Bab 11

41 5 0
                                    

⊂◉‿◉つ Puppy Love  ⊂◉‿◉つ

Lenora menatap Ibunya dengan tatapan bertanya-tanya. “Mau ngapain sih, Ma?” tanya gadis itu ketika Alisha sibuk mengemas banyak paper bag yang entah apa isinya, Lenora tak tahu.

“Kamu temenin Mama makan bareng sama temen Mama, ya? Dia bawa anaknya juga kok. Pasti kamu seneng ketemu dia,” ucap Alisha sambil terus-menerus memastikan paper bag yang ia kemas.

“Lho? Hubungannya sama Lenora apa? Mending Lenora belajar tau. Nilai-nilai Lenora semester kemarin enggak terlalu bagus. Masa cuma peringkat empat? Harusnya Lenora bisa masuk tiga besar,” ucap gadis itu masih merajuk begitu mengingat nilai-nilainya sementara kemarin.

Alisha akhirnya menatap anaknya dan duduk di samping gadis itu. Ia usap pipi Lenora dan berkata dengan nada keibuan yang sangat lembut, “sayang ... enggak masalah kamu peringkat berapa. Kamu bahagia di sekolah aja, Mama seneng lho. Banyak tau kasus-kasus anak-anak depresi gara-gara sekolah dan berakhir bunuh diri. Mama enggak mau anak Mama begitu. Dengan kamu seneng di rumah dan di sekolah aja, Mama tuh udah bersyukur sekali.”

“Tapi Lenora pengen Mama bangga. Lenora pengen kayak Mama. Dulu Mama 'kan pinter banget nilai akademiknya. Bahkan sering peringkat satu. Lenora pengen kayak Mama.” Lagi, gadis itu tetap keras kepala.

“Yaudah, kamu bisa belajar lebih giat. Cuma Lenora harus inget buat enggak membebani diri kamu sendiri, oke? Nanti sakit kayak Angel lho. Semester kemarin sampe masuk rumah sakit dianya gara-gara stres belajar,” ucap Alisha. Lenora mau tak mau mengangguk mengiyakan.

“Lho, kamu belum berangkat, sayang?” sang suami yang tadinya dari dapur untuk membuat kopi pun menatap istrinya yang tak kunjung berangkat. Sebab, beberapa jam yang lalu meminta izin padanya untuk membawa Lenora makan malam bersama sahabatnya.

“Bentar lagi. Lenora, kamu ganti baju gih. Dandan yang manis, oke?” ucap Alisha kepada anaknya. Lenora mengangguk malas dan berjalan menuju kamarnya untuk berganti pakaian.

“Anaknya kenapa lagi?” tanya sang suami, Ervan kepada Alisha.

“Biasa, nuntut dirinya terlalu berlebihan. Padahal aku enggak mau dia terlalu membebani diri sama nilai sekolahnya. Dia termasuk yang paling pinter kok di sekolahnya cuma dianya masih enggak puas kalo belum dapet peringkat satu. Tau sendiri gimana kecewanya dia semester kemarin dapet peringkat empat. Padahal kita tau banget standar sekolahnya dia tuh tinggi. Dapet peringkat empat juga udah luar biasa,” jawab Alisha.

Ervan mengangguk paham. “Namanya juga remaja. Dia masih enam belas taun. Masih nyari jati diri dia. Gapapa kok. Pelan-pelan dia bakal paham,” ucapnya.

Alisha mengangguk pelan. “Semoga aja deh.” Tak lama Lenora turun dengan balutan dress hijau pastel sederhana dan rambutnya yang ia gerai serta dihiasi oleh jepitan rambut yang indah.

“Duh, cantiknya anak Papa. Bisa-bisa abis makan malam bareng Mama kamu, bakal banyak datang lamaran ke rumah deh,” goda Ervan yang mana membuat Lenora merona malu.

“Kamu ini. Dia masih kecil. Masih enam belas taun!” tegur Alisha. “Lho, gapapa tau. Anak kita semanis ini kalo sampe enggak direbutin banyak orang ya perlu dipertanyakan. Masa enggak ada yang ngelirik?” balas Ervan.

Alisha menggeleng-gelengkan kepalanya. “Udah, jangan dengerin Papa kamu. Kita berangkat sekarang. Mama minta tolong bantu bawain paper bag ini, ya?” tanya Alisha yang langsung dituruti oleh Lenora.

⊂◉‿◉つ Puppy Love  ⊂◉‿◉つ

Alisha dan Lenora tiba di sebuah restoran mewah. Seorang wanita cantik sudah menunggu mereka. Alisha langsung memeluk wanita itu bak tak pernah bertemu setelah sekian lama. Lenora hanya diam menatap wanita itu dengan senyuman mencoba bersikap sopan.

“Aduh, Sha. Lama banget enggak ketemu. Gimana kabarnya?” tanya wanita itu kepada Alisha.

“Baik-baik aja. Eh, anakmu mana?” balas Alisha sebab mendapati temannya itu sendirian.

“Ah? Dia ke toilet. Tadi enggak dateng ke sini langsung dari tempat kerja. Mana sempet ganti baju, untungnya dia bawa baju ganti dan akhirnya ganti baju ke toilet restoran. Eh, ini anakmu? Aduh, cantik banget sih! Sini, Nak!” ucap wanita itu ketika melihat Lenora.

Lenora menatapnya dengan ragu dan kemudian wanita itu langsung memeluknya. Lenora terdiam kaku.

“Aduh, manis banget sih. Dulu terakhir ketemu dia masih TK eh sekarang udah segede ini aja. Kelas berapa sekarang, sayang?” tanya wanita itu setelah melepaskan pelukannya dari Lenora.

Mereka bertiga duduk dan Lenora menjawab, “kelas satu SMA, Tante.”

“SMA? Anak Tante guru SMA lho. Kamu SMA dimana?” tanya wanita itu.

“Elvira, anakku sekolah di sekolah anak kamu dulu.” Alisha menjawab. Wanita itu, Elvira langsung melotot tak percaya.

“Serius? Itu sekolah bergengsi tau. Sekolah dengan standar pendidikan yang paling bagus. Wah, anak kamu pinter banget. Persis kayak kamu waktu masih muda!” puji Elvira.

“Bisa aja. Eh, anakmu tadi katanya guru SMA. Kerja dimana?” tanya Alisha.

Elvira langsung tersenyum sumringah. Begitu ia akan menjawab, tiba-tiba saja suara seseorang menginterupsi mereka.

“Maaf, lama.”

Ketiganya menoleh. Elvira langsung tersenyum dan menepuk pundak orang itu dan menyuruhnya duduk. “Nah, anakku ini guru di sekolah itu. Sekolah tempat anak kamu sekolah. Baru mulai ngajar semester ini!” ucap Elvira dengan penuh kebanggaan.

“Halo, Tante. Masih inget, ’kan?” tanya orang itu. Alisha tersenyum dan menjawab, “tentu dong. Siapa sih yang bisa lupa murid les Tante yang pinter ini. Kaiden beneran ngajar sekarang?” Ya, orang itu adalah Kaiden.

“Iya, Tante. Kaiden ngajar Matematika dan kebetulan jadi wali kelasnya Nora juga.” Kaiden menjawab sambil menatap lembut ke arah Lenora yang memilih mengalihkan pandangannya ke arah lain.

“Ya ampun?! Serius? Wah, Tante seneng banget. Kaiden bisa, ya? Tante nitip jagain Lenora. Anak Tante ini kadang belajar suka berlebihan banget. Kaiden bisa 'kan bantu Tante jagain Lenora supaya dia enggak terlalu menekan dirinya sendiri?” ucap Alisha.

Kaiden mengangguk dan menatap Lenora yang malah menatap lantai seolah-olah menghindari tatapan Kaiden. Pemuda itu jadi bertanya-tanya. Mengapa gadis itu tak ingin menyapanya? Apakah Kaiden membuat suatu kesalahan sampai-sampai adik manisnya ini enggan menatapnya?

“Nora ....” Kaiden memanggil. Lenora mengangkat pandangannya dan menatap Kaiden dengan enggan.

“Gimana kabarnya?” tanya Kaiden dengan senyumannya yang masih sama manisnya seperti dulu. Lenora kembali mengingat bagaimana lembut dan manisnya perlakuan Kaiden kepadanya. Apakah misi untuk move on yang sedang dijalankan oleh Lenora akan gagal?

“Sayang, ditanyain tuh sama Kak Kaiden. Jawab dong,” ucap Alisha.

Elvira malah menimpali, “Lenora pasti malu, ya? Gapapa, sayang. Kaiden di depan kamu ini Kaiden anak Tante, bukan Kaiden guru kamu di sekolah. Lagian ini udah di luar jam sekolah, jadi gapapa. Anggap aja dia Kakak kamu dan bukan guru kamu.” Ia mengira pasti Lenora malu karena Kaiden adalah gurunya, wali kelasnya pula. Pasti gadis itu sungkan untuk menjawab pertanyaan Kaiden.

“I—iya. Kabarnya Nora baik kok, Kak.” Akhirnya! Setelah berdebat dengan batinnya, Lenora pun menjawab pertanyaan Kaiden walaupun dengan nada gugup. Ia mati-matian menahan debaran jantungnya yang berdegup kencang lantaran melihat senyuman Kaiden yang sudah lama tak lagi ia lihat. Sudah berapa lama? Enam tahun? Saat Kaiden pergi waktu itu Lenora masih kelas 5 SD. Sekarang Lenora sudah kelas 1 SMA.

Cinta monyetnya kini benar-benar menjadi cinta yang sulit untuk ia lupakan. Apakah misinya untuk melupakan Kaiden akan gagal? Mengapa Kaiden begitu mudahnya memporak-porandakan hatinya?

⊂◉‿◉つ Puppy Love  ⊂◉‿◉つ

⊂◉‿◉つ Bab 11
⊂◉‿◉つ ditulis oleh girlRin

[05] Puppy Love ✔Where stories live. Discover now