Tiga Puluh Tujuh

4 3 0
                                    

Ken memarkirkan mobilnya di halaman sebuah rumah dua lantai yang tidak terlalu besar tapi tidak terlalu kecil, dengan eksterior batu alam dan kaca yang memberikan kesan mewah.

Gelya ternganga dan menatap suaminya "Kita harus mengunjungi siapa lagi ini Ken?"

Ken menahan tawanya dan menggaruk-garuk pelipisnya.

"Katakan, rumah siapa ini? Aku tidak tau kalau kita harus mengunjungi rumah orang lagi!"

Ken terkekeh dan mendekatkan wajahnya pada Gelya "Ini rumah kita!"

Gelya terperangah "Benarkah? Kapan kamu menyiapkannya?"

"Umm mungkin saat kamu hamil waktu itu, aku sudah memikirkan rumah ini dan segera membangunnya."

Mata Gelya berkaca-kaca "Jadi kamu menyiapkannya untuk-"

Ken menyentuh pipi Gelya dan menatapnya "Aku tidak bermaksud membuatmu sedih, tapi aku menyiapkan rumah ini untukmu! Untuk kita tinggali, di dalamnya belum terlalu banyak isinya. Sengaja aku biarkan agar kamu yang memilih semua perabotannya dan menatanya. Ayo masuk?"

Gelya terisak lalu mengangguk dan menyeka air matanya, kemudian Gelya mengikuti Ken berjalan menuju rumah. Tangan Ken mengulur dan meraih pundak Gelya sambil tersenyum.

"Semoga kamu suka dengan desain interiornya, kalaupun ada yang tidak suka kamu tinggal bilang padaku dan aku akan segera menggantinya."

Ken dan Gelya memasuki ruangan yang masih kosong "Ini untuk ruang tamu, nanti kamu yang pilih sofanya. ya?"

Gelya mengangguk kemudian tersenyum saat melihat ada sebuah piano berwarna putih disana.

"Itu- untuk hobiku, tidak apa-apa kan?" Ken menunjukan baris giginya

"Iya Ken, tidak apa-apa!" Gelya terus berjalan dan memasuki sebuah kamar berwarna putih dengan kasur berwarna pastel lengkap dengan lemari dan meja riasnya.

"Ini tempat kita bercinta!" bisik Ken di belakang Gelya

Gelya menoleh dan melotot ke arah Ken.

"Tapi, karena kita hanya berdua di rumah ini- Kita bisa melakukannya dimanapun yang kita mau!" Ken berbisik lagi lalu memeluk Gelya dari belakang.

"Nakal yah!" Gelya terkekeh memegang tangan Ken yang melingkar di pinggangnya.

"Ah- aku sudah ingin melakukannya lagi sayang-" menempelkan jagoannya yang sudah mengeras di belakang Gelya.

"Ken-"

"Ayolah! kita harus coba kasur barunya."

Gelya hanya tersenyum dan mengangguk mengerti keinginan suaminya dan ia harus segera memberikan dan melayani hasratnya.

***

Gelya berdiri menatap ke arah luar jendela dengan memakai kimono handuknya sambil menyilangkan tangannya di dada, memandangi kolam berenang di belakang rumahnya. Pikirannya mulai berkelana memikirkan Hartawan, papah nya sendiri.

Setelah mendengar langsung dari Bhimasena bahwa papahnya dan Harislah yang sudah mendonorkan darah untuk dirinya saat di ambang kematian, Gelya tidak pernah melihat lagi kemunculan keduanya.

Bahkan saat pernikahannya pun, papahnya benar-benar menepati janjinya untuk tidak datang ke pernikahannya. Ada perasaan yang sangat sulit di ungkapkan olehnya kepada papahnya.

dan Haris, mau tidak mau Gelya harus menerima kenyataan bahwa Haris adalah kakak kandungnya dari ayah yang sama. Meskipun rasa bencinya pada Haris tidak bisa hilang, tapi Gelya kini sudah mulai bisa berdamai dengan masa lalunya. Gelya sudah tidak lagi merasakan sesak nafas saat mengingat masa lalunya.

My Freak LoveWhere stories live. Discover now