Episode 01: Hidup Seperti Anak Panah

433 35 14
                                    

[Cerita ini dilindungi undang-undang Akhirat, jika melakukan plagiat akan dicatat oleh malaikat]


1000 vote + 100 komen tercepat kita adakan giveaway di akun instagram (@)ceritasangpelita

SYARATNYA:

- Cukup ramaikan cerita Wattpad Sang Pelita di IG Story kalian 

- Ramaikan juga AU Instagram Sang Pelita di official instagram, jangan lupa tag IG Author (@)yudiiipratama (@)tekad.universe & (@)ceritasangpelita serta follow instagram ketiganya!

- Hadiahnya diumumkan di hari Raya Idul Fitri

Happy reading ....


"Kita adalah anak panah di genggaman Allah; hidup hanya untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan oleh-Nya."

🕊🕊🕊

Terik matahari telah membuat lelaki yang memakai peci dan rompi hitam itu mengeluarkan keringat, pasalnya sudah hampir sejam ia berdiri di sana tapi belum juga melepaskan anak panahnya ke papan target yang ada di depannya. Dadanya berdebar, masih ada keraguan untuk membidik ke sasaran namun di satu sisi anak panah itu harus benar-benar meluncur sekarang juga.

Ia menarik napas panjang, mencoba untuk berkonsentrasi kembali. Dalam hati ia mulai berhitung mundur dari sepuluh, sembilan, delapan ... sembari kembali mengangkat tinggi-tinggi busur lalu menarik kencang siku tangan kanannya ke belakang. Mata kanannya sedikit menyipit, mencoba menyelaraskan antara pandangan dan juga sasaran yang menjadi target tumpuan anak panah pertama.

Tiga ...

Dua ...

Sa—

"Azmi!!!"

Mendadak seseorang dengan suara lantang meneriaki namanya dan membuat konsentrasinya buyar, seketika anak panah yang harusnya meluncur dengan arah yang sesuai justru melenceng dari sasaran. Kemudian terdengar suara berdengkus sebal yang keluar dari mulutnya, bahu yang tadi terlihat tegap ke depan kini membungkuk.

Seseorang menepuk pundaknya dan berkata, "Gimana? Tepat sasaran?" Ia bertanya seperti orang yang tak punya salah.

Azmi menoleh dengan tatapan yang cukup sinis dan geram. "Jepangggg, kenapa kamu mengacau, sih?!" Azmi terlihat sebal, untuk pertama kali wajahnya tak bersahabat.

Abdul aka Jepang cengengesan. "Maaf, Azmi. Tuh, kamu dipanggil sama Om, mau cabut."

Lagi-lagi Azmi mendengkus. "Lah, ini kan latihan memanahnya belum selesai, Pang!"

"Lah pie, toh? Wong aku juga ditugasin buat manggil sampeyan. Katanya om mau ke Kedai Kopi Gus, ada yang nungguin di sana."

Dengan berkecil hati dan perasaan yang tak bisa terobati, ia menatap anak panah pertamanya yang jauh di depan sana tidak tertancap sesuai dengan yang ia harapkan. Raut wajah Azmi ditekuk, ia selalu ingin di percobaan pertama dalam latihan memanah mendapatkan hasil yang cukup baik. Suasana hatinya yang tadi penuh semangat kini luntur hanya karena perkara hilang konsentrasi mendengar namanya dipanggil oleh si Jepang.

Azmi mengembuskan napas pasrah. "Gagal lagi deh hari ini."

Bagaimana tidak pupus harapan, percobaan kali ini adalah yang kesekian kali, ia tidak pernah mendapatkan hasil panahan yang memuaskan di setiap kali pertama ia ingin latihan memanah. Itulah kenapa ia bisa sampai berjam-jam hanya untuk menatap papan target untuk melatih otot-otot matanya agar tak hilang fokus di saat menarik anak panah.

Sang PelitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang