15 ; tidak tau apa apa

80 7 4
                                    

Esok harinya tekad Leo sudah bulat apa yang dikatakan Rio seratus persen benar ia tidak bisa terus-terusan fokus pada orang lain, dia harus fokus pada dirinya sendiri.

Leo harus fokus pada nilainya, bukan lagi perasaan suka pada Amar yang selalu menghantui bukan pada ketakutan akan masa depan yang belum tentu terjadi.

Leo membawa ponselnya hari sudah sore dan Sekar sudah pulang sedari tadi, Dijemput abang Hendra hari ini seharusnya dia memiliki jadwal dengan Amar di perpustakaan.

Hari ini dia ingin mengundurkan diri jadi mungkin ini adalah hari terakhirnya 'dekat' dengan Amar.

Di saat ia berjalan Cinta malah terlihat sedang menutup pintu perpustakaan, hei ini belum terlalu sore kenapa buru buru? Leo mendekati Cinta lalu gadis itu tersenyum.

"Hai mas." Sapanya ramah dengan kunci logam di tangannya dan tas ransel kuning ciri khasnya.

"Kenapa di tutup cin? Amar ngga dateng hari ini?" Tanya Leo sesekali melihat ke sekitar bisa saja Amar di usir oleh gadis ini atau semacamnya dia pasti masih ada di sekitar sini.

Cinta nampak kebingungan "loh mas, Amar kan ada popda hari ini makanya aku kira ngga akan ada mas sama Amar hari ini."

Leo menautkan kedua alisnya sedikit bingung memang benar dia belum melihat Amar dari tadi pagi, bahkan yang biasanya Amar akan duduk di bangku kebanggaannya itu kosong tidak ada teman-teman Amar sama sekali.

Leo diam memikirkan Amar tidak pernah menceritakan apapun tentang lomba popda ini meskipun seharusnya Leo tau Amar pasti akan mengikuti lomba itu.

Dirinya bergelimang dalam pikirannya sendiri apakah Leo melakukan sesuatu yang salah atau memang Leo tidak sepenting itu dimata Amar, dia mungkin belum menjadi teman yang baik sebaik Dimas atau Diki atau teman-temannya yang lain.

Tapi memberitahu lomba penting seperti ini apakah hanya bisa dia ucapkan kepada orang yang paling dia percaya? apakah Leo bukan orang itu? Namun memikirkan itu hanya akan membuat pusing.

"Cin Lombanya masih belum? di gor mana?" Tanya nya yakin.

melihat semangat yang tiba-tiba datang Cinta sedikit kaget namun tersenyum kecil "masih kok mas sampai jam 4 kalo ngga salah, di Gor Trisakti kayak biasanya mas."

Leo mengangguk dan tanpa banyak basa-basi dia segera berlari untuk membawa motor matic miliknya membelah jalanan kota yang ramai dengan kecepatan yang tinggi.

bahkan di saat dia sudah tiba Leo masih berlarian lagi menuju tribun lapangan indoor itu ramai dari atas Leo bisa melihat semuanya wajahnya basah penuh keringat langkahnya yang mengejutkan tadi sempat menyita perhatian Diki.

Laki-laki bergaris darah Tionghoa itu menyadari kedatangan Leo namun hanya diam dia tahu bahwa Leo sedang mencari-cari Amar di bawah sana dia hanya tersenyum kecil.

Disana saat akhirnya Leo bisa melihat Amar sedang bersiap untuk pertandingannya dengan balutan pakaian putih bersih dan sarung tinju di tangannya ia nampak menahan seluruh amarahnya.

di saat wasit mulai meniupkan peluit Amar langsung menyerang satu pukulan tepat di wajah lawannya telinga laki-laki itu seakan tuli dia terus memberikan pukulan namun kali ini berhasil di tangkis oleh lawan.

Di saat Amar tengah menyayangkan pukulannya yang merosot dia tidak sadar lawan memberikan tendangan yang tepat mengarah ke kepalanya, dia jatuh dan tersungkur, serangan itu benar-benar tiba-tiba.

Leo menonton itu dengan tegang tanpa sadar dia malah semakin berkeringat terlalu gugup untuk mengusap keringat.

kepala Amar rasanya ingin pecah namun dia tidak bisa berhenti disini di saat wasit sudah menghitung dia sudah harus bangun, dengan segera Amar bangun.

dia tidak mau kalah kembali kuda-kuda untuk memberikan pukulan sementara lawannya tersenyum miring "dia tidak semudah itu ternyata" itu mungkin yang melintas dalam pikirannya.

Amar kembali melayangkan pukulan dan itu tidak ada yang masuk sang lawan terlihat mengulur waktu dengan terus menghindar sampai Amar benar-benar kehilangan kesabarannya.

Amar meraih tangan lawan lalu menggenggam bahunya membantingnya ke lantai dan itu langsung membuat lawan merintih kesakitan saat itu juga wasit mulai menghitung.

di saat seperti ini lawan tidak mungkin memiliki kesadaran untuk bangun, Amar sudah belajar teknik membanting itu lebih dari dua bulan lalu dia sudah menanti waktu untuk bisa melakukan ini.

setelah hitungan ke tiga wasit pun meniup peluitnya panjang memberitahu bahwa pertandingan sudah selesai membuat teman-teman Amar yang sedari tadi juga diam karena tegang mulai bersorak gembira.

di saat itulah Leo tau bahwa Amar menang, wasit menggenggam kedua tangan petarungnya itu mengangkat tangan Amar paling tinggi di saat itulah Amar melihat seseorang yang dia tunggu-tunggu datang, berdiri paling depan tersenyum bangga padanya.

saat semua selesai Amar naik tribun teman-temannya sudah bersiap mengucapkan selamat namun bukan mereka yang ia lirik namun Leo dengan kekuatan yang masih di tahan itu Amar mencengkram Leo erat, menarik tangannya keluar.

Meski dia hanya menggunakan separuh kekuatannya cengkeramannya bukan main dengan cepat Amar membawa Leo kedalam kamar mandi yang sepi.

Ia mengunci pintu lalu melemparkan Leo untuk merapat pada wastafel dingin segera menciumnya penuh penekanan dan amarah, tangan hangat Amar dibawa untuk menggenggam wajah Leo agar terus menatapnya dan memudahkannya untuk terus mencium bibir manis pria di depannya.

Leo kesulitan bereaksi sedari ditarik tadi dia tidak tau apa yang harus dilakukan, sekarang dia dicium secara paksa disini Amar mendominasi semuanya.

Leo mendesah kecil tertahan oleh ciuman Amar yang semakin dalam dia bahkan dengan rakus meraup semua bibir Leo seperti lolipop manis yang seharusnya hanya menjadi miliknya.

"Maaar...Am—" Ucapan Leo terhenti meski Amar memberinya jeda laki-laki itu berkali-kali kembali menciumnya.

Di saat Amar mulai merasa tidak puas dia berhenti menciumi bibir Leo dan berganti menciumi leher Leo, membantunya duduk di wastafel dingin membuka satu kancing di kerah Leo, laki-laki itu wangi entah kenapa dan Amar menyukainya.

Leo mendesah kaget mencekam bahu Amar, lidah hangat laki-laki itu tiba-tiba mendarat di lehernya, itu aneh.

"Mar— u..dhaa." ucapnya kesulitan meminta Amar untuk berhenti di luar ramai bagaimana jika tiba-tiba mereka kepergok disini.

"Mas gua suka sama lo kenapa lo ga pernah sadar?" Amar tuli dia malah mulai menggigit leher Leo memberikan tanda kepemilikan yang indah.

Amar merasakan Leo mulai gemetaran hebat karena gigitannya dia lalu mendongak dan yang dilihat Leo adalah sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan.

Amar menangis, dibawahnya berantakan persis seperti seorang anak kecil.

tbc.

Bukan cinta segitiga [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang