MSC - 8.B. Happy Ending?

2 1 0
                                    

Siang Hari

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

Siang Hari.

Kantin Sekolah.

**********

Melihat kantin sekolah kembali bernuansa ramai seperti berpesta ria. Kembali menyelami masa remajaku di SMA Negeri Kota Lir Trismaningsih. Sesungguhnya, tidak ada yang berbeda antara SMA di kedua kota itu. Sama-sama ramai pengunjung dan malahan banyak variasi makanan beserta minumannya.

Hanya kupesan segelas es teh tanpa makanan. Setelah itu, barulah bertanya-tanya kepada murid-murid di tempat ini. Tentu saja tujuan utamaku adalah mendapatkan info tentang Lethisia Kayla Sudharumitha.

"Minum dulu ah," kataku sambil memegang gelas itu.

Dingin sekali minumannya. Dapat dirasakan dari permukaan kaca gelas yang tergenggam oleh kepalan tanganku.

"Mantap! Panas-panas begini memang cocok dengan es teh segar. Namun, gulanya kebanyakan. Tidak apa-apalah!"

Kembali menaruh gelas di tempat semestinya. Secara otomatis kedua tanganku berada di meja. Tidak berselang lama seorang manusia datang dari belakang. Kehadirannya sempat kurasakan dengan tepat. Kemudian, duduk di sampingku dengan cepat. Karena penasaran dengan sosok itu. Kepala ini secara refleks menengok. Ternyata orang itu adalah Lethisia sendiri.

Kejutan yang membuatku tak terkejap!

Ia segera mengambil gelas yang barusan kupakai, lalu segera mendaratkan atas permukaan gelas itu di bibirnya.

Bunyi seruputan telah berkumandang sedap. Meminum sambil memejamkan kedua matanya. Benar-benar antara merasa haus atau memang ingin menggodaku lebih lanjut.

Ia berbicara selepas meminum es tehku. "Manis juga ciuman tidak langsungnya. Ternyata enak loh punya Mas Andi!"

"Masih saja nggak ada sopan-sopannya? Pakai sok gaul manggil Mas Andi," kataku dalam batin terdalam.

Tindakan Lethisia selanjutnya akan membuat jantungku terkejut. Dari lubuk mata ini terlihat ia menjilat bibir sendiri, lalu mulutnya terbuka lebar. Gerakan yang perlihatkannya dapat membuat panas dingin kaum Adam.

Seperti menikmati cita rasa minuman bercampur dengan bekas bibirku.

Daripada semakin berpikiran lebih jauh mendalam. Berinteraksi selayaknya hubungan guru dan murid harus kulakukan.

Menarik suatu kesimpulan dari pengamatanku. "Ini bocah berani benar! Fix no debat ini. Eh! Mumpung si Lethisia mampir. Mendingan langsung bertanya ke orangnya? Daripada tanya orang lain."

Terlalu agresif! Harus dapat merangkai kata-kata yang bersifat objektif.

"Anuuuu. Saya mau tanya dehhh?" tanyaku dengan mulut gelagapan.

Rauman melodi merdu Lethisia seakan-akan membuyarkan rasa canggung, lantas melupakan pertanyaan yang kususun.

"Mas Andi!" seru Lethisia sambil memegang tangan kananku.

Aduh! Sentuhan kulitnya lembut nan halus dapat kurasakan. Akan tetapi, harus menguasai rasa canggung ini. Berusaha sesantai sekali seperti menghadapi teman-teman sendiri.

Lethisia bertanya kembali dengan posisi tangan yang sama, "Mengingat pernyataan Mas Andi pagi tadi. Beneran bisa main gitar?"

"Suer! Saya udah biasa main gitar. Perasaan tadi pagi sudah dijelaskan. Sudah! Jangan pegang-pegang yaach?"

Lethisia mengangguk-anggukkan kepala dan kemudian melepaskan tangannya.

Membalas tindakannya, lalu berkata dengan tatapan bersahabat, "Terima kasih sudah mau mengerti. Apakah kamu memang seperti ini?"

Lethisia menepuk kedua tangan, lalu berusaha untuk minta tolong sesuatu.

"Daripada membahas tentang keburukan orang. Lebih baik menjadi berguna bagi orang lain. Aku mau minta tolong nih, Mas Andi?"

"Baiklah! Saya dengarkan dulu, baru memutuskan setelahnya," balasku dengan sopan.

Kedua matanya merem melek seperti kucing yang ingin dimanja. Padahal, majikannya sudah diberikan sebuah "pemandangan" indah.

"Aku sudah mempersiapkan segalanya dari kemarin. Jadi, Mas Andi hanya tinggal datang sambil membawa gitar. Tenang saja! Tidak ada perangkap atau hal aneh-aneh. Ada Mama di rumah," Lethisia melanjutkan perkataan sambil menyisir rambut dengan tangannya, "terserah keputusannya kepada Mas Andi. Aku butuh jawaban sekarang? Cewek itu paling tidak demen kalau menunggu-nunggu. Basi tahu!"

Situasi yang mendadak tanpa permisi. Pikiranku kalut bukan main. Tiba-tiba seorang Lethisia datang kemari, lalu melakukan sesuatu tindakan menarik. Kemudian, dia meminta tolong kepadaku berkunjung ke rumahnya tanpa diberi tahu tujuannya.

Bukan hanya akan menjadi masalah, melainkan juga menyebabkan gosip tidak sedap kedepannya. Masih ragu juga karena perasaan tidak enak main ke rumah siswi sendiri. Namun, segala kesangsian ini sirna ketika Lethisia berbicara kembali dengan kesan menyakinkan.

"Tidak usah takut atas cibiran orang tentangku. Sebagian kecil tidak benar. Aku yakin bahwa semua akan baik-baik saja. So, Mas Andi mau atau tidak membantuku?"

Hah! Sebagian kecil tidak benar. Berarti sebagian besar benar dong?

"Tidak ada salahnya kucoba membantu siswiku sendiri. Toh, ada mamanya di rumah. Kalau dia berbohong lepas. Langsung cabut tanpa ampun deh!" seruku dalam hati rindang.

Menganggut kepala sendiri bertanda setuju. Sekali lagi situasinya seperti kerbau yang ditarik oleh pawangnya.

"Untungnya, gitarku masih berada di mobil jip. Tapi saya tidak tahu alamat rumah kamu?"

Lethisia mengedipkan sebelah mata. "Okelah! Nanti sore sewaktu pulang sekolah. Aku langsung nebeng naik mobil Mas Andi. Nanti info detailnya di Wasap yah?"

"Ieyyeeehh. Iyain deh! "

Sesudahnya Lethisia meminta nomor Wasapku untuk saling bertukar kabar. Test chat pun sudah dilakukan. Tersenyum kembali dengan hati gembira untuk menanggapi jawabanku. Dia langsung beranjak dari tempat duduk, lalu pergi entah ke mana. Gerakannya benar-benar lihai bak menyatu dengan angin.

Sesi perkenalan yang tidak biasa. Hanya bisa menunggu sampai jam pulang sekolah.

Bersambung...

Bersambung

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.
Setia - Seberapa Niat Cintamu? (Mini Story)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon