17 ; setangkai bunga

60 8 0
                                    

Baru tiga hari mereka menjalani hubungan itu beruntung nya hubungannya berjalan secara lancar mungkin itu yang mereka pikir, belum banyak yang berani mereka jalani.

Hal kecil seperti pulang terlambat pulang untuk belajar bersama bisa mereka jadikan waktu untuk menghabiskan waktu bersama, jadwalnya sebenarnya simple senin dan jumaat mereka belajar di rumah lalu rabu dan sabtu malam mereka belajar di rumah Amar.

Sekarang hari rabu dan sudah jadwalnya Leo untuk pergi ke rumah Amar seperti biasa rumah itu damai sebelum beberapa hari lalu rumah itu cukup ramai karena di tinggali dengan kakak Amar kini sepi hanya tersisa ibu dan ayah di rumah.

Leo mengenakan Hoodie berwarna abu-abu hampir menenggelamkan tubuhnya yang kecil dan ramping membawa tas selempang pintu rumah Amar di buka oleh Ibu Diana wanita cantik itu tersenyum saat melihat Leo.

"malam nak Leo, masuk masuk." ucapnya senang baginya Leo sudah seperti anak sendiri sifat anak itu yang ramah membuatnya nyaman.

Leo mengangguk lalu ikut masuk sementara Wisnu yang juga sedang duduk di ruang tamu tersenyum padanya lucu sekali, mungkin Leo adalah anak idaman baginya sampai dia bisa membagikan senyumannya pada anak itu.

"Amar di atas, naik aja langsung Leo." ucap Wisnu sementara ia langsung berbalik ke arah Diana tersenyum lebar ia nampaknya sedang dalam mood bagus. "mah, papa mau main golf ya."

Wisnu nampak seperti orang yang berbeda dia mencium pipi Diana lalu menepuk bahu Leo sebelum akhirnya keluar dengan tas berisi tongkat golf.

Leo yang sudah mendapatkan izin dari semua orang akhirnya bergegas naik ke kamar Amar yang membuat laki-laki itu kaget adalah sedetik saat dia membuka pintu kamar Amar langsung menyambutnya.

Laki-laki kecil itu di tarik dan pintu kamar segera di kunci Amar menindihnya, mengungkung nya dengan posesif meski begitu ia tersenyum dengan cerah.

Amar mengangkat satu ujung bibirnya "kangen banget mas, pengen aku makan yang ada di depan ku ini." Ucapnya terdengar centil namun laki-laki itu mana berani ia segera ambruk dan memeluk Leo erat masih membuat laki-laki cantik itu berada di bawah tubuhnya.

Leo tersenyum kecil tubuh Amar hangat ia segera menciumi bau sampo yang selalu Amar gunakan sangat maskulin dan seperti tenggelam dalam lautan.

"kita baru ketemu tadi di sekolah." ucapnya namun Amar malah semakin erat memeluknya menenggelamkan wajahnya dalam leher Leo ia tidak berani berbuat aneh ia tahu ibunya masih di bawah.

"tapi gara-gara ini hari rabu aku jadi makin lama ketemunya harus nunggu malem gini." Amar merengek seperti anak kecil dan itu membuat Leo tertawa.

Amar mengangkat kepalanya lalu berbisik pada Leo "mas tau ngga cara ciuman tanpa suara?" ia tersenyum membuat Leo menepuk dahinya "masih ada mama di bawah."

"mama ngga akan denger." ucapnya lalu segera mendekatkan wajahnya mencium Leo dengan lembut namun perlahan-lahan ciuman itu semakin dalam sesekali Amar mengganti posisinya tidak ingin membuat Leo merasa tidak nyaman.

Mereka masih berciuman namun kali ini Amar tidak menindih Leo lagi berubah posisi kesamping menahan kepala Leo takut-takut ia mengenai tembok karena kasur yang sampit.

Mereka melepaskan ciuman itu mengundang senyuman dari keduanya "jangan di lanjutin kita belajar dulu."

Amar mendengus kesal memeluk Leo lagi kali ini lebih erat "ngga mau males banget belajar teru."

Leo menggeleng ia ingin meyakinkan Amar untuk belajar lebih banyak namun tiba-tiba laki-laki itu mengeluarkan kepalanya nampak senang entah ide apa yang ingin ia keluarkan sekarang "kita belajar matematika setiap ada huruf x sama y kita ciuman."

Leo tertawa menyentuh ujung hidung Amar "nanti bibir saya bisa monyong yang ada, ayo mar nanti pulangnya kamu boleh anterin saya."

mendengar itu Amar segera mengangguk tak apa setidaknya dia bisa memiliki waktu lebih lama dengan Leo malam ini selain karena sesi belajar.

Sesi belajar itu selesai tepat waktu hanya satu jam dan Leo akhirnya bisa melihat perbedaan signifikan dari Amar laki-laki itu ternyata bisa dengan mudah menerima penjelasannya meski awalnya Leo tidak yakin ia bisa mengajar laki-laki sebesar Amar.

Setelah selesai sesuai janji Amar akan mengantarkan Leo pulang abangnya itu masih sibuk membawa motornya untuk bimbingan yang entah kapan selesai yah Leo hanya bisa berdoa abang nya itu bisa cepat-cepat menyelesaikan skripsinya dan lulus yah meskipun dunia kerja mungkin tidak semudah itu.

Amar izin kepada mama yang tentu saja diperbolehkan oleh wanita paruh baya itu dengan motor nya Amar membawa Leo berputar mencari udara segar di sekitar kota Jakarta yang ramai.

Jakarta sedang dingin-dinginnya meski menurut Leo ini tidak sedingin di desanya tapi menurut Amar ini sudah cukup dingin untuk membekukan dirinya namun udara dingin tidak menghambat perjalanan keduanya.

Amar dan Leo banyak berbicara tentang bagaimana hari ini atau beberapa obrolan aneh yang tidak akan pernah mereka pikir akan terucap dan dibahas sebegitu rumitnya oleh kedua insan itu.

Seperti biasa lampu merah dan jalanan macet di Jakarta tentu akan menjadi penambah cerita mereka malam ini di saat tengah asyik berbincang tiba-tiba seorang ibu yang sedang menggendong bayi menghampiri mereka.

tangannya yang sudah bergetar membawa setangkai bunga entah sudah berapa lama ia menggegam bunga-bunga itu dengan erat sampai ia bergetar begitu hebat.

"mas mas mau beli bunga buat pacarnya di rumah?" tanya wanita tua itu menginterupsi pembicaraan keduanya.

Leo ingin membeli beberapa bunga yang tidak seberapa itu hitung-hitung untuk membantu sang ibu juga namun sialnya dia tidak membawa uang sepeser pun hanya ada uang digital di ponselnya jelas ibu itu tidak mungkin menerima pembayaran cashless.

Namun sebelum itu Amar tersenyum membuka helm full face nya "tinggal berapa itu bu?"

Seolah menerima hadiah puluhan juta ibu itu menjawab dengan sumringah "bucket besarnya tinggal satu ini aja mas yang saya pegang bunga mawar satuannya masih ada 10 di sana."

Amar mengangguk "kalo saya beli semua berapa?" tanya nya Sang ibu makin senang tersenyum "150 mas"

Amar mengeluarkan uang seratus ribu dua lembar lalu mengambil bucket besar itu sebelum berkata "ambil aja kembaliannya bu bunga mawar yang satuan itu di bagi saja ke yang lain orang-orang pacaran pasti banyak malem malem begini."

Ibu itu tersenyum dan berterimakasih pada Amar sebelum akhirnya segera menepi dan membagikan bunga mawar dagangannya pada pesepeda motor lain yang sepertinya sedang memboncengkan wanita.

Sebelum lampu berubah menjadi merah Amar memberikan bucket itu pada Leo "Buat mas soalnya pacar ku di sini bukan di rumah."

tbc

aku sudah lunas yah double update nya meminta maaf jika chapter ini berisi uwu uwuan soalnya mereka berhak bahagia (kalian akan kugempur dengan perselisihan sebentar lagi [tertawa jahat]) bye guys happy weekend

Bukan cinta segitiga [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang