BAB 3 : pergolakan hati

182 30 2
                                    

" Anggap aja seperti di rumah sendiri ya, sayang."

Suara selembut beluduru itu terdengar kala Reva sedang memetik beberapa bagian daun tanaman mawar yang sudah menguning. Beberapa pot yang mulanya kosong satu persatu terganti dengan tanaman bunga yang baru. Revalina mungkin bukan jagonya dalam bidang mengolah makanan, tetapi untuk berkebun, ia lebih dari mengerti di banding orang-orang pada umumnya.

" Reva mau dibuatkan minum apa, sayang?" Tanya Ghiana selepas perempuan paruh baya itu mengangkat telepon dari seseorang dan menjauh dari kebun kediamannya.

" Seadanya Mah, tapi jus juga boleh kalau ada." Sahut Reva dengan senyum kecil.

Sarung tangan karet di sebelah tangannya ia lepas sejenak demi untuk menyeka keringanya yang sudah meluncur melewati dahi. Perempuan tua -Bi Asih, yang berada di belakang mama mertuanya itu ikut mengangguk ketika mendengar jawabannya.

" Kalau Nyonya perlu saya buatkan apa?"

" Samakan aja deh kaya menantu kesayanganku." Jawabnya dengan kedipan genit yang mampu membuat Reva tertawa kecil.

Rambut sebahu mertuanya itu kini sudah rapi dengan kunciran sederhana, kedua tangannya juga sigap memakai sarung tangan karet. Sepatu boot berwarna cokelat tua menjadi aksesori terakhir yang di pakai sampai akhirnya Ghiana lengkap menyusul diri Reva yang sudah asyik melakukan Repotting. Istilah Repotting sederhananya adalah menanam atau memindahkan tanaman ke dalam pot, biasanya sekalian ganti media tanam. Ada pula tambahan media berupa sabut kelapa yang diperlukan agar media tanam yang baru tersebut lebih subur dan lembab.

" Kamu istirahat dulu deh, Rev. Nanti Mama dimarahin Jere lho gegara bikin istri kesayangannya ini capek dan kotor kena tanah. Haduh, itu anak kalau ngambek susah sembuh soalnya." Gerutu Ghiana dengan raut meyakinkan.

Mulai mengambil sekop, Ghiana mengaduk beberapa jenis tanah dan pupuk di wadah yang besar.

Reva memandang sang mama mertua dengan pandangan 'yang benar saja deh mah' kemudian menggelengkan kepala dengan tawa kecil. Ada-ada saja.

" Mama mah bisa aja, aku suka dan enjoy bisa gardening kaya gini kok mah, serius. Lagipula ini juga termasuk aktivitas fisik sedang, lumayan buat pembakaran kalori hihi." Tambahnya dengan nada meyakinkan di akhir kalimat.

Sempat ia melihat wajah sang mertua seolah meragukan kemampuannya untuk berkotor-kotor ria. Keduanya kini sudah duduk di bangku kecil bersebelahan, Reva yang sibuk menyemprot beberapa tanaman yang sudah tumbuh subur dengan cairan pestisida. Beberapa dari tanaman bunga disana sudah mulai muncul tunas kelopak, yang Reva yakin ketika mekar nanti akan sangat indah warna sekaligus harum mewangi baunya.

" Astaga Mama sempat lupa lho Rev, lupa kalau menantu Mama yang cantik ini juga seorang dokter yang konsen sekali dengan kesehatan. Ya Tuhan, sampai sekarang Mamah beneran masih ngga menyangka kamu akhirnya jadi istri anak mama sekaligus menantu Mama Rev, disaat banyak diluaran sana pria tampan juga mapan yang ingin meminang kamu." Celetuk Ghiana dengan senyum yang merekah.

Nada yang digunakan perempuan paruh baya itu terasa hangat bagi Reva yang mendengarnya. Seolah Reva memang seberharga dan sepenting itu ketika bisa menjadi bagian dari mereka, bukan malah menganggapnya sebagai objek batu loncatan demi memenuhi keinginan seseorang. Gerakan menyemprot tangan Reva sontak memelan sampai berhenti. Benaknya tahu-tahu membuat gambaran berwajah tampan namun sikapnya sering terlampau dingin pada dirinya.

Netranya perlahan melirik portrait sang mama mertua dari samping, beliau adalah orang tua suaminya -yang kini secara otomatis pula menjadi orang tuanya juga. Walau belum begitu mengenal luar dalam, tapi Reva yakin ketika seorang orang tua melepas anaknya untuk bisa berkeluarga, ada harap yang mereka haturkan secara diam-diam. Harapan dimana anaknya bisa menggayuh bahagia dengan orang pilihannya sendiri sekaligus bisa menghasilkan keturunan secepatnya.

The Light in Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang