Beberapa hari sebelumnya.
Setengah hari setelah Magnus meninggalkan Desa Aetherwind, ia hampir tiba di pulau yang Thomas maksud. Magnus bisa melihat tanda-tanda dari sekelilingnya. Langit yang semakin gelap tertutup oleh awan hitam. Cuaca buruk dengan angin kencang serta petir yang menyambar.
Permukaan laut di bawahnya bergelombang, ombak-ombak besar membuat gerakan memutar dengan arah berlawanan. Jika ada sebuah kapal yang berusaha menembusnya pasti langsung terbalik oleh keganasan ombak tersebut.
Rintik-rintik air turun bersama angin yang berhembus kencang. Magnus melambatkan laju terbangnya. Ia melayang di udara, memperhatikan kabut yang menyelingkupi sebuah pulau di bawahnya. Kabut itu tampak tidak lazim baginya.Bahkan, cuaca mau pun kondisi lautan di sekeliling tempat itu bukanlah fenomena yang umumnya terjadi.
Semua diciptakan oleh sihir. Formasi pertahanan yang memanfaatkan alam lebih menghemat penggunaan mana, itu sebabnya bisa dipasang secara terus menerus. Siapa pun yang memasang sihir tersebut pasti sudah memperkirakannya.
Magnus merendahkan terbangnya, memasuki kepulan kabut. Tangannya menyibak ke kiri dan seketika kabut menghilang dari pandangannya.
Magnus bisa melihat sebuah pulau dengan tebing-tebing berbatu yang tinggi dan curam. Pulau itu relatif datar, ukurannya kecil. Seluruh datarannya tertutup oleh rumput hijau yang lembut. Hanya ada beberapa batang pohon yang tumbuh.
Lalu yang menarik perhatian Magnus adalah sebuah bangunan tinggi besar. Seperti monumen dan di atasnya terdapat kristal yang berpendar biru.
"Teleport Point," gumam Magnus.
Magnus mencoba merangkai semuanya di kepala. Raja Hellsing sedang mencoba untuk menerobos masuk Wilayah Cahaya tanpa melalui garis depan, itu sebabnya ia memanfaatkan Teleport Point. Namun, di Wilayah Cahaya yang sumber energi sihirnya terbatas, membuat para penyihir Wilayah Kegelapan meletakkan Teleport Point di lokasi reruntuhan Dorum Dewa Acaros—yang merupakan sumber sihir terkuat di Wilayah Cahaya.
Keberadaan Teleport Point di pulau tak berpenghuni ini juga salah satunya karena keberadaan reruntuhan Dorum Dewa Acaros. Pasukan Wilayah Kegelapan yang membangun Teleport Point tersebut.
Magnus membuat tubuhnya menjadi tembus pandang. Ia semakin dekat dengan permukaan pulau tersebut. Ia tidak mendeteksi adanya keberadaan barier sihir. Namun, saat Magnus berada sepuluh meter di atas tanah, tiba-tiba batu-batu di pulau itu bergerak.
Batu-batu yang bertaburan acak itu membentuk sebuah menara kecil. Bagian atasnya bercahaya, lalu menembakkan serangan berupa bias berwarna merah.
Magnus langsung membuat perisai untuk melindungi dirinya. Hampir saja tubuhnya hangus terbakar oleh serangan tersebut.
Menara batu itu seakan bisa mendeteksi keberadaan Magnus walau ia menghilangkan tubuhnya. Tembakan-tembakan cahaya terus dilancarkan ke arah pria itu.
"Kalau dibiarkan terlalu lama akan mereportkan." Magnus membuat sebuah bola merah kecil di tangannya. Bola itu berpendar makin terang.
Ia angkat bola itu ke atas kepala. Dalam sekali perintah, bola itu melayang dan membesar, lalu pecah menjadi beberapa bagian. Bentuknya seperti meteor kecil yang memelesat dengan cepat, meninggalkan jejak berpendar di belakangnya seperti lintasan cahaya.
Meteor kecil itu bergerak sangat cepat dan mengincar setiap menara batu. Suara ledakan terdengar saat benda kecil itu menghantam menara batu. Menara itu runtuh dan batu-batu bercahayanya lenyap menjadi butiran debu.
Mekanisme pertahanan itu berhasil Magnus hentikan. Pria itu pun mendarat di pulau tak berpenghuni. Angin yang berhembus di tempat itu kencang dan dingin, tetapi Magnus tidak tampak terganggu sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tides of Plague and Time | 21+ Adult Only!
FantasyCerita ini repost. ⚠️ WARNING! KONTEN DEWASA! BIJAKLAH DALAM MEMILIH BACAAN! ⚠️ 🔞 Berisi adegan dewasa dan vulgar, risiko membaca ditanggung sendiri!🔞 Volume ketiga dari seri Priestess Temptation. Seri 1: The Priestess and the Wizard sudah tersedi...