EPS 02

9K 548 10
                                    

Blam~

Pintu ruang rawat Zassia ditutup pelan oleh Zares. Bersamaan dengan itu, jari mungil Zassia mulai bergerak, disusul dengan kelopak mata Zassia yang mulai terbuka, dan menampilkan sepasang bola mata berwarna hanzel yang indah.

"Ughh...Bunda...." Zassia merintih pelan saat seluruh tubuhnya terasa sakit dan sulit untuk digerakkan. Bahkan, untuk menolehkan kepala saja ia susah karena banyak alat-alat medis yang menempel di tubuhnya yang mungil dan rentan.

"Bunda. Bunda tolong, sakit...," rintih Zassia dengan sangat pelan. Ia tidak tau kenapa tubuhnya bisa kaku dan nyeri seperti ini. Padahal, ia hanya jatuh dari tangga, bukan ketabrak mobil atau bus yang bisa membuatnya pindah alam.

Ceklek~

Zassia berusaha menolehkan kepalanya ke arah pintu untuk melihat siapa yang masuk ke dalam ruang rawatnya. Namun, usaha Zassia sia-sia karena alat medis yang ada di tubuhnya sangat mempengaruhi setiap pergerakannya.

Alhasil, Zassia pun hanya bisa melihat orang yang masuk ke dalan ruangannya dari ekor matanya. Meski tidak terlihat jelas, namun Zassia tau jika orang yang baru saja masuk ke dalam ruangannya adalah seorang suster rumah sakit.

 Meski tidak terlihat jelas, namun Zassia tau jika orang yang baru saja masuk ke dalam ruangannya adalah seorang suster rumah sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu cek kondisinya, biar saya yang ganti infusnya," kata salah satu suster yang masuk ke dalam ruang rawat Zassia. Suster itu terlihat lebih tua dari suster yang satunya, wajahnya juga terlihat lebih tegas dari suster yang satunya.

"Baik, Kak," balas rekan suster itu yang terlihat lebih muda. Tanpa perlu disuruh lagi, suster muda itu pun langsung mencatat semua yang berkaitan dengan kondisi Zassia, mulai dari detak jantung, denyut nadi, dan masih banyak lagi.

"Kak, kira-kira anak ini sadarnya kapan, ya? Udah dua bulan, lho, dia dirawat di sini. Tapi kondisinya belum juga ada perkembangan sampe sekarang," ujar suster muda sambil mencatat kondisi Zassia di kertas khusus laporan pasien.

"Hush! Kalo ngomong dijaga kamu! Ini namanya musibah, siapa yang tau? Kalo kamu tanya pun, anak ini juga nggak mau sakit kaya gini!" tegur suster yang lebih tua agar suster muda itu tidak lagi membicarakan pasien yang sedang sakit.

"Tan-te...." Zassia yang merasa heran dengan percakapan mereka berdua pun akhirnya mengeluarkan suara yang sangat pelan. Namun, suaranya yang mirip bisikan itu justru membuat kedua suster itu merinding dan bergidik takut.

"Kak, barusan itu...suara siapa, ya?" tanya suster muda itu dengan takut. Ia melihat sekitarnya dengan was-was, bulu kuduknya tiba-tiba meremang saat pikiran buruk terlintas di kepalanya.

"Tenang, mungkin itu suara anak kecil di ruangan sebelah. Jangan mikir yang aneh-aneh, sekarang masih siang, nggak mungkin ada setan," jawab suster yang lebih tua itu dengan raut wajah setenang mungkin. Meski, dalam hati ia juga takut.

"Tan-te...tolong aku...sakit...." Zassia yang merasa diabaikan oleh kedua suster itu pun kembali mengeluarkan suara yang membuat kedua suster itu saling melemparkan tatap dengan tubuh yang gemetar ketakutan.

"Se-SETAAANNNN!" Kedua suster itu pun sontak lari terbirit-birit keluar dari ruang rawat Zassia, meninggalkan Zassia yang menggeram kesal karena ditinggalkan begitu saja oleh kedua suster tanpa ditolong terlebih dahulu.

"Dasal sustel bodoh! Bukannya nolongin aku malah kabul! Mana bilang aku setan lagi, kulang ajal!" batin Zassia kesal. Andai tubuhnya bisa digerakkan, ia pasti akan menendang kedua suster itu dan menerikkan kata mutiara kepada mereka.

***

Disisi lain, Zares dan Cassie tengah duduk di ruangan Dokter Gino sambil menyimak penjelasan dari Dokter Gino tentang kondisi Zassia yang belum ada kemajuan. Padahal, tanpa mereka semua ketahui, Zassia sudah sadar di ruangannya.

 Padahal, tanpa mereka semua ketahui, Zassia sudah sadar di ruangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jadi, kesimpulannya. Demi kebaikan Zassia, saya menyarankan Nyonya dan Tuan untuk melepaskan alat-alat medis yang melekat di tubuh Zassia. Kasihan Zassia, Tuan. Dia pasti tersiksa selama dua bulan ini karena alat-alat itu."

Brak!

Zares pun memukul meja yang berada di hadapannya dengan keras saat Dokter Gino mengatakan hal yang sangat sensitif untuknya dan Cassie. "Apa hak anda untuk mengatakan itu, ha! Dia anak saya! Bukan anak anda! Tuan Gino!"

"Tapi ini semua saya katakan demi Zassia, Tuan. Demi kebaikan Zassia, kasihan dia, Tuan, Nyonya. Sudah cukup dua bulan Zassia tersiksa dengan alat yang menempel di tubuhnya. Jangan-"

"Kebaikan? Apa membunuh pasien adalah sebuah kebaikan? Anda jangan bercanda sama saya, Dokter Gino!" potong Cassie tak terima. Ia bahkan menatap tajam kearah Dokter Gino yang duduk tepat di hadapannya dan Zares.

"Tapi Nyonya-"

"Diam! Jika anda berani membunuh pasien anda yang sedang berjuang. Jangan pernah sebut diri anda sebagai dokter. Tapi sebutlah diri anda dengan title pembunuh!"

Deg!

"Ayo, Res, kita pergi! Percuma kita bicara sama dia! Manusia tanpa otak!"

Jleb!

Dokter Gino pun hanya bisa terdiam kaku saat perkataan Cassie menusuk tepat di bagian hatinya yang mungil. Ia bahkan tidak mengatakan apapun saat Cassie dan Zares pergi dari ruangnya.

.

.

Late...hehe....

hehe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jadi Anak ProtagonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang