senyum yang terlepas detik berikutnya cukup untuk membuatku tak sadarkan diri.

Terlalu indah.

***

Bogor, 24 Februari 2024

Kimiiro Palette - NPC 29 Daily Writing Challenge 2024 [END]Where stories live. Discover now