BAB 5 : menjadi terbiasa

193 33 1
                                    

" Cintailah orang yang kau cinta dengan sewajarnya, boleh jadi suatu hari dia menjadi orang yang kau benci. Dan bencilah orang yang kau benci sewajarnya, boleh jadi suatu hari dia yang kau benci menjadi orang yang sangat kau cintai tanpa kata tapi."

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

" Besok coba kamu konsultasikan ke dokter spesialis mata. Saya yakin rekan sejawat kamu pasti akan lebih mengerti tentang hal itu dibanding saya yang awam dengan dunia medis. Kalau semisal nanti butuh tindakan lebih lanjut dan butuh persetujuan dari suami, kamu bisa langsung hubungi saya secepatnya."

Perkataan milik Jeremiah seminggu lalu entah kenapa secara acak masuk ke dalam mimpinya, sebuah denyutan yang sesekali terasa dikedua pelipis matanya membuat sesi tidurnya menjadi terganggu.

" Ugh." Reflek mulutnya mengeluarkan sebuah ringisan ketika denyutan itu membawa nyeri sampai kepalanya sedikit merasa pusing.

Perempuan itu terbangun dari tidurnya dan kembali menemukan dirinya tidur seorang diri dengan sisi ranjang sebelahnya yang terasa dingin –seolah memang sudah lama posisi itu tidak ada yang menempati dan kosong tak berpenghuni. Ranjang besar yang pertama kali Reva tempati selepas janji suci pernikahan terucap, yang mulanya Reva pikir akan begitu canggung ketika nanti ia harus berbagi tempat dengan suaminya sendiri, kini hanya menyisakan ruang kosong dan sepi.

Bi Asih dan Pak Dhanu selaku ART dan sopir di rumah ini sudah tahu mengenai keadaan majikannya, namun tentu karena sifatnya rahasia, juga mereka takut akan posisinya sebagai kacung yang bisa saja dipecat jika berani membocorkan, keadaan 'pisah ranjang' antara Revalina dan Jeremiah rapih tanpa bisa tercium oleh siapapun. Termasuk keluarga Jeremiah maupun Revalina.

Enggan bermelankoli seperti hari-hari sebelumnya, perempuan itu kemudian bangkit dari kasur, menggelung rambut seadanya dan berjalan ke kamar mandi untuk bebersih. Dulu boleh saja dirinya bersedih hati dan bermuram durja karena suaminya sendiri masih enggan menyentuh atau sekedar berbagi satu ranjang dengannya. Namun duka katanya tak selamanya berada tetap disinggasana, akan ada suka yang segera menggantikan –walaupun Reva sendiri ragu dengan waktu kedatangan kebahagiaan itu sendiri. Menjalani kehidupan pernikahan dengan manusia kaku dan serius seperti Jeremiah ternyata tidak semengenaskan bayangannya selama ini. Hatinya mungkin terluka, ketika tahu segala mimpi akan pernikahan bahagia yang sejak remaja selalu ia idamkan ternyata tidak bisa terwujud, bahkan ia harus menguatkan diri dengan fakta bahwa suaminya sendiri tidak mencintainya.

Namun terlepas dari itu, tak bisa dipungkiri sebagai sosok lelaki sekaligus suami, Jeremiah memperlakukan diri Reva begitu baik –walaupun tidak menyanjungnya seperti seorang putri, Jeremiah tidak pernah memperlakukan dirinya semena-mena. Jeremiah selalu menyempatkan bertanya tentang keadaannya setidaknya satu kali dalam sehari –entah ini karena bujukan dari mamanya atau memang inisiatif pria itu sendiri, tapi jujur Reva merasa begitu dianggap dan dihargai di rumah asing ini. Setiap pagi, sebelum Reva sempat terbangun selepas melakukan operasi di malam harinya, Jeremiah selalu membuatkan campuran jus jeruk dan anggur –minuman favorit Reva, yang nantinya akan ditaruh di kulkas. Sekali lagi, entah karena alasan paksaan atau memang rasa peduli, tak bisa dipungkiri lama kelamaan, ia tak begitu merasa sedih dengan keadaan pernikahannya.

The Light in Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang