BAB 4 : hari-hari yang tenang

230 35 2
                                    

Dari atas ranjang berukuran besar itu, Revalina mengerjap

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dari atas ranjang berukuran besar itu, Revalina mengerjap. Indera penciumannya terusik ketika bau bumbu khas nasi goreng tercium, hingga tak sadar menimbulkan bunyi lapar pada perutnya.

Tadi malam dirinya overthinking memikirkan biduk rumah tangga yang terbilang baru setelah kejadian percakapannya dengan mama mertuanya, Revalina yang memang sedang kurang enak badan karena tamu bulanan, bablas tertidur sampai fajar lewat. Sehingga kala sekarang waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi, ia baru bisa terbangun dan itupun karena aroma khas masakan yang membangunkannya.

Padahal dihari-hari sebelumnya ketika ia masih melajang, dirinya tak pernah bahkan jarang bangun melebihi jam tujuh pagi, bukan karena apa tapi ia suka ketika hal terencana secara runtut ketika hari baru di mulai dengan tepat waktu. Apalagi dengan kesibukannya sebagai dokter umum, ia seringkali di panggil pada jam berapapun, sehingga tubuhnya sudah memiliki alarm otomatis baik saat dikeadaan darurat maupun saat sinar matahari baru mulai menyingsing. Revalina merupakan salah satu morning person –yang memiliki semangat dan harapan tinggi ketika dirinya bisa bangun di awal hari.

Namun karena tadi malam dirinya terlalu melankolis dan lelah dengan drama kehidupan rumah tangganya sendiri, Revalina sampai melupakan kewajibannya sebagai seorang istri yang sepatutnya bangun pagi dan beberes rumah. Apalagi hari ini ia baru teringat, ini bukan rumahnya sendiri tetapi rumah sang mertua. Setelah mengumpulkan nyawanya sampai utuh, perempuan berambut pirang itu terampil menggelung surainya hingga membentuk cepol, agar nanti ketika dirinya beberes tidak akan sumpek.

Ketika akhirnya Revalina sampai ke lantai dasar, dirinya tidak punya antisipasi sama sekali, saat langkah kaki perempuan itu sudah mencapai anak tangga terakhir dan menemukan sosok lelaki berpakaian rapi khas setelan kantoran.

Jeremiah yang kala itu sedang sibuk sarapan sembari mengecek berkas di layar ipad-nya menyempatkan melirik pada Revalina yang baru saja turun dari kamarnya. Penampilan perempuan itu benar-benar masih berantakan dan tidak enak dilihat. Melihat raut wajah istrinya yang bingung dan malu membuat Jeremiah menggelengkan kepala tak habis pikir.

" Mama sudah pergi ke kantor cabang di Surabaya. Barangkali kamu tanya tentang itu."

Revalina turun dianak tangga sembari menggeleng. "Ngga kok, aku udah tahu, kemarin mama bilang ke aku juga. Papa juga katanya baru pulang minggu depan karena ada urusan kantor di Belgia."

Lelaki yang berstatus menjadi suaminya itu hanya mengangguk sekilas kemudian tak menimpali apa-apa lagi.

" Mas Jeremiah di...sini?" tanya Revalina berselimut ragu. Agak rancu dengan pertanyaannya sendiri, tapi karena sudah terlanjur keluar dari mulut ya sudah Reva pasrah saja.

Jeremiah menutup halaman kerja di ipad-nya sembari mengangkat kedua bahu santai.

"Seperti yang kamu lihat, saya disini, di rumah yang sejak 32 tahun yang lalu menjadi tempat tinggal saya. Memangnya kamu berharap saya kemana?"

The Light in Your EyesWhere stories live. Discover now