07. Keputusan terbaik

500 74 12
                                    

✧✧✧

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✧✧✧

Sudah hampir satu minggu Jeno dan Jaemin tidak bertemu, entah berada di mana Jeno saat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah hampir satu minggu Jeno dan Jaemin tidak bertemu, entah berada di mana Jeno saat ini.. Jaemin sungguh tidak tahu. Bahkan, keadaan Jaemin kini cukup berantakan, begitu pun rumah mereka. Rumah yang selama ini Jeno bangun, akan roboh seketika.. Hanya akan.. Tidak tahu terjadi atau tidak.

"Gue harus gimana? Bahkan gue masih bergelut sama pikiran gue sendiri, mau nerima anak ini atau engga.." lirih Jaemin sembari mengelus perut ratanya.

Kenapa sulit sekali bagi Jaemin untuk menerima calon anaknya itu? Bahkan ia tidak mengerti, kenapa sampai saat ini.. Ia masih belum bisa.. Belum bisa mencintai Jeno sebagai suaminya itu. Biar bagaimana pun juga, pernikahan ini adalah hasil perjodohan kedua orang tua mereka. Jaemin masih belum bisa menerimanya, tapi ia selalu mencoba setiap saat.

Jaemin hanya menjalankan kewajibannya, bukan mencintai Jeno.

"Gue.. Gue harus telpon Jeno sekarang juga? Iya.. Gue harus terima anak ini, biar bagaimana pun juga dia anak gue.."

....

"Halo? J-Jen.. Pulang ya? Aku.. Aku udah putusin, ini keputusan terbaik aku.. Aku mohon pulang ya?.."

"Iya, aku pulang. Kalau pun aku denger kabar buruk, seenggaknya aku lega. Tunggu aku di rumah, jangan ke mana-mana."

Tut.

Jaemin menghela nafasnya kasar, semoga saja ia bisa menerima anak ini dan menyayanginya. Karena sejujurnya, ia belum siap. Bahkan mencintai Jeno sepenuhnya saja belum, apalagi memiliki anak bersamanya. Hal itu mustahil, ah tidak.. Tidak mustahil jika Jaemin mau berdamai dengan masa lalunya.

Tidak lama setelah itu, Jeno pulang dengan keadaan yang berantakan. Hal itu membuat Jaemin merasa iba, kasihan sekali Jeno. Ah.. Apalah.

"Jen, keputusan aku—"

"Jangan dulu, Na. Aku belum siap. Tunggu aku selesai mandi, ya? Abis itu baru kamu ngomong sama aku," tutur Jeno dengan lembut.

Jaemin tersenyum tipis, lalu ia menganggukan kepalanya ragu. Jaemin juga sempat membantu Jeno melepaskan jasnya, ternyata ia masih menjalankan kewajibannya pada Jeno. Atau mungkin ini karena kebiasaannya? Mungkin saja.

Forgivable mistake | NoMinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang