22. Terungkapnya satu kebohongan

38 28 0
                                    

"Satu kesalahan yang sulit untuk dimaafkan adalah sebuah kebohongan. "
-Astrophile

📖Happy Reading 📖

Yesaya berdiri menatap Tama, perempuan yang tadi menampar Yesaya tiba-tiba. Gala yang melihat itu lantas mendorong Tama ia menyuruh Bisma untuk mengecek kondisi Bisma. Gala mencekal tangan Tama dan hendak membawanya keluar tapi perempuan itu langsung memberonta saat Gala mencekal tangannya.

"Lo gila? Kenapa lo tampar Yesa?" bentak Gala. Laki-laki itu sedikit mendorong Tama membuat perempuan itu menyenggol beberapa meja di belakangnya.

"Dia yang gila. Setelah yang dia lakuin ke Sekala sama Sagi lo kira masih sehat? Dia gila Gala!"

"Tutup mulut lo. Siapa lo yang berhak nilai orang? Dia enggak tahu apa-apa!" bentak Gala. Ia menarik Tama keluar dari kelas tapi perempuan itu masih bersikeras untuk berbicara dengan Yesaya yang menatapnya dengan air mata.

"Kalian sembunyiin semua ini dari dia?"

Yesaya mengernyit. Ia berjalan mendorong Gala yang terus menarik tangan Tama. "Lepasin dia," ucap Yesaya pada Gala.

"Gue bisa balas tampar dia kalau lo mau," ucap Gala yang dihadiahi dorongan oleh Yesaya. "Gue tahu lo sembunyiin sesuatu, Gal."

Ia menatap Tama. Gadis itu menatap Yesaya penuh dengan kebencian. Yesaya tak tahu kenapa perempuan itu seperti itu. Ia kenal tama, dia merupakan mantan Sagi. Dulu perempuan itu dekat dengannya saat mereka masih berpacaran tapi semenjak putus perempuan itu seolah membenci dirinya ia tak tahu apa alasannya.

"Lo enggak tahu kan kalau Sekala sama Sagi masuk rumah sakit?" tanya Tama dengan nada merendahkan.

"Lo tahu dari siapa mereka di rumah sakit?" tanya Yesaya tenang. Hatinya sudah menggebu-gebu meminta penjelasan pada gadis di depannya.

Tama tertawa remeh. "Gue yang anterin mereka ke rumah sakit. Kalau gue enggak ada mereka udah jadi mayat di jalanan."

Yesaya tercekat. Ia belum tahu maksud gadis itu apa sampai gadis itu kembali berbicara. "Sagi sama Sekala berantem gara-gara lo Yesa, mereka berantem sampai babak belur cuman karna cewek ganjen kayak lo!"

"Tama Stop!!"

Tama menatap Bisma yang menyuruhnya diam. "Kalian berdua dibayar berapa sama mereka buat tutup semua ini?"

Yesaya langsung menatap Bisma dan Gala yang saling diam. Tanpa berpikir panjang ia langsung mengambil tas miliknya dan berlari keluar, sebelum itu ia sempat berdiri di samping Gala dan berucap. "Gue maafin lo perihal lo bentak gue, Gal. Tapi kali ini gue enggak bisa maafin lo."

Gala menatap kepergian Yesaya. Sabiru langsung ikut berlari menyusul Yesaya, ia tak mau gadis itu kenapa-napa. Yesaya tak punya siapa-siapa selain Sagi selama ini jadi ia ingin berada di samping gadis itu menggantikan peran Sagi.

Yesaya tak berhenti menangis di mobil. Berkali-kali Sabiru menyuruh gadis itu untuk tenang tapi tak bisa, pikirannya sudah kacau kali ini. Ia khawatir pada Sagi dan Sekala. Ia juga merasa bersalah mendengar ucapan Tama tadi walaupun ia belum tahu pasti apa alasan mereka bertengkar sebenarnya.

Dan untuk Gala ia benar-benar kesal pada laki-laki itu sekarang. Laki-laki itu mencoba membunyikan semua itu dari dirinya walaupun ia tahu laki-laki itu pasti di suruh Sagi dan Sekala untuk tutup mulut. Tapi ia merasa kecewa, ia merasa mereka semua membohongi dirinya.

Sekitar lima belas menit akhirnya mereka sampai. Mereka mulai masuk ke dalam rumah sakit dan mencari ruangan Sagi dan Sekala. Ruangan mereka terpisah membuat Yesaya benar-benar bingung. Di satu sisi ia ingin melihat Sekala terlebih dahulu tapi ia juga ingin melihat keadaan Sagi sebagai sepupunya, tapi jika ia melihat Sagi ia sangat khawatir pada Sekala yang katanya keadaannya cukup parah dari pada Sagi.

"Lo sekarang lihat Sekala dulu, gue yang bakal liat Sagi. Lo tenang okey," ucap Sabiru menenangkan Yesaya yang menangis. Yesaya akhirnya mengangguk. Ia berjalan ke ruangan Sekala yang berada jauh dari tempat Sagi.

Ia menarik nafas dalam sebelum akhirnya membuka pintu. Pemandangan pertama kali yang ia lihat ialah Sekala yang terbujur di atas ranjang. Di mulutnya sudah terpasang ventilator untuk membantunya bernafas juga ada lilitan perban di bagian kepalanya. Melihat itu Yesaya hampir terjatuh lemas, ia memegang gagang pintu dengan kuat. Tangisnya tak lagi dapat dibendung, Ia menahan suaranya agar tak terdengar oleh Sekala. Tadi dokter mengatakan bahwa Sekala sempat kritis beberapa jam tapi setelah itu laki-laki itu sadar.

Yesaya berjalan mendekat. Ia menatap wajah pucat itu yang tertidur dengan damai, tangannya sangat dingin membuat Yesaya takut untuk memegangnya. Itu mengingatkannya pada kejadian saat Ayahnya mengalami kecelakaan.

Ia ingin menahan tangisnya tapi tak bisa, suaranya seakan keluar begitu saja dengan derasnya air mata. Ia tak sanggup melihat laki-laki yang selalu bersamanya itu terbaring seperti ini. Ia tak bisa. Hatinya seakan ikut sakit melihat keadaan Sekala. Ia belum tahu bagaimana kronologi kejadian pertengkaran mereka sampai menyebabkan Sekala seperti ini.

Tiba-tiba tangannya di genggam. Melihat itu Yesaya langsung menoleh menatap Sekala yang menatapnya dengan pandangan yang layu. Laki-laki itu mengusap tangannya yang bergetar. Bukannya tenang Yesaya malah kembali menangis, Ia menyembunyikan kepalanya di lengan laki-laki itu.

Tangan Sekala terulur membelai lembut kepala Yesaya. Hatinya ikut sakit melihat perempuan itu menangis tersedu-sedu seperti ini. Padahal ia sudah berjanji untuk tidak membuat gadis itu menangis tapi sekarang gadis itu malah menangis karnanya. Ia seperti laki-laki pengecut yang tak bisa apa-apa.

"Kamu jahat Kal," lirih Yesaya pada Sekala. Sekala diam tak merespon, tubuhnya terasa sakit jika ia bergerak jadi ia hanya bisa menggenggam tangan perempuan itu.

"Maaf." Yesaya kembali menangis. Kali ini Sekala bersuara walaupun suaranya sangat kecil dan lirih.

"Maaf, Yes."

Yesaya menggeleng. Ia menatap Sekala yang kesusahan berbicara. Ia takut, perasaan takut itu kembali hadir. Perasaan lima tahun yang lalu saat laki-laki sekuat ayahnya terbaring seperti ini. Saat itu ia benar-benar merasakan ketakutan dan ketakutan itu kembali hadis. Yesaya tak ingin semuanya kembali terulang.

"Jangan nangis," lirih Sekala menghapus air mata Yesaya. Yesaya memegang tangan itu kuat, ia berkali-kali menangis saat Sekala berusaha berbicara padanya.

"Aku bukan pacar yang berguna buat kamu, Kal. Bahkan aku buat kamu kayak gini."

Sekala menggeleng pelan. Rasanya ia ingin memeluk Yesaya dan menyuruhnya untuk berhenti menangis.

"Jangan tinggalin aku Sekala. Aku enggak mau kehilangan langit kedua aku. Sekarang aku cuman punya kamu."

Air mata Sekala turun. Dadanya sesak melihat Yesaya menangis dan berkata seperti itu. "Kamu janji enggak bakal tinggalin aku, tepatin janji kamu Sekala."

Suara pintu terbuka membuat Yesaya menghapus air matanya. Pria dengan setelan kemeja putih itu masuk dengan beberapa perawat. "Kami harus melakukan pemeriksaan lagi."

Yesaya mengangguk. Ia mengecup singkat tangan Sekala sebelum akhirnya keluar. Ia menatap laki-laki itu yang terus menatapnya. Apa ia masih bisa meminta pada Tuhan agar Sekala tetap berada di sampingnya? Kali ini ia memintanya dengan sungguh-sungguh.

***

Astrophile(Terbit)Where stories live. Discover now